Nasional Indonesia Angkatan Laut TNI-AL; b Pantai Lateri-Passo,dimanfaatkan sebagai pangkalan kepolisian
laut; c Desa Waeheru, dimanfaatkan sebagai markas TNI-AD dan
Kepolisian Brimob. Adapun wilayah yang telah dipergunakan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan ini adalah seluas 6,9925 km
2
atau 699,25 ha Gambar 100 Secara umum kriteria yang dipakai untuk penilaian
lokasi-lokasi bagi peruntukan pelabuhan adalah seperti pada Tabel 62.
Tabel 62 Matriks kesesuaian untuk perairan pelabuhan
Parameter Bobot
Kategori dan Skor sesuai
Nilai Tidak sesuai
Nilai Kecerahan
5 3 m
2 3 m
1 Kebauan
5 Tidak berbau
2 Berbau
1 TSS
5 80 mgl
2 80 mgl
1 Sampah
4 Nihil
2 Bersampah
1 Suhu
4 Alami
2 atau alami
1 Lapisan minyak
4 Nihil
2 Berminyak
1 pH
3 6,5-8,5
2 6,5
1 Salinitas
3 alami
2 atau alami
1 Minyak Lemak
3 5 mgl
2 5 mgl
1 Timbal Pb
3 0,05 mgl
2 0,05 mgl
1 Keterangan : Kepmen LH No.512004
5. Transportasi Jalur transportasi juga menjadi bagian yang direncanakan oleh karena
padatnya lalu lintas di TAD dapat mengancam keberlanjutan aktivitas perikanan Gambar 100.
6. Fasilitas umum Selain fasilitas pertahanan dan keamanan maka keberadaan PLN baik
di Hative kecil maupun di Poka juga menjadi pertimbangan untuk dipertahankan untuk kepentingan umum. Akan tetapi fasilitas ini harus
menyediakan fasilitas sistem pengelola limbah sesuai ketentuan yang diijinkan. Kedua fasilitas ini berada pada kawasan seluas 0,0129 km2
atau 1,29 ha Gambar 100. • Untuk kawasan penyangga buffer
Berdasarkan uraian tentang keberadaan wilayah-wilayah ekologis yang ada di teluk tersebut, maka diusulkan juga kawasan penyangga buffer.
Kawasan penyangga yang direncanakan adalah 25m dari area mangrove, 100m dari pantai, 200-400m dari dermaga dan 25m dari air sungai
Gambar 100. Penetapan wilayah atau kawasan ini adalah untuk menunjang perencanaan perlindungan wilayah bagi kelestarian
keanekaragaman sumber daya yang ada di wilayah perairan TAD secara keseluruhan.
Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian, terindentifikasi kawasan- kawasan yang berpotensi mengalami permasalahan lingkungan. Kawasan tersebut
adalah: 1 Wilayah ekologis TAD
Wilayah sekeliling TAD mulai dari pantai Galala, Halong, Latta, Lateri, Passo, Negeri Lama, Hunut, Waeheru, Batu Koneng, Poka-
Rumah tiga, selama ini menjadi pantai-pantai yang terus mendapat tekanan pembuangan limbah domestik banyak produk sampah,
maupun dari hasil buangan aktivitas kapal-kapal dalam teluk. 3 Akresi sepanjang pantai Galala ke arah Passo
Umumnya perairan pantai bagian barat TAD Galala, Lateri dan Passo terjadi akresi oleh karena input sedimen dari darat terus bertambah
akibat pembangunan perumahan yang terus berlangsung pada lahan atas.
4 Abrasi yang terjadi sepanjang pantai dari Negeri Lama sampai Tanjung Marthafons Rumah Tiga, khususnya pada garis pantai yang tidak
memiliki tumbuhan penutup dengan batuan penyusun pantai yang agak lapuk dan lereng pantai relatif curam. Kondisi pantai seperti ini
berpotensi terjadi abrasi, bila pada bagian barat pantai TAD terus mendapat tekanan sedimentasi.
5 Potensi bahan buangan mengandung minyak banyak didapati menempel pada substrat sekitar PLN Poka, Kate-Kate, Lateri dan
Galala.
6 Selain potensi limbah panas ditemukan pada perairan sekitar PLN Poka dan Galala. Limbah ini akan memberikan dampak terhadap
kematian mangrove pada kawasan ini, serta organisme bentos yang hidup pada atau dalam sedimen.
8.2.2.3 Zonasi Lahan Atas
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada Bab VII bahwa niat baik pemerintah daerah telah ditunjukkan dengan disusunnya rencana tata ruang
wilayah, walaupun sampai sekarang belum disahkan dalam bentuk Peraturan Daerah masih Ranperda. Hal ini terlihat dari rencana tata ruang wilayah yang
mulai dibuat dari tahun 2004 akan tetapi hingga berkali-kali dirubah sampai 2009 ini Draf Akademiknya baru dibuat Rancangan Peraturan Daerah Ranperda,
sementara itu makin bertambah saja permasalahan pembangunan yang sulit diketahui atau bahkan sulit dikendalikan. Salah satu contoh permasalahan
pembangunan yang sudah terjadi sebagiannya dapat dipelajari dari hasil penelitian ini.
Teluk Ambon Dalam tidak merupakan bagian yang direncanakan khusus dalam RTRW akan tetapi sebagian telah tersirat di dalam dokumennya, khusus
yang berkaitan dengan ekosistem produktif di dalamnya. Teluk Ambon dengan multifungsi yang diperankannya selama ini, berpotensi terkontaminasi salah satu
produk aktivitas-aktivitas tersebut. Dugaan terjadinya pencemaran lingkungan dapat dibuktikan dari representasi parameter biologis ekologis maupun kimia
yang diteliti. Kerusakan ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang yang terjadi tentunya perlu dipulihkan guna keberlanjutan sumber daya alam laut yang
sangat tergantung pada ekosistem-ekosistem ini. Apalagi pada beberapa sisi teluk yang ada hutan mangrove direncanakan sebagai kawasan perlindungan, selain itu
wilayah TAD juga diarahkan sebagai daerah budidaya, penangkapan ikan, serta pertahanan dan keamanan.
