Prosedur Teknis Penataan Ruang

2. Kriteria kawasan zone penangkapan ikan pelagis didasarkan pada kriteria perencanaan tata ruang untuk kegiatan perikanan tangkap yang mana zone perairan diklasifikasikan atas 3 wilayah yaitu: a Jalur penangkapan Ia 0–3 Mil Laut dan Jalur penangkapan Ib 3–6 Mil Laut; b Jalur penangkapan ikan II : dengan batas 6–12 Mil Laut; c Jalur penangkapan ikan III dengan batas 12 mil laut – ZEE. Perairan TAD memenuhi syarat sebagai jalur penangkapan Ia yang diperuntukan bagi peralatan penangkapan menetap dan peralatan tidak menetap yang tidak dimodifikasi, dengan kapal perikanan tanpa motor dengan panjang 10m. Penentuan zonasi penangkapan ikan pelagis di perairan TAD didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan spasial dan ekologis sebagai berikut : a. Dimensi perairan Teluk b. Konsentrasi zonasi budidaya diperuntukan khusus untuk budidaya ikan sistem KJA didasarkan pada rencana TTR kota Ambon sebelumnya. c. Jalur transportasi dan pelayaran kapal TNI AL, Polair, kapal Riset LIPI, armada Nusantara Fishery, kapal Ferry yang terkonsentrasi di perairan Teluk. d. Letak lokasi terhadap zone budidaya dan jalur pelayaran dan transportasi Poka-Galala, dan terhadap basis pangkalan Pelabuhan TNI AL, Polair, LIPI, Ferry Poka dan Galala. e. Faktor hidrooseanografi TAD kualitas air, arus, gelombang. f. Batimetri dan substrat dasar Berdasarkan kriteria itu, maka zone penangkapan ikan dimaksud adalah zona penangkapan ikan pelagis kecil seperti : ikan umpan Stolephorus sp. dan Sardinella sp., dan kawalinya Selar sp.. Peralatan yang digunakan adalah : pancing tangan, bagan apung, tangguk scope net. 3. Kriteria jalur pelayaran. Kriteria lebar alur pelayaran ditetapkan berdasarkan pertimbangan dimensi lebar kapal dan aktivitas pelabuhan. Lebar alur pelayaran ditetapkan 100-150 m sebagai ruang berlayar masuk dan keluar pelabuhan sebagai area tidak diperbolehkan untuk ditempati peralatan penangkapan menetap bagan, KJA, rumpon, gogona ataupun jaring insang menetap. Sedangkan buffer pelabuhan ditetapkan 200–400 m dari dermaga sebagai kawasan tidak diperbolehkan ada aktivitas budidaya maupun penangkapan ikan, untuk menghindari dampak pencemaran akibat aktivitas di pelabuhan.

8.2.2.2 Zonasi TAD

Dalam rangka pengembangan kota Ambon lebih khusus untuk perairan laut, dan untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan ruang teluk, maka pemerintah provinsi Maluku menyusun rencana tata ruang wilayah RTRW. Produk ini memuat strategi dan arahan pemanfaatan ruang wilayah Maluku termasuk perencanaan untuk wilayah laut kota Ambon. Berdasarkan uraian pada Bab VII, jelas terlihat beberapa rencana pengelolaan dan pengembangan wilayah ruang teluk baik TAD maupun TAL lebih ditekankan pada pengembangan sektor perikanan dan pariwisata, sehingga arahannya lebih mengarah kepada perlindungan ekosistem produktif sebagai sumber unsur hara. Oleh karena itu dengan memperhatikan arahan pengembangan pada RTRW laut, kondisi exsisting dan hasil penelitian ini, maka ada beberapa hal penting yang diusulkan bagi pemanfaatan dan pengelolaan TAD yang terpadu dan berkelanjutan sebagai berikut: • Kawasan lindung terbagi atas : 1. Kawasan yang sudah ditetapkan Pada wilayah perairan TAD terdapat kawasan preservasi dan konservasi pada hutan mangrove di desa Passo. Kawasan konservasi ini, lebih lanjut dimanfaatkan sebagai paru-paru bagi kelangsungan hidup organsime yang ada di kawasan ini, dan sebagai sumber produktivitas primer bagi berbagai organisme laut yang ada di Teluk Ambon Dalam maupun perairan sekitarnya. Kawasan konservasi dan preservasi K-KP di daerah Passo yang ditetapkan adalah seluas 0,293 7 km 2 atau 29,37 ha Tabel 58, Gambar 100 Lampiran 14. 2. Kawasan yang direncanakan terbagi atas: Demi menjaga keberlanjutan sumber daya yang ada dalam perairan teluk maka selain penetapan kawasan perlindungan atau konservasi,