Keserasian dan Keanekaragaman Jenis Bentos

ruang biofisik. Hasil analisis peta tata ruang ini kemudian dikonsultasikan dengan publik stakeholders guna mendapat masukan apakah peta tata ruang ini sudah dapat menjawab kebutuhan dan permasalahan pembangunan di wilayah ini ataukah tidak. Jika telah ada kesepakatan bersama pada tahap public clearing, maka dihasilkan peta tata ruang terpadu. Secara lebih jelas tahap-tahap pembuatan tata ruang kota Ambon telah dilakukan sebagaimana yang dikemukakan pada Bab III Metodologi. Produk tata ruang yang dianalisis ini sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tidak membahas secara khusus pengelolaan perairan TAD tetapi keseluruhan kondisi wilayah kota Ambon, dan TAD hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan perencanaan wilayah.

7.1.6 Prosedur Teknis

Prosedur teknis penyusunan rencana tata ruang wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil yang mencakup keseluruhan wilayah kewenangan provinsi Maluku terbagi atas 2 dua metode yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data. Metode pengumpulan data terdiri atas 3 tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap survei atau pengumpulan data dan informasi, serta tahap kompilasi data dan informasi. Sedangkan metode analisis data terdiri atas 2 dua tahap yaitu tahap analisis dan penyusunan strategi pengembangan ruang pesisir dan tahap penyusunan rencana tata ruang laut. Secara keseluruhan dari tahap persiapan, pengumpulan data, kompilasi hingga analisis data telah melewati suatu prosedur yang layak bagi pembuatan atau penyusunan rencana tata ruang laut untuk kota Ambon. Tahapan proses penyusunan rencana tata ruang seperti yang telah diuraikan sebelumnya khususnya dari segi prosedur teknis kendala yang dihadapi mungkin dalam hal ketersediaan data dan informasi yang cukup untuk menunjang analisis. Akan tetapi kendala utama yang terlihat dalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah dalam waktu yang relatif singkat dokumen rencana tata ruang bisa disusun oleh institusi yang berbeda dari pemerintah sendiri.

7.1.7 Prosedur Administratif Penataan Ruang

Selain prosedur teknis yang dianalisis maka prosedur administratif penyusunan rencana tata ruang ini juga perlu dianalisis. Untuk memenuhi kebutuhan penyusunan rencana penataan ruang, maka data dan informasi sebelum maupun sesudah dianalisis telah melewati beberapa tahap prosedur administratif sebagai sarana public clearing atau konsultasi publik. Prosedur yang dimaksud terdiri atas tahap awal atau tahap konsultasi publik, tahap pemberian masukan dan tahap klarifikasi.

1. Tahap awal atau yang disebut sebagai tahap konsultasi publik

Pada tahap ini yaitu penyampaian dasar pemikiran yang menjadi alasan penyusunan rencana tata ruang, termasuk visi dan misi kebijakan pembangunan provinsi khusus untuk pesisir dan pulau-pulau kecil, ruang lingkup kegiatan termasuk rincian aspek-aspek yang dikaji, keseluruhan proses pengambilan data metodologi, cakupan wilayah yang akan dikaji. Tahap ini merupakan tahap sosialisasi yang melibatkan berbagai pihak antara lain: instansi terkait, tokoh-tokoh masyarakat serta LSM.

2. Tahap pemberian masukan

Tahap ini dilakukan adalah setelah tersusun Draf Tata Ruang, dipresentasikan lagi dihadapan wakil-wakil institusi terkait, tokoh masyarakat dan LSM. Presentasi kondisi real di lapangan membantu semua pihak untuk lebih serius mengkritisi arah dan langkah kebijakan yang dapat diambil dari hasil analisis dan kajian data dan informasi yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya khasanah atau kualitas muatan scientific dalam penyusunan draf rencana tata ruang agar semua rencana strategis dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dapat diakomodir. Hal ini dimaksudkan agar dapat meminimalisasikan konflik kepentingan ataupun dampak dari setiap kegiatan pembangunan.