Posisi strategis TAD seperti ini, mengharuskan penerapan pengelolaan terpadu dan berkelanjutan, baik pengelolaan bagi keberlanjutan sumber daya alam
yang terkandung di dalamnya, maupun pengelolaan kualitas lingkungan perairannya. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan cepat buangan limbah
ternyata sumber pencemaran di TAD yang terbesar justru berasal dari kegiatan di darat. Oleh karena itu untuk mengatasi atau meminimalisasi permasalahan
kerusakan lingkungan akibat pencemaran buangan limbah yang masuk ke perairan, maka direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penataan dan pengembangan sistem manajemen lingkungan yang tepat dan benar antara lain: sistem jaringan pengairan drainase, sistem
jaringan pembuangan padat dan cair, sistem jaringan pengolahan sampah.
2. Pembangunan sempadan pantai dan sungai dan melarang pembangunan perumahan penduduk di wilayah ini lagi.
3. Penetapan jalur hijau green belt untuk melindungi pantai dan sungai. 4. Pengembangan pola ruang kawasan lindung dengan penekanan pada
ekosistem : Mangrove
• Rehabilitasi dan reboisasi habitat hutan mangrove • Penyusunan konsep dan strategi pengelolaan wilayah yang
ditetapkan dan direncanakan sebagai kawasan konservasi antar sektor, termasuk pengembangan langkah koordinatif lintas sektor.
• Pengembangan teknologi rehabilitasi yang sesuai dengan kondisi wilayah ekologis TAD
• Tetap mengacu pada RTRL yang sudah ada dengan penegasan pada penyusunan konsep dan strategi pengelolaan aktivitas alat
transportasi dalam hal pengaturan buangan limbahnya. Lamun
• Rehabilitasi habitat utama komunitas lamun pada beberapa sisi TAD guna mengembalikan peran dan fungsi padang lamun bagi
keberlanjutan rantai makanan pada perairan TAD.
• Pengaturan tata guna lahan atas termasuk pengelolaan keberadaan vegetasi dan sistem pengairan, sehingga tekanan lingkungan karena
sedimentasi dapat diminimalisasi. • Pengelolaan terhadap sistem pembuangan limbah industri dan
rumah tangga. • Penyusunan konsep dan strategi pengelolaan aktivitas alat
transportasi dalam hal pengaturan buangan limbahnya. Terumbu karang
• Pengaturan tata guna lahan atas termasuk pengelolaan keberadaan vegetasi dan sistem pengairan, sehingga tekanan lingkungan karena
sedimentasi dapat diminimalisasi. • Pengelolaan terhadap sistem pembuangan limbah industri dan
rumah tangga. • Penyusunan konsep dan strategi pengelolaan aktivitas alat
transportasi dalam hal pengaturan buangan limbahnya. 5. Penataan peran dan fungsi koordinasi lintas sektor dalam optimalisasi
pembanguan di TAD agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan, dan 6. Penataan sistem pemberlakuan hukum dan peraturan formal guna
menyelamatkan dan mengamankan posisi strategis TAD antara lain: sistem pengawasan terhadap pemanfaatan kawasan sesuai arahan
RTRW, mekanisme perizinan, pemberian sanksi dan ketentuan pidana. Arahan ini diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam
mengembalikan status kualitas air yang layak bagi aktivitas biologis ikan maupun sumber daya laut lainnya serta kehidupan manusia. Oleh karena ketika bahan-
bahan buangan dapat dieliminir dengan sistem pengelolaan kualitas lingkungan yang tepat, kelangsungan hidup biota laut dan kesehatan masyarakatpun dapat
terjamin. 8.3
Arah Pengembangan Wilayah TAD
Mencermati kondisi sebenarnya dari perairan TAD yang ternyata telah tercemar hasil analisis beban pencemaran dan penetapan status TAD, baik
karena kegiatan pembangunan di perairan TAD maupun di lahan atas, maka arah
pengembangan wilayah TAD harus memperhatikan komposisi dan besaran kegiatan pembangunan serta cara pengendalian pencemaran yang tepat, sehingga
dapat menjamin keberlanjutan ekonomi daerah secara keseluruhan maupun kota secara khusus.
Dalam kaitan dengan pengamanan dan pengembangan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat, maka upaya pengembangan pesisir, laut dan pulau
kecil, terus dilakukan guna menyelamatkan kondisi strategis wilayah ini termasuk perairan teluk Ambon. Oleh karena itu kebijakan strategis yang harus dilakukan
antara lain adalah : • Peningkatan koordinasi kelembagaan secara vertikal dan horizontal,
mengurangi berbagai konflik kepentingan atas wilayah kelola perairan Teluk Ambon Dalam; menurunnya kualitas perairan TAD akibat
pemanfaatan laut untuk berbagai kepentingan yang sifatnya kepemilikan bersama common properties. Pengelolaan lingkungan akan lebih berhasil
apabila dilakukan secara terkoordinir antar instansi pengguna ruang teluk yang dimanfaatkan bagi kepentingan masing-masing;
• Penguatan sistem kelembagaan, memperkuat juga sistem pengawasan terhadap pelaksanaan suatu produk hukum; penguatan mekanisma
diharapkan dapat mengakomodir produk-produk hukum yang lebih spesifik tentang daerah ini misalnya, produk peraturan daerah yang
merupakan implementasi UU dan PP; • Peningkatan penyadaran hukum baik oleh petugas pelaksana maupun oleh
masyarakat pengguna, mengurangi berbagai masalah penyimpangan hukum yang kerap dilakukan khususnya dalam hal penanganan masalah-
masalah lingkungan.
8.3.1 Penerapan Instrumen Pengendalian Lingkungan IPL
Masyarakat Indonesia saat ini masih kurang peduli akan masalah-masalah lingkungan. Perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah lingkungan
ditunjukkan dengan dikeluarkannya berbagai peraturan perundangan yang mengatur tentang lingkungan. Akan tetapi hingga saat ini justru permasalahan
lingkungan terus terjadi dimana-mana. Ketentuan tentang buangan air limbah
hanya dipatuhi oleh beberapa industri, sedangkan yang lainnya dengan bebas membuang limbahnya ke lingkungan sekitar tanpa rasa bersalah. Dalam kaitannya
dengan hasil penelitian ini, sebagai arahan di dalam mengendalikan pencemaran lingkungan yang terjadi di perairan TAD, maka perlu kembali memperhatikan dan
menerapkan langkah-langkah dalam Sistem Manajemen Lingkungan SML sebagai upaya meminimalisasi masuknya beban pencemaran ke lingkungan.
Sistem Manajemen Lingkungan menurut ISO 14001 dan ISO 14004, adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, kegiatan
perencanaan, tanggung
jawab, praktek,
prosedur dan sumber daya untuk mengembangkan, menerapkan, mengkaji, dan
mempertahankan kebijakan lingkungan. Manajemen yang efektif merupakan suatu hal yang harus menjadi salah satu tujuan, yang antara lain meliputi
perencanaan, dokumentasi, dan pelaksanaan SML. Di dalam sistem manajemen lingkungan ada lima unsur utama yakni kebijakan lingkungan, perencanaan,
pengkajian manajemen, pemeriksaan dan tindakan koreksi, serta penerapan dan operasi Gambar 101.
Gambar 101 Lima unsur utama Sistem Manajemen Lingkungan Hadiwiardjo 1997
Gambar 102, menyajikan urutan langkah-langkah untuk menerapkan SML di dalam suatu industri, yang didasarkan pada prinsip yang tertuang dalam
ISO 14004. Dikatakan bahwa urutan ini merupakan proses dalam keseimbangan dinamis, dimana kinerja lingkungan sebagai hasil sistem manajemen lingkungan
Pemeriksaan dan
Tindakan Koreksi
Penerapan dan Operasi
Sistem Manajemen
Lingkungan Pengkajian
Manajemen Perencanaan
Kebijakan Lingkungan
yang dapat diukur berkaitan dengan pengendalian dari organisasi terhadap lingkungannya, didasarkan pada kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran
lingkungan yaitu hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi, dan jasa perusahan yang dapat berinteraksi dengan lingkungan Hadiwiardjo 1997.
Selain kegiatan industri yang membutuhkan SML maka setiap kegiatan pembangunan juga harus menerapkan instrumen pengendalian lingkungan,
yakni analisis mengenai dampak lingkungan AMDAL. Analisis ini diharapkan dapat memberi masukan tentang keadaan sebenarnya sumber daya alam dan
lingkungan tempat suatu kegiatan akan dilakukan, serta usul-usul kongkrit perbaikan atau perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan.
Penyajian studi Amdal dengan masalah pokok yang diamati hendaknya memenuhi peraturan perundangan yang dikeluarkan pemerintah baik ditingkat nasional,
provinsi, khususnya dalam penekanan komponen yang dianggap penting. Canter 1977, diacu dalam Suratmo 2002, dalam melaksanakan
pendugaan dampak lingkungan dibagi ke dalam lima langkah Gambar 103 yakni: 1 Dasar basics; 2 Rona lingkungan description of environmental
setting; 3 Pendugaan dampak impact assessment; 4 Seleksi usulan aktivitas proyek selection of proposed action; dan 5 Penyusunan laporan Amdal
preparation of environmental impact statement. Pembagian proses pendugaan dampak lingkungan ke dalam lima langkah
tersebut baru merupakan langkah awal. Tiap-tiap langkah tersebut terdiri dari berbagai langkah yang sistematis urutannya. Ketepatan pendugaan dampak
lingkungan sangat tergantung pada tingkat keahlian dan pengalaman dari anggota tim.
Dalam rangka mengantisipasi pesatnya pembangunan, pemerintah provinsi dan kota juga berupaya terus melewati tahap-tahap ini, akan tetapi masih saja
terjadi pelanggaran atau penyimpangan dari dokumen AMDAL yang dihasilkan dari setiap kegiatan komunikasi interpersonal. Hal ini selain berhubungan
dengan kesadaran petugas yang berwewenang dalam pemberian sanksi juga kesadaran dari para pelaku kegiatan yang lebih mengejar keuntungan ekonomi
bagi dirinya, tanpa mempedulikan kerusakan lingkungan kasus pembangunan
BTN di desa Lateri.
Gambar 102
Urutan langkah untuk menerapkan SML di suatu perusahan
Hadiwiardjo 1997
Keterangan : ____ = Urutan langkah kerja ------ = Urutan langkah penggunaan informasi
Gambar 103 Skema langkah-langkah dalam melakukan pendugaan dampak lingkungan Canter 1977, diacu dalam Suratmo 2002
Tahap kelima pengkajian SML
PENYEMPURNAAN BERKELANJUTAN
Tahap Pertama Pengembangan dan Komitmen
terhadap Kebijakan Lingkungan
Tahap Kedua Perencanaan
Aspek Lingkungan dan Dampak Lingkungan terkait
Persyaratan perundang- undangan dan perusahan
Tujuan dan Sasaran Rencana kerja dan program
manajemen lingkungan
Tahap Ketiga Penerapan dan Operasi
Alokasi sumberdaya Struktur dan tanggungjawab
Kesadaran dan Pelatihan Komunikasi
Dokumentasi SML Pengendalian operasional;
program manajemen yang spesifik
Kesiapan dan Respons terhadap keadaan darurat
Tahap Keempat Evaluasi Berkala
Pemantauan Tindakan Koreksi
dan Pencegahan
Rekaman Audit SML
Seleksi Usulan Aktivitas Proyek
Pendugaan Dampak
Rona Lingkungan Dasar
Penyusunan Laporan
Beberapa usulan penanganan dampak dalam dokumen AMDAL ternyata diabaikan oleh perusahan sehingga terjadi sedimentasi yang sangat luas di daerah
pantai Passo dan Lateri. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap hasil analisis merupakan hal penting di dalam pengelolaan lingkungan.
Kalau dilihat bahwa AMDAL merupakan salah satu studi kelayakan lingkungan yang diisyaratkan untuk mendapatkan perijinan, selain studi kelayakan
teknis dan studi kelayakan ekonomis, seharusnya AMDAL dilaksanakan bersama- sama, sehingga dari ketiga studi kelayakan tersebut dapat saling memberikan
masukan sehingga dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek atau aktivitas pembangunan mana saja. Terutama dampak
lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknis atau dapat disebut sebagai penekanan dampak negatif dengan engineering approach maupun
pendekatan limbahwaste approach Gambar 104.
