Pengaruh Flushing Time waktu dirus terhadap Kapasitas Asimilasi

selanjutnya. Pengelolaan kawasan konservasi atau lindung tentunya dilakukan dengan pertimbangan baik dari segi ekonomi, lingkungan maupun sosial budaya. Pertimbangan ekonomi berkaitan dengan nilai ekonomi dari sumber daya alam yang ada di perairan TAD yang akan dikelola artinya apakah sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setiap hari serta dapat dimanfaatkan sebagai daerah pariwisata. Pertimbangan lingkungan dalam pengelolaan kawasan lindung antara lain, apakah keberadaan hutan mangrove dapat melindungi sumber daya alam laut lain di dalamnya ikan dan non ikan atau tidak; hutan mangrove dapat melindungi pantai dari pukulan ombak dan abrasi; serta dapat menyerap bahan-bahan pencemar tertentu. Sedangkan pertimbangan sosial budaya apakah rencana pengelolaan ini penting bagi kehidupan masyarakat sekitarnya? Bertolak dari beberapa pertimbangan di atas maka rencana kawasan lindung lokal dan zona penyangga hutan mangrove diarahkan pada wilayah- wilayah dimana ditemukan hutan mangrove dan terumbu karang Gambar 88. Rencana kawasan lindung tersebut meliputi : • Kawasan Hutan Mangrove pada : 1 pesisir pantai desa Lateri, Passo dan Waiheru pada Teluk Ambon Dalam, 2 pesisir pantai desa Tawiri, dan 3 pesisir pantai Desa Rutong dengan luasan areal secara keseluruhan 64.39 ha. Penetapan zona perlindungan dan zona penyangga Hutan mangrove dengan pendekatan jarak penyangga rata- rata 100 meter untuk zona penyangga yang belum termanfaatkan serta penyesuaian penyangga dengan jarak sesuai ruang yang sudah termanfaatkan; • Kawasan Terumbu Karang Hative Besar, Tawiri, Amahusu dan Eri sampai dengan desa Seilale yang memiliki persen tutupan karang hidup lebih dari 75 kawasan TAL. Arahan yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan lindung lokal antara lain : 1. Arahan Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove • Rehabilitasi habitat utama hutan mangrove disertai penyusunan konsep dan strategi pengelolaannya lintas sektor; • Pengembangan rencana detail pengelolaan kawasan konservasi hutan bakau; • Integrasi kelembagaan pengelola kawasan konservasi hutan mangrove; • Melakukan monitoring dan evaluasi serta upaya penyadaran melalui pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat nelayan dan pesisir kota Ambon; • Menyusun rencana pengelolaan terpadu kawasan hutan mangrove; • Pengembangan konsep pengelolaan berbasis masyarakat; • Penetapan aturan formal tingkat daerah untuk perlindungan kawasan hutan mangrove dan kawasan penyangganya. 2. Arahan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang • Upaya pengaturan tata guna lahan daratan, serta reboisasi vegetasi terutama pada lahan atas adalah penting untuk meminimalkan tekanan sedimentasi terhadap ekosistem terumbu karang di perairan pesisir; • Manajemen limbah rumah tangga dan fasilitas umum juga penting sehingga laut dan lingkungan pesisir tidak dijadikan tempat pembuangan sampah yang mudah dan murah oleh penduduk yang berdomisili di sekitar areal terumbu karang; • Penataan sistem pemanfaatan serta pengaturan terhadap alat tangkap serta pengembangan teknologi metode pemanfataan yang tertuang dalam suatu tata aturan yang didasarkan pada kajian sumber daya, lingkungan dan teknologi; • Pendidikan dan latihan, penyuluhan, serta pendampingan yang intensif merupakan program penting dalam sistem pengelolaan guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran konservasi bagi masyarakat pengguna terumbu karang serta masyarakat pada umumnya; • Terhadap sejumlah lokasi terumbu karang yang telah menurun kualitasnya, maka upaya pengelolaan melalui pendekatan rehabilitasi menjadi prioritas utama guna mengembalikan fungsimanfaat alamiahnya; • Untuk areal-areal dasar perairan sekitar terumbu karang yang substrat dasarnya berpasir, perlu diadopsi metode transplantasi guna mengembangkan luasan areal terumbunya, dan sekaligus membantu mengembangkan fungsi dan produksinya;