Ekosistem Lamun Ekosistem Terumbu Karang

tumbuhan mangrove dengan lapisan sedimen yang tebal, sehingga mengacam regenerasi stok ikan dan udang serta dapat terjadi pendangkalan perairan di depan ekosistem ini. Secara umum mangrove cukup tahan terhadap berbagai tekanan lingkungan. Namun demikian, mangrove sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpahan minyak. Keadaan ini menyebabkan penurunan kandungan oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi, dan dapat menyebabkan kematian mangrove.

b. Ekosistem Lamun

Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga Angiospermae yang memiliki rizhoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar perairan yang masih dijangkau oleh sinar matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan dangkal dengan air yang jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Sirkulasi air yang baik dapat menghantarkan zat-zat makanan dan oksigen, serta dapat mengangkut hasil metabolisma ke luar daerah padang lamun. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun. Namun padang lamun yang luas sering ditemukan pada tipe substrat lumpur berpasir. Padang lamun secara ekologis mempunyai fungsi penting bagi wilayah pesisir yaitu :1 Sebagai produsen detritus dan zat hara, 2 Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang, 3 Sebagai tempat mencari makan, berlindung dan memijah bagi beberapa biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di daerah ini, dan 4 Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan berbagai jenis ikan, kerang-kerangan, ekinodermata, sebagai tempat rekreasi atau pariwisata serta dapat sebagai pupuk hijau. Adapun dampak yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti sedimentasi antara lain dapat merusakan habitat total dari padang lamun, menimbulkan kekeruhan sehingga dapat mengganggu kehidupan beberapa biota yang menetap di ekosistem ini. Akibat kekeruhan yang tinggi akan menghentikan difusi oksigen terlarut ke dalam insang hewan, sehingga menyebabkan kematian. Tertutupnya permukaan daun lamun juga akan menghambat pertumbuhan tumbuhan lamun sendiri. Kehilangan padang lamun diindikasikan dengan hilangnya biota laut, terutama diakibatkan oleh kerusakan habitat.

c. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir daerah tropis. Pada umumnya terumbu terbentuk dari endapan- endapan masif kalsium karbonat CaCO 3 , yang dihasilkan oleh organisma karang pembentuk terumbu karang hermatipik dari filum Cnidaria, ordo Scleractina yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisma lain yang menyekresi kalsium karbonat. Ekosistem karang ditemukan pada daerah dangkal kedalaman perairan 50m dengan perairan yang jernih, suhu air yang hangat 18 o C, salinitas air yang konstan berkisar antara 30-36ppt, gerakan gelombang yang besar, sirkulasi air yang lancar serta terhindar dari sedimentasi Nybakken 1992. Pada ekosistem ini hidup beranekaragam avertebrata siput, kerang-kerangan, ekinodermata, beragam ikan, reptil ular laut dan penyu, ganggang dan rumput laut. Oleh karena itu terumbu karang berperan sebagai habitat tempat hidup biota-biota laut, tempat mencari makan feeding ground, tempat berlindung nursery ground dan tempat memijah spawning ground. Selain itu terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. Terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut : sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi, dan berbagai jenis ikan hias, sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur, sebagai bahan perhiasan serta sebagai bahan baku farmasi Bengen 2001. Selain uraian tentang kondisi ekosistem-ekosistem yang terkena dampak akibat sedimentasi, maka berdasarkan hasil penelitian Bhowmik dan Adams 1989 tentang deposit sedimen yang berasal dari sungai Mississippi, ternyata telah menyebabkan terjadinya suksesi habitat di daerah pelabuhan. Hal ini ternyata dapat merubah kedalaman relatif perairan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan habitat perairan, yang akhirnya merubah baik tumbuhan maupun hewan air yang semula hidup disitu. Darmono 2001 juga menjelaskan bahwa bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia anorganik asam, garam dan bahan toksik logam serta bahan organik menjadi bentuk bahan tersuspensi dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran polusi tertinggi dalam air. Kebanyakan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan oleh erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, dalam kenyataannya, kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi tanah pertanian, kehutanan dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan, mengurangi tanaman air melakukan fotosintesa, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insan ikan dan kerang tertutup sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Transport sedimen dapat diklasifikasikan: 1 melalui mekanisma transport: - bed load, mengandung pergerakan partikel-partikel yang berhubungan dengan partikel sedimen melalui penggumpalan dan saltation serta muatan suspensi; 2 melalui partikel sedimen alami: -tempat muatan material, mengandung partikel- partikel yang berasal dari tempat aliran serta muatan yang terbilas, mengandung partikel-partikel halus yang berasal dari daerah tangkapan upstream Poplawski et al. 1989. Selanjutnya penelitian yang dilakukannya untuk memprediksi transport sedimen di sungai North Queensland dengan mencoba menerapkan beberapa metode, dan hasilnya menunjukkan bahwa metode dari van Rijn 1984a,b,c kelihatannya lebih sesuai dibandingkan dengan lainnya, walaupun dalam kasus ini, cenderung menaksir terlalu tinggi laju transport sedimennya