Gambar 104 Pengendalian dampak lingkungan dengan pendekatan limbah waste approach Hadiwiardjo 1997
8.3.2 Pengendalian Limbah Rumah Tangga
Secara umum dengan tidak mengurangi nilai manfaat dari instrumen sosial budaya dan ekonomi, strategi pengelolaan pencemaran untuk mengurangi beban
pencemaran di TAD lebih dititik beratkan pada penggunaan instrumen teknologi yaitu dengan pendekatan metode 3R reuse, recycle dan reduce. Mempelajari
sistem penanganan dan pengelolaan limbah yang sekarang dilakukan oleh pemerintah kota Ambon dengan mekanisme penanganan yang belum maksimal
Studi Kelayakan Teknis
Studi Kelayakan Ekonomis
Studi Kelayakan Lingkungan Amdal
Proyek berjalan
Dampak Lingkungan
Pengelolaan Lingkungan
maka berikut ini di usulkan langkah pengendalian berdasarkan sumber pencemaran itu sendiri. Untuk mengendalikan pencemaran yang bersumber dari
aktivitas rumah tangga di usulkan untuk menggunakan langkah dan teknologi yang di pakai oleh masyarakat peduli sampah Indonesia sebagai yang diuraikan
berikut ini. Kwadrati 2007 dalam http:pedulisampah.orgblog~3RbwPvqtT3Q8
2008, menjelaskan bahwa penanganan sampah dari segi teknologi tidak akan tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan kombinasi
dari berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai sistem pengelolaan sampah terpadu. Sistem pengelolaan sampah terpadu tersebut setidaknya
mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah reduce, daur ulang recycle dan pemanfaatan kembali reuse, pengkomposan, pembakaran
incinerate dan pembuangan akhir landfilling. Pengelolaan sampah sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak dari sumber
sampai dengan pembuangan akhir. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengelolaan sampah terpadu
adalah: penanganan sampah pada sumbernya yaitu semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan.
Penanganan sampah di sumbernya dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya. Penanganan sampah pada
tahap ini dapat mengendalikan timbulan sampah. Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan sorting, yaitu memilah
antara sampah organik, anorganik dan sampah berbahaya B3. Sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali reuse contohnya : menggunakan kembali botol dan
wadah kemasan produk untuk penyimpanan daripada membeli baru dan tidak membuang barang yang masih layak digunakan namun memberikannya kepada
yang membutuhkan. Selain itu dapat di daur ulang misalnya kaleng bekas susu untuk membuat mainan atau mempersilahkan pemulung mengambilnya untuk
didaur ulang. Sampah organik dapat memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu dijadikan kompos atau pakan ternak. Sedangkan sampah berbahaya harus
ditangani secara khusus untuk menetralisirkannya dari pengaruh bahan pencemaran. Sampah ini harus dipisahkan dari yang lainnya sehingga proses
daur ulang lebih cepat dan menghasilkan produk yang bebas dari bahan berbahaya. Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk
mereduksi besarnya timbunan sampah reduce Kwadrati 2008 dalam http:pedulisampah.orgblog~3RbwPvqtT3Q82008.
8.3.3 Pengendalian Limbah Industri
Selanjutnya limbah dari kegiatan industri juga perlu diperhatikan, oleh karena produksi limbah industri biasanya mengandung limbah B3. Diketahui
bahwa setiap limbah yang dihasilkan oleh suatu perusahan menjadi kewajiban pengusaha untuk mengelolanya agar limbah yang dihasilkan tidak membahayakan
lingkungan sekitarnya. Artinya limbahnya harus memenuhi baku mutu air buangan effluent standards. Untuk melaksanakan tujuan tersebut oleh Ginting
2007 diperkenalkan penggunaan teknologi bersih clean technology yang menerapkan prinsip sebagai berikut:
• Penghematan bahan baku Prinsip ini berdasarkan pada pemikiran bahwa untuk penunjang proses
produksi dibutuhkan bahan baku dan bahan penolong untuk melengkapi bahan baku tersebut. Kedua bahan inilah yang menjadi potensi terjadinya
pencemaran, karena sifat bahan penolong yang berbahaya dan beracun. Penggunaan bahan baku dalam jumlah yang relatif banyak akan
menghasilkan bahan pencemar yang banyak pula sehingga membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih tinggi. Akibatnya sumber daya alam
sebagai bahan baku akan terkerus dan makin berkurang, demikian juga dengan tingkat kerusakan lingkungan. Oleh karena kecepatan pemanfaatan
lebih cepat dari kesempatan pemulihan sumber daya alam dan lingkungan tersebut. Langkah penghematan penggunaan bahan baku dapat mencegah
timbulnya kerusakan lingkungan karena tingginya tingkat eksploitasi sumber daya alam.
• Minimalisasi limbah Limbah cair merupakan limbah yang ikut dalam proses produksi baik
dalam bahan baku maupun dalam bahan penolong yang pada akhir produksi dibuang. Oleh karena itu ada dua hal penting disini yaitu
penghematan penggunaan air sebagai bahan penolong, artinya gunakan air sesuai kebutuhan jangan berlebihan dan kedua yaitu perbaikan proses
produksi agar limbah yang dihasilkan mengandung senyawa pencemar sekecil mungkin. Meminimalkan limbah berarti mengurangi resiko
lingkungan dan resiko terhadap manusia. • Pencegahan
Langkah pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan adalah dengan penerapan teknologi yang tepat untuk mengelola limbah yang dihasilkan
dari suatu kegiatan. Pilihan teknologi dapat diantisipasi dengan AMDAL. Analisis ini meliputi evaluasi dan informasi yang diberikan lingkungan
baik bagi industri yang sudah maupun rencana baru. Usaha pencegahan, pengendalian dan penanggulangan pencemaran serta dampak lain yang
ditimbulkan yaitu dengan pendekatan teknologi, ekonomi dan institusional.
• Daur ulang Recycle Daur ulang diartikan sebagai penggunaan ulang bahan-bahan yang sudah
terbuang. Bila penggunaan kembali pada saat yang relatif singkat maka daur ulang ini dapat meningkatkan efisiensi pabrik sampah kertas dan
plastik. Dalam konteks TAD maka metode ini diusulkan untuk pabrik kertas.