3. Tahap klarifikasi

Setelah dokumen rencana tata ruang diselesaikan, selanjutnya oleh pihak yang menyusun mempresentasikan ulang keseluruhan dokomen. Setiap stakeholder berhak menanyakan secara detail seluruh kajian dan hasil analisis serta rencana pengelolaan dan pemanfaatan yang dibuat. Tahap ini merupakan tahap klarifikasi antara penyusun, pengambil keputusan dan stakeholder. 7.1.8 Implementasi Penegakan Hukum Produk hukum dan peraturan yang dimaksud bermula dari berbagai bentuk pembangunan disegala bidang. Berbagai kepentingan tersebut membutuhkan pengamanan agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam pelaksanaannya. Selain itu agar legalitas suatu kegiatan pembangunan maka produk hukum diharapkan memberi arah yang jelas dalam pelaksanaannya. Adapun semua kebijakan pembangunan daerah Maluku tertuang dalam : • Pola Dasar Pembangunan Daerah, • Rencana Strategis Pembangunan, • Pengembangan kawasan tertinggal, dan • Rencana Tata Ruang Wilayah darat dan laut Selanjutnya semua dasar kebijakan tersebut di atas juga menjadi dasar bagi pembangunan sektor kelautan dan perikanan, baik tingkat propinsi maupun kotakabupaten. Dalam kaitan dengan pemanfaatan, pengembangan dan pengelolaan wilayah Maluku termasuk kota Ambon khususnya TAD maka produk hukum dan peraturan yang menjadi acuan di dalam pengelolaan kualitas lingkungan perairan adalah sebagai berikut : 1 Umum • Undang-Undang RI. Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang • Undang-Undang RI. Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah • Peraturan Pemerintah RI. Nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional • Peraturan Pemerintah RI. Nomor 6 tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah 2 Bidang Kelautan dan Perikanan • Undang-Undang RI. Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan • Undang-Undang RI. Nomor 15 Tahun 1990 tentang usaha perikanan • Undang-Undang RI. Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang • Undang-Undang RI. Nomor 27 Tahun 2007 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya • Undang-Undang RI. Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran • Undang-Undang RI. Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup • Peraturan pemeritah Nomor 27 Tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan. • Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung. • Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939, Nomor 224 tentang penerbitan dan pengamanan di daerah laut Indonesia. 3 Bidang Perhubungan • Undang-Undang RI. Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, dalam Bab VIII pasal 117, ayat 2 yaitu tentang pencegahan pencemaran dari kapal dan Bab VIII bagian ke empat tentang perlindungan lingkungan maritin, pasal 123, menegaskan tentang pengangkutan limbah, bahan berbahaya dan beracun di perairan serta pembuangan limbah di perairan. • Penanggulangan pencemaran laut karena kegiatan kapal-kapal secara internasional telah diatur dalam “international convention for the prevention of pollution from ships 1973 and the protocol of 1978, yang kemudian diratifikasi melalui Keputusan Presiden RI Nomor 46 tahun 1986, yang berlaku untuk kapal-kapal tangki minyak berukuran 150 GRT atau lebih, dan kapal-kapal lain bukan kapal tangki berukuran 400 GRT gross ton atau lebih. • Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 86 tahun 1990, tentang pencegahan pencemaran oleh minyak dari kapal-kapal. Kepmen ini memuat ketentuan konsentrasi maksimum minyak dalam limbah cair yang akan dibuang dari kapal ke laut di perairan Indonesia dan ZEE Bab I pasal 2, serta persyaratan peralatan dan kelengkapan pencegahan pencemaran Bab III pasal 3-7. • Untuk penanggulangan kebiasaan pembuangan sampah dari kapal-kapal ke laut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut telah mengirim telegram Nomor 1423341Phbl90 tanggal 18 April 1990 tentang larangan pembuangan sampah plastik dan limbah berminyak ke laut, yang ditindaklanjuti dengan surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan Propinsi Maluku No.AL.50114Phbl. Promal-96 tanggal 7 Pebruari 1996 tentang larangan membuang sampah dari kapal ke teluk Ambon. • Ketentuan-ketentuan yang disampaikan di atas telah diberlakukan di seluruh wilayah perairan Indonesia, termasuk perairan teluk Ambon. Namun yang menjadi kendala di dalam pelaksanaan semua ketentuan di atas, umumnya pihak Perhubungan Laut di Maluku dan di Ambon khususnya adalah keterbatasan secara kualitas maupun kuantitas, baik personil pengawasan maupun saranaprasarana pendukungnya, seperti kapal-kapal patroli serta kelengkapannya. 4 Bidang Sumber daya dan Lingkungan Hidup Menyadari sumber daya dan lingkungan hidup merupakan aset bangsa yang perlu dipelihara secara baik, agar tetap terpelihara bagi generasi selanjutnya. Oleh karena itu perhatian pemerintah sangat besar terlihat dengan dikeluarkannya berbagai produk hukum dan peraturan yang mengatur tentang pemanfaatan dan perlindungan terhadap sumber daya hayati alam serta lingkungan tempat hidupnya. Produk-produk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden Menteri, dan lainnya, kemudian diadop juga oleh pemerintah provinsi dan kota. Adapun produk hukum dan peraturan tersebut adalah sebagai berikut : • Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan. Ketentuan ini masih dipakai dalam kaitannya dengan wilayah konservasi organisme laut yang masih ada di bawah kendali Departemen Kehutanan dan bukan Departemen Kelautan dan Perikanan. • Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 tentang parawisata. Ketentuan ini menjadi bagian karena aktivitas parawisata tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkannya ke lingkungan sekitar. • Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. Ketentuan ini menjadi acuan karena dampak yang ditimbulkan pembuangan sampah dan minyak ke laut dari aktivitas pelayaran tersebut. • Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup