kandungan oksigen terlarut dalam air, sehingga kandungan oksigen yang ada tidak mampu mendukung kehidupan organisme perairan seperti ikan dan organisma
lainnya, dampaknya dapat dilihat pada tanggal 8 September 2002 ribuan ikan menggelepar karena kekurangan oksigen dan akhirnya mati Arisandi 2002.
Kelebihan unsur organik pupuk maupun nutrisi yang biasanya digunakan untuk menunjang pertumbuhan tanaman pada lahan pertanian maupun kebun
memiliki mekanisme alamiah masuk ke dalam aliran air. Pada awalnya nutrisi ini mendorong pertumbuhan tumbuhan maupun ganggang dalam air, namun ketika
tumbuhan maupun ganggang ini mati dan tenggelam, mereka mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisma dan di dalam proses ini mikroorganisma
mengkonsumsi banyak oksigen yang tersedia di dalam air. Karena itu, tingkat oksigen dalam air menjadi turun ke tingkat yang membahayakan bagi kebutuhan
oksigen organisme-organisme air KLH RI 2004.
2.2.4.3 Sedimentasi
Berbagai pertentangan terjadi dalam hal pemanfaatan wilayah pesisir untuk berbagai kegiatan. Kontroversi terjadi antara pihak yang ingin membiarkan
wilayah pantai itu sebagaimana adanya tanpa disentuh dengan pembangunan. Akan tetapi pada sisi lain ada yang gencar ingin memanfaatkan semua potensi
yang ada pada wilayah ini seoptimal mungkin.Tentunya setiap upaya pembangunan pasti ada dampak yang ditimbulkan, entah bersifat positif tetapi
juga yang bersifat negatif. Salah satu bentuk dampak negatif yang terjadi adalah terjadinya erosi dan sedimentasi disebahagian perairan pesisir akibat pemanfaatan
ruang darat yang tidak terkendali. Disadari bahwa terjadinya sedimentasi bukan hanya karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia, tetapi juga dapat terjadi
secara alamiah. Sosrodarsono dan Takeda 2003 menjelaskan bahwa faktor-faktor
meteorologis, sebagai berikut; 1 Jenis presipitasi; 2 Intensitas curah hujan, hal ini tergantung juga pada kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melebihi
kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan; 3 Lamanya curah hujan.
Lamanya curah hujan dapat mengakibatkan penurunan kapasitas infiltrasi.Untuk
curah hujan yang jangka waktu panjang, limpasan permukaan akan menjadi besar meskipun intensitasnya relatif sedang; 4 Distribusi curah hujan dalam daerah
pengaliran. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadang-kadang terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan sering terjadi oleh curah hujan
biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun intensitasnya kecil; 5 Arah pergerakan curah hujan. Umumnya curah hujan lebat bergerak sepanjang sistem
aliran sungai akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan permukaan; 6 Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah.
Jika kadar kelembaban lapisan teratas tanah itu tinggi, maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi kecil. Demikian pula jika kelembaban
tanah itu meningkat dan mencapai kapasitas lapangan, maka air infiltrasi akan mencapai permukaan air tanah dan memperbesar aliran tanah. Selama periode
pengurangan kelembaban tanah oleh evapotranspirasi, suatu curah hujan yang lebat tidak akan mengakibatkan kenaikan permukaan air, karena air hujan yang
menginfiltrasi itu tertahan sebagai kelembaban tanah. Sebaliknya, jika kelembaban tanah itu sudah meningkat karena curah hujan terdahulu yang cukup
besar, maka kadang-kadang curah hujan dengan intensitas kecil dapat mengakibatkan kenaikan permukaan air yang besar sehingga dapat terjadi banjir
Sosrodarsono 2003. Selanjutnya, Tomezak 2000 juga menjelaskan bahwa dilihat dari segi
siklus geologi, formasi batuan dan erosi tidak dapat disangkal bahwa material- material itu berasal dari darat yang terbawa melalui sungai hingga mencapai laut.
Pertanyaan yang muncul bila kita memahami prosesnya secara detail adalah bagaimana sedimen tersebut sampai di laut? Adalah memang benar bahwa air
sungai mengalir ke laut tanpa kesulitan, tetapi air tawar densitasnya kecil dibandingkan dengan air laut dan dalam sirkulasinya lapisan atasnya mengalir dari
estuary head ke estuary mouth. Densitas sedimen lebih tinggi dibanding air tawar dan air laut sehingga cenderung tenggelam ke dasar. Untuk kepentingan
pergerakannya maka sedimen tersebut harus dalam bentuk suspensi. Di sungai, hal ini terjadi karena ada turbulensi, yang mendorong sedimen dari dasar ke
permukaan dan mengalir ke bawah untuk beberapa jauh jaraknya, sehingga bila turbulensi berkurang maka sedimen akan menetap kembali. Partikel berukuran
kecil akan selalu sebagai suspensi, dan sering menjadikan sungai keruh. Akan tetapi situasi ini sedikit berbeda segera setelah sedimen memasuki daerah estuari.
Aliran sungai akan dihadang oleh pasut dan arus pasut inilah yang berperan sebagai pembangkit turbulensi di daerah pantai. Adalah suatu periode waktu yang
pendek antara pasang dan surut bila aliran mencapai akhir dan turbulensi minimum. Kondisi ini akan memberi peluang partikel besar untuk mengendap di
dasar. Bila arus pasut meningkat lagi maka partikel-partikel akan terangkat ke kolum air lagi. Sedangkan di sungai, air mengalir terus ke estuari pada lapisan
permukaan, dan partikel-partikel yang ada di lapisan bawah estuari dengan sirkulasi pergerakan air rata-rata akan bergerak dari laut ke estuari, sehingga
sebahagian besar sedimen dapat ditemukan terakumulasi di daerah estuari. Dalam kaitan dengan hal ini, hasil penelitian Tomezak 2000 di estuari
Rappahanock yang merupakan salah satu sub-estuari dari teluk Chesapeake di perairan Atlantik, menemukan bahwa akumulasi suspended matter dekat dasar
estuari, secepatnya mengalir ke lapisan bawah bersama masukan air tawar, dengan salinitas berkisar antara 2-10. Di dalam contoh ini akumulasi sedimen terjadi pada
kedalaman 60 km ke arah atas. Pada estuari lain, akumulasi sedimen terjadi dekat ke mulut estuari tetapi lokasinya selalu bertepatan dengan kondisi salinitas rendah
0-15 ppt. Dahuri et al. 1996, mengemukakan bahwa selain dilihat dari aspek-aspek
yang berkaitan dengan sungai atau limpasan run off, maka parameter lingkungan yang mempengaruhi proses sedimentasi dan erosi yang terjadi di pantai adalah
gelombang, arus menyusur pantai, pasang surut, perubahan muka laut, angin, geologi dan parameter lain seperti kegiatan manusia dan biologis. Transportasi
sedimen pada suatu wilayah pantai dapat dikuantifikasi melalui pendekatan sediment budget yaitu dengan cara mengkuantifikasi transportasi sedimen, erosi
dan deposit dari suatu volume yang telah ditentukan. Pada umumnya, kuantitas sedimen dibagi dalam beberapa kategori seperti sumber, hilang sink dan proses-
proses penambahan pengurangan. Pada suatu sistem sediment budget yang lengkap, perbedaan antara sedimen yang bertambah dari berbagai sumber sedimen
yang hilang haruslah sama dengan nol atau : TS
s
– TS
r
= ES Dimana : TSs = total sedimen yang dideposito dari berbagai sumber
TSr = total sedimen yang hilang ES = proses erosisedimentasi yang diketahui
Gambaran permasalahan pembangunan dalam kaitan dengan terjadinya sedimentasi pada bagian perairan pantai, tidak dapat dipisahkan dari kemungkinan
dampak negatif yang mungkin terjadi pada seluruh ekosistem khas daerah tropis yang hidup pada perairan pesisir. Wilayah pesisir dan laut menyediakan sumber
daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi maupun kawasan wisata. Oleh karena itu wilayah
pesisir dan laut merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan hidupnya dimasa datang. Pembangunan di pesisir dan laut yang merupakan suatu proses
perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut. Di dalam aktivitas ini
sering dilakukan perubahan-perubahan pada sumber daya alam. Perubahan- perubahan dilakukan tentunya akan berpengaruh ke lingkungan hidup. Makin
tinggi laju pembangunan, makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup
Bengen 2001. Dahuri et al. 1996 menjelaskan bahwa dampak negatif sedimentasi
terhadap biota perairan pesisir secara garis besar melalui tiga mekanisma. Pertama, bahan sedimen menutupi tubuh biota laut, terutama yang hidup di dasar
perairan benthic organisms, seperti hewan karang, lamun dan rumput laut, atau menyelimuti sistem pernapasannya insang. Akibatnya biota-biota tersebut akan
sulit bernapas dan akhirnya akan mati lemas asphyxia. Kedua, sedimentasi menimbulkan peningkatan kekeruhan air. Kekeruhan menghalangi penetrasi
cahaya yang masuk ke dalam air dan mengganggu organisma yang memerlukan cahaya. Ketiga, bahan sedimen yang berasal dari lahan pertanian dan pengikisan
tanah dapat pula mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi, sehingga dapat terjadi eutrofikasi pengkayaan nutrien di perairan, dengan demikian akan terjadi
blooming peledakan populasi algae dan tanaman air lainnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pembukaan lahan atas
dan pesisir dengan jalan menebang habis hutan untuk kegiatan pertanian, pemukiman, jaringan jalan baru, penambangan di daerah DAS, akan menjadi
sumber beban sedimen dan pencemaran ke ekosistem pesisir. Akibatnya banyak terjadi perubahan pada beberapa ekosistem produktif yang ada di perairan pesisir.
Adapun ekosistem-ekosistem yang terkena dampak tersebut adalah mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ketiga ekosistem ini memiliki fungsi ekologis
maupun dapat dimanfaatkan untuk banyak kebutuhan.
a. Ekosistem Mangrove