• Reuse Pengendalian pencemaran akibat industri secara teknis umumnya
dilakukan dengan peralatan yang sesuai. Sampah-sampah pabrik diolah dahulu sebelum dibuang. Air buangan diolah dengan cara yang lebih
teknis sehingga memenuhi baku mutu air buangan dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Misalnya untuk limbah dari PLN sebaiknya
menerapkan metode reuse ini, sehingga limbah air panas dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
• Recovery Recovery limbah adalah pemungutan bahan-bahan buangan atau limbah
yang masih mempunyai nilai ekonomis kemudian diproses lagi secara teknologi untuk tujuan tertentu dan menghasilkan hasil yang lain dari
semula. Misalnya limbah logam dapat di proses dan dibentuk menjadi bentuk lain yang bernilai ekonomis.
• Instalasi Pengolah Air Limbah IPAL Pengendalian pencemaran yang dikenal masyarakat adalah menggunakan
instalasi pengolahan limbah. Pengolahan limbah ini seperti sistem pabrik, karena limbah sendiri sebagai bahan baku. Instalasi ini menggunakan
bermacam metode, tergantung pada jenis bahan pencemar, volume limbah yang diolah, baku mutu buangan. Untuk kasus TAD metode ini disarankan
dibangun di hotel, restoran, kantor, sekolah dan kawasan pemukiman baru.
8.3.4 Pengendalian Limbah Pertanian
Limbah pertanian yang dimaksud adalah limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk nitrogen dan fosfat untuk
tujuan penyuburan tanah dan tanaman, sehingga potensi terjadi eutrofikasi ekosistem pesisir dan laut. Eutrofikasi merupakan permasalahan lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah fosfat dan nitrat. Air dikatakan euotropik bila konsentrasi total fosfat dalam air berada pada kisaran 35-100 µgl
images.suplirahim.multiply.content.com...pencemaran. Fosfat di alam itu berasal 17 berasal dari kegiatan pertanian disamping kurang lebih 23 berasal
dari limbah rumah tangga. Eutrofikasi yang terjadi dalam perairan selain memberi dampak positif kepada peningkatan pertumbuhan mikroorganisme atau
mikroalgae tetapi juga dampak negatif yaitu terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut tentu hal ini akan membahayakan kehidupan organisme yang
membutuhkannya. Oleh karena itu diperlukan langkah pencegahan atau pengendalian dalam
mengatasi masalah ini antara lain: • Mekanisme penggunaan pupuk organik menjadi alternatif mencapai
produktivitas optimum. Upaya pengembangan budidaya organik terus dilakukan dewasa ini untuk mengatasi penggunaan pupuk N dan P.
Penggunaan jasad renik penambat nitrogen udara, baik yang hidup bebas maupun yang hidup bersimbiosis dengan tanaman tingkat tinggi
legum, terbukti dapat mengurangi banyak kebutuhan pupuk nitrogen
buatan. Pendauran ulang sisa atau limbah hayati, baik melalui pencernaan ternak yang menghasilkan kotoran ternak atau pupuk
kandang, melalui pengomposan yang menghasilkan kompos, maupun melalui perombakan biologi langsung dalam tanah yang merupakan
pupuk hijau, tidak sedikit mengurangi kebutuhan pupuk buatan, khususnya pupuk N dan P www.bsi.ac.d?lang=inid=77.
• Langkah pengendalian yang lain yaitu melalui kebijakan perindustrian Indonesia yaitu dengan mengimbau para pengusaha industri sabun dan
deterjen untuk tidak lagi menggunakan additive agent yang mengandung fosfat dalam produk-produk deterjen. Demikian juga
untuk industri makanan dan minuman dianjurkan untuk tidak menggunakan aditif fosfat images.suplirahim.multiply.content.com...
pencemaran.
IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Hasil analisis beban pencemaran terhadap beberapa parameter kualitas
lingkungan menunjukkan bahwa dari sumber-sumber sungai, darat maupun laut ternyata masing-masing memberikan kontribusi limbah
dengan persentase yang berbeda-beda. Akan tetapi semua sumber tersebut memberi gambaran tentang besarnya beban pencemaran akibat akumulasi
berbagai kegiatan yang selama ini dilakukan di dan sekitar teluk, sehingga status Teluk Ambon Dalam dikatakan telah tercemar. Hal ini juga
ditunjang dengan hasil analisis terhadap komponen biologi seperti mangrove, lamun dan bentos yang walaupun memerlukan waktu yang
relatif lama untuk mengalami perubahan akibat pencemaran, akan tetapi analisis terhadap komponen ini menunjukkan adanya tekanan akibat
pemanfaatan yang telah dilakukan selama ini.
2 Berdasarkan pendekatan parameter indikator didapatkan bahwa kapasitas
asimilasi perairan TAD lebih kecil dari beban pencemaran. Hal ini berarti terbuka kemungkinan bahwa perairan TAD telah mengalami pencemaran
lingkungan.
3 Hasil analisis terhadap debit aliran dan muatan sedimen didapatkan bahwa
pola dan tingkat sedimentasi sangat bervariasi berdasarkan musim serta sumbangan dari karakteristik fisik masing-masing sungai yang dianalsis.
4 Teluk Ambon Dalam diusulkan tetap memiliki kawasan konservasi suaka
alam, kawasan konservasi dan preservasi, serta kawasan konservasi dan rehabilitasi. Sedangkan untuk kepentingan pemanfaatan maka TAD juga
dapat tetap dipakai sebagai lokasi kegiatan budidaya dan penangkapan serta wisata pancing. Akan tetapi dengan usulan mengurangi jumlah unit
KJA yang beroperasi dan sebaiknya hanya untuk jenis ikan. 5
Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan yang sudah terjadi
maka strategi pengelolaan pencemaran TAD adalah dengan strategi pengurangan beban limbah dengan pendekatan teknologi reuse, recycle
dan reduce, sosial budaya, ekonomi, hukum dan kelembagaan, pengusulan zonasi TAD dan lahan atas termasuk penataan jaringan
pengairan dan pengendalian pencemaran
9.2
Saran
Mengamati potensi TAD yang ada serta ketertarikan berbagai pihak untuk memanfaatkannya, maka demi keberlanjutan ekosistem ini di masa depan, para
pengguna termasuk pemerintah disarankan untuk kembali mematuhi instrumen hukum yang dapat mengendalikan seluruh proses pemanfaatan teluk secara
bijaksana. Selain itu intrumen teknis yang digambarkan dalam penelitian ini juga dapat membantu menjawab permasalahan meningkatnya beban limbah dari
masing-masing sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Abel P.D. 1989. Water Pollution Biology. Departement of Biology Sunderland
Polytechnic. Chichester : Ellis Horwood Limited Publisher. 231p. Abbott R. T. 1991. Shell of South Asia. Singapore : Graham Brash. 145p.
Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta. : Penerbit Andi. Hal: 17
Achmad R. 2005. Kimia Lingkungan. Yogyakarta. : Penerbit Andi. Hal: 171 Andrew W.A, D. K. Moore and A.C. LeRoy. 1972. A Guide to The Study of
Environmental Pollution. Ontario: Publication Prentice-Hall of Canada, Ltd, Scarborough. 260p.
Anna S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta.. Thesis Program Pasca Sarjana.IPB. Bogor. Hal:135.
Anyakora C, M.Arbabi and H.Coker. 2008. A Screen for Benzoapyrene in Fish Samples from Crude Oil Polluted Environments. American
Journal of Environmental Sciences 42:145-150p.Science Publications. http:www.scipub.orgfulltexdajes.
Arisandi 2001. http:ecoton.terranet. Arisandi P. 2002. Limbah Aneka Kimia Nusantara Musnahkan Kehidupan Biota
Air Jatim Butuh Gubernur baru guna Pulihkan Kali Surabaya. aradinovyahoo.com 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Indikator
Kualitas Perairan Pesisir. Asdak C. 2002. Kualitas Air dan Kematian Massal Ikan. http:www.pikiran-
rakyat.comcetak030404Cakrawalaindex.htm Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta.:
Gadjah Mada University Press. Hal: 614. Apperley L.W and A.J. Raudkivi. 1989. The Entrainment of Sediment by The
Turbulent Flow of Water. Hydrobiologia Journal. Belgium : Kluwer Academic Publ. 39-49p
Bacci E. 1994. Ecotoxicology of Organic Contamination. Boca Raton Ann Arbor London Tokyo : Lewis Publ. 165p.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Ekologi dan Potensi Sumberdaya Perikanan.Lembata,
Nusa Tenggara Timur. Hal: 157.
Bengen D.G. 2001. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor: PKSPL-IPB dan Coastal Resources Management Project Coastal
Resources Center University of Rhode Island. 159p. Bengen D.G. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Bogor: PKSPL-IPB. Hal:56. Bengen D.G. 2004. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor :
PKSPL-IPB. Hal: 56. Beegan C. 2005. Development of Sediment Quality Objective for California’s
Enclose Bays and Estuaries. Journal of Hydraulic Engineering, Vol.131, No.1.
Bhowmik N.G and J.R. Adams. 1989. Successional changes in Habitat Caused by Sedimentation in Navigation Pools. Hydrobiologia Journal. Belgium:
Kluwer Academic Publ. Bidang Pengembangan Informasi dan Kemitraan Lingkungan BPIKL –KLH RI
2005. Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Cicin-Sain B And R.W. Knecht 1998. Integrated Coastal and Ocean
Management, Concepts and Practices. Washington D.C, Covelo, California: Island Press. 517p.
Clark R.B. 1986. Marine Pollution. Oxford : Clarendon Press. 209p. Dahuri R, J.Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Jakarta. : PT. Pradnya Paramita. Hal: 328.
Dahuri R. 1997. Coastal and Marine Pollution. Paper presented at Workshop on Program Leadership for Environment and Development LEAD,
Yayasan Pembangunan Berkelanjutan. Dahuri R. 1999. Mitigasi Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Lautan. Makala
Seminar Nasional tentang Teknologi Pengolahan Limbah dan Pengelolaan Lingkungan. BPPT Jakarta.
Dahuri R. 2000 . Analisa Environmental Governance di Bidang Kelautan. Paper. Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan Untuk Kesejahteraan
Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia LISPI. Jakarta. Hal:145.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.. Hal: 410.
Dahuri R. 2009. Melirik Ekonomi Kelautan. www.sirkulasikoranjakarta.com Darmono 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hal : 179.
Davis D and D.F. Gartside. 2001. Challenges for Economic Policy in Sustainable Management of Marine Nature Resources. Journal Ecological
Economics. Elsevier Science. Den Hartoc C. 1970. The Seagrass of the World. Amsterdam: North Holland
Publishing Company. Amsterdam. 275p. Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. 2007. Laporan Tahunan
DKP - Maluku tahun 2006. Ambon: DKP. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2002. Keputusan
Menteri Negara Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 342002 tentang Perencanaan Tata Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan.2001. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir.Jakarta:
DKP. Diha M.A Dan S.E.Rahim 2001. Permasalahan Pengelolaan DAS Musi yang
berhubungan dengan Pewilayahan. Jurnal. Lingkungan Pembangunan 214; Hal: 340-348.
Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. Jakarta : Penerbit PT. Sarana Graha. Hal : 111.
Dharma B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia. Indonesia Shells Vol. II. Wiesbaden : Verlag Christa Hemmen. Hal: 135.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dan Universitas Pattimura Ambon. 2003. Data dan Informasi Sumberdaya Perikanan Provinsi
Maluku. Ambon: DKP-UNPATTI Djajadiningrat S.T dan H. H. Amir. 1991. Penilaian secara cepat sumber-sumber
pencemaran air, tanah dan udara. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal: 148.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal:258
Fachrul M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Hal:198.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Freedman 1995. Benthic Invertebrates Various Surveys have Demostrated.
Environmental Ecology.The Ecological Effect of Pollution. Book.google.co.idbook?isbn=0122665422
Francioni E, A.De L.R. Wagener, A.L. Scofield, M.H. Depledge dan B.Cavalier. 2007. Evaluation of The Mussel Perna perna as a Biomonitor of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbon PAH Exposure and Effects. angelardc.puc-rio.br A. de L.R. Wagener. htt:
www.elsevier.comlocatemarpolbul Marine Pollution Bulletin 54 2007 329–338p.
Ford A. 1999. Modelling the Environment An Introduction to System Dynamic Models of Environmental Systems. Washington : Island Press
Geyer R.A 1980. Marine Environmental Pollution 1. Elsivier Scintific Amsterdam : Publ.Company.
Gesamp 1989. Atmospheric input of Trace Species to the World Ocean. Athens: GESAMP Working Group No.14,X1X4.
Gerlach S.A. 1981. Marine Pollution Diagnosis and Therapy. Spinger-Verlag, Berlin Heidelberg New York. 217p.
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Limbah Industri. http:www.yrama-widya.co.id. Bandung Hal: 73-82.
Guitart C, N. Garci’a-Flor, J. M. Bayona and J. Albaige’s. 2007. Occurrence and fate of polycyclic aromatic hydrocarbons in the coastal
surface microlayer.albqamcid.csic.es
J.Albaige´s. www.elsevier.comlocatemarpolbul Marine Pollution Bulletin 54 2007
Hal: 186–194.
Hadi A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Hadiwiardjo B.H. 1997. ISO 14001 Paduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Hal: 304. Hamzah M.S dan L.F Wenno. 1987. Sirkulasi Arus di Teluk Ambon. Teluk
Ambon I, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi. Ambon: BPPSDL-PPPO-LIPI. Hal: 91-101.
Holden and Marsden. 1969. PAHs Analysis Methods. www.scribd.com... Environmental- Protection –Agency-ecossl-pah.
http:pedulisampah.orgblog~3RbwPvqtT3Q82008 . Pengelolaan Sampah Terpadu. Waste Management Journal.
http:www.Dephut.co.id. 2002. Kerusakan Lingkungan Hidup. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta.
http:www.redaksidamandiri 2003. http:regional.coremap 2006. Survei Potensi dan Pemetaan Kondisi Terumbu
Karang Lokasi Coremap II Kabupaten Selayar. http:www.science.jrank.orgpages5398Polyclic.Aromatic Hydocarbon.html.
Journal http:www.iptek.net.idindmnu.2008
http:digilib.upi.edupascasubmittedetd http:www.abdulkadirsalam.comindex2.php?option=com_contentdo
http:www.elsevier.comlocatemarpolbul Marine Pollution Bulletin 54. 2007.
214–225pp. http:images.suplirahim.multiply.content.com...pencemaran. Jurnal Pencemaran
Alam Sekitar. http:massofa.wordpress.com2008
http:www.bsi.ac.id?lang=inid=77. Bina Sarana Informatika Journal Official
WebsiteTridarma Ilmu Tanah Jasen S, V.Veit, G.Dudel and A. Altenburger. 2007. On Ecological Perspective
in Aquatic Ecotoxicology Approaches and Challenges. GfO Ecological Society
of Germany, Austria and Switzerland Journal. Published:Elsivier.
Jensen, J.R., 1996. Introductory Digital Image Processing. A Remote Sensing Perspective. Second Edition. Prentice Hall, New Jersey. 316 pp.
Johnson,R.A and D.W.Wichern. Applied Multivariate Statistical Analysis.New Prentice Hall, Englewood. Jersey. 359p.
Kartahadimadja F.A.A dan J.I. Pariwono. 1994. Penyebaran Padatan Tersuspensi dan Perubahan Bentuk Pantai di Muara Sungai Cimandiri, Teluk
Pelabuhan Ratu, Ditenjau dari Citra Penginderaan Jauh. Jurnal Ilmu- Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Vol.II,No 1.
Kay E.A. 1979. Hawaiian Marine Shells. Reef and Shore Fauna of Hawaii, Section 4: Mollusca. Honolulu : Bernice P.Bishop Museum Special Publ
644. 653p.
Kenneth R. W. 1997. The Encyclopedia of Shells. Australia: Published by Sandstones books.288p.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.47 Tahun 2001. Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. Jakarta.
Krebs C. J. 1989. Ecological Methodology. University of British
Columbia.Harper.Inc.New York. Kodoatie R dan R.Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Penerbit ANDI Yogyakarta. Hal: 355. Lee C.D, S.B.Wang and C.L.Kuo. 1978. Benthic Macroinvertebrates and Fish as
Biological Indicator of Water Quality with Reference to Community Diversity Development Countries. Bangkok. p.233.
Libes Susan.M. 1992. An Introduction To Marine Biogeochemistry. John Wiley Sons,Inc. New York.734p.
Lillesand, T.M and R.W. Kiefer. 1997. Remote Sensing and Image Interpretation. Jhon Wiley and Sons, New York.
Levinton, J.S. 1995. Marine Biology Function, Biodiversity, Ecology. Oxford University Press. Oxford. 420p.
Liu W.X , J.L. Chen , X.M. Lin Dan S. Tao. 2007. Spatial distribution and species composition of PAHs in surface sediments from the Bohai Sea.
wxliuurban.pku.edu.cn .Marine Pollution Bulletin 54, 97–116pp. Losic S, J.Majewski and K.Ann. 2005. Chrysene
Journal. http:www.waterloo.cabiology447Assignments1chrysenechrysene.ht
m. Losic S, J.Majewski and K.Ann. 2005. Chemical Sampling Information:
Chrysene.Journal.http:www.asha.govdtschemicalsamplingdataCH_2 28725.html.
Mainassy B. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ambon Dalam. Ambon. Thesis
Program Pasca Sarjana.Universitas Pattimura. Ambon. Magurran A 1988. Ecological Diversity and Measurement. Princeton University
Press. Princeton,New Jersey. 178p.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 042001 tentang Kriteria Baku
Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta: KLH.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2002. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 582002 tentang Pejabat Pengawasan
Lingkungan Hidup di Provinsi Kabupaten Kota. Jakarta: KLH. Menteri Negara Lingkungan Hidup.2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 1122003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Jakarta: KLH.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 512004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Jakarta: KLH.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 1152003 tentang Pedoman Penentuan
Status Mutu Air. Jakarta: KLH Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 2002004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Jakarta :
KLH
Menteri Negara Lingkungan Hidup.2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 2012004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Jakarta: KLH..
Menteri Negara Lingkungan Hidup.2004. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Dampak Pembangunan pada DAS bagian 2
Pencemaran, Pengaruh Kuantitas dan Kualitas Air. Jakarta : KLH.
Morain S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical-Political Eguation. On Word Press. USA. 361 pp.
Moriarty F. 1983. Ecotoxicology. The Study of Pollutants in Ecosystems. Academic Press. London. 289pp.
Muhammadi., E.Aminullah dan B.Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis. Lingkungan Hidup, Sosial, ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.
Hal: 415. Machbub B. 2004. Pengelolaan Kualitas Lingkungan Daerah Aliran Sungai untuk
Menunjang Pembangunan yang Berkelanjutan. Jurnal: Lingkungan dan Pembangunan 242; Jakarta. Hal: 137-157.
Manahan 1994. http: www.geocities.com RainForest Vines4301articles.html
Manttjik A. A dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Hal:276. Maryono A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 162. Mitchell B, B.Setiawan dan D.H.Rahmi. 2003. Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 498p. Mukhtasor 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.
Hal: 322. Mulyanto H.R. 2007. Pengembangan Sumberdaya Air Terpadu. Graha
Ilmu.Yogyakarta. Hal: 96. Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Penterjamah:
M.Iedman; Koesoebiono; Dietrich; Hutomo; dan Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta. Hal: 459.
Odum E.P. 1971. Fundamental of Ecology, 3rd ed, W.B. Saunders Company, Philadelphia and London. 574p.
Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. Hal: 152.
Peacock E.E, G. R. Hampson , R. K. Nelson , Li Xu , G. S. Frysinger , R.B. Gaines, J. W. Farrington , B. W. Tripp , Ch. M. Reddy . 2007. The 1974
spill of the Bouchard 65 oil barge: Petroleum hydrocarbons persist in Winsor Cove salt marsh sediments. epeacockwhoi.edu E.E. Peacock.
Pentury R. 1997. Algoritma Pendugaan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Teluk Ambon dengan Menggunakan Citra Landsat TM [Thesis]. Bogor:
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hal: 52. Pemerintah Kecamatan. 2007. Kecamatan Teluk Ambon Baguala dalam Anggka.
Ambon: Balai Pusat Statistik Kota Ambon. Hal: 81. Pemerintah Kota Ambon dan Universitas Pattimura, 2002. Data dan Informasi
Sumberdaya Perikanan Kota Ambon Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 1996 tentang Perairan Indonesia. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia.1997. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia.2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air serta penerapannya di lapangan.Jakarta. Hal 58. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta. Poplawski W.A, J. Piorewicz and M.R. Gourlay. 1989. Sediment Transport in An
Inland River in North Qeensland. Hydrobiologia Journal. Belgium : Kluwer Academic Publ. 77-92p.
www.southwestnrm.org.au...Annotated-Bibliography-of Literature-on- the condition-of-Queensland-Streams-and-Rivers.pdf
Pramudji 1987. Kondisi Hutan Mangrove di Daerah Pantai Teluk Ambon. Teluk Ambon I Jurnal, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi.
BPPSDL-PPPO-LIPI. Ambon. Hal: 34-40. Pramudji 1989. Studi Tegakan Sonneratia alba di Daerah Passo Ambon. Teluk
Ambon II Jurnal, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi. BPPSDL-PPPO-LIPI. Ambon. Hal: 59-62.
Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung. Hal: 334.
Pulumahuny 1989. Studi Produktivitas Mangrove di Teluk Ambon Bagian Dalam. Teluk Ambon II Jurnal, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan
Geologi. BPPSDL-PPPO-LIPI. Ambon. Hal:53-58. Romimohtarto K. 2008. Kualitas Air dalam Budidaya Laut.
Salm RV, Clark JR and Siirila C. 2000. Marine and Coastal Protected Areas: A
Guide for Planners and Managers. Third Edition. International Union For Conservation of Nature and Natural Resurces, Bland. Swtzerland.
Setyono D.E.D. 1993. Distribusi dan Dominasi Lamun Seagrass di Teluk Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya.Jurnal. Jakarta : Balai Litbang
Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI. Hal: 61-68. Sinurat M.R. 2002. Analisis Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
Di wilayah Pesisir Timur Rawa Sragi Kabupaten Lampung Selatan [Thesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Soemarwoto O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta : Penerbit Djambatan. Hal: 381.
Soselissa A. 2006. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabopaten Biak Numfor, Papua.
[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Sosrodarsono S dan Takeda K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta : PT.Pradnya Paramita. Hal : 226.
Sulardiono B. 1997. Evaluasi Beban Pencemaran dan Kualitas Perairan Pesisir Kotamadya Semarang [Thesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Sumberdaya Alam
di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal : 246.
Supriharyono 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal: 428.
Suratmo G.F. 2002. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadja Mada Press. Hal: 313.
Sutarna I.N. 1989. Kondisi Karang di Teluk Ambon Bagian Dalam, Pulau Ambon. Teluk Ambon II Jurnal, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan
Geologi. Ambon: BPPSDL-PPPO-LIPI. Hal: 18-22. Suyono M.S. 1995. Hidrologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada. Tarigan Z dan Sapulette. 1987. Konsentrasi Nitrat di Teluk Ambon. Prosiding
dari Simposium Teluk Ambon. Ambon. Tarigan Z dan Sapulette. 1987. Perubahan Musiman Suhu Air Laut di Teluk
Ambon Dalam. Teluk Ambon I Jurnal, Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi. Ambon: BPPSDL-PPPO-LIPI. Hal: 81-90
Tarigan M.S dan L.F. Wenno. 1991. Upwelling in Ambon Bay. Perairan Maluku dan sekitarnya.
Tomezak 2000. Flushing Time. Matthias.tomezakflinders.edu.au Tomezak M. 2000. Sediment Transport in Estuaries. contact address:
matthias.tomezakflinders.edu.au. UNESCOWHOUNEP. 1992. Water Quality Assessments. Edited by Chapman,
London : D.Chapman and Hall Ltd. Wagey G.A. 2002. Ecology and Physiology of Phytoplankton in Ambon Bay.
Indonesia. Doctor Disertation. The University of British Columbia. 184p.
Wardhana A.W. 1999; 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal: 459.