2.2.4.4 Dampak Ekologi Pencemaran Minyak

Minyak terbentuk dari materi organik yang berasal dari organisma- organisma mati pada periode lampau. Kehadiran bahan organik tersebut ada hingga sekarang ini dalam bentuk fosil pada tempat-tempat dimana tidak ada oksigen yang menghambat dekomposisinya. Minyak merupakan senyawa komplek, mengandung ribuan molekul yang berbeda dari tempat berbeda. Komposisi minyak bervariasi tergantung pada umur minyak, formasi pembentukan, dan lain-lain. Variasi proses fisik, kimia dan biologi dapat berpengaruh ke nasib minyak bila masuk ke perairan. Proses-proses fisik maupun kimia tersebut secara cepat dapat beraksi terhadap hilangnya lapisan minyak dalam beberapa hari. Komponen-komponen minyak tersebut juga mempunyai residence time yang pendek sehingga sebahagian dapat tenggelam dan tersedimentasi di dasar. Sedimen dasar merupakan tempat akhir dari minyak yang tidak terurai. Pelepasan komponen minyak ke perairan akan membentuk suatu lapisan, hal ini berkaitan dengan kelarutan yang lambat dari kebanyakan komponen minyak tersebut. Kondisi arus, gelombang dan angin merupakan faktor fisik yang akan membantu menyebarkan lapisan minyak tersebut menjadi lapisan film yang tipis Lee et al. 1978, diacu dalam Geyer 1980. Menurut Gerlach 1981, kelompok dibawah ini dapat diidentifikasi sebagai hidrokarbon yaitu : 1. Alkana parafin, berhubungan dengan methana dan ethana; senyawa yang terdiri dari 5-7 atom C bersifat cair; parafin terdiri atas lebih dari 60 atam C; alkana relatif tidak beracun dan dapat terurai oleh bakteri. 2. Cycloalkana naphthen mengandung 5-6 atam C yang tersusun dalam rantai yang terdiri dari 30-60 minyak. Ditambahkan bahwa, cyclo-pentana dan cyclo-hexana adalah juga bicyclic dan polycyclic naphthen. Senyawa ini sangat tahan terhadap penguraian bakteri. 3. Aromatic mengandung 2-4 minyak; bentuk cincin adalah senyawa ringan contoh: benzena, toluene, dan xylene; bicyclic aromatic hydrocarbon khususnya naphthalen, tricyclic seperti: anthracene dan phenanthrene, dan polycyclic dengan lebih dari 3 cincin contoh: pyrene yang hadir sebagai polynuklear aromatic hydrocarbon, PNAH. Ada banyak mikroorganisma yang khusus untuk menguraikan senyawa ini. Polycyclic aromatic hydrocarbon PAHs juga dikatakan merupakan kelompok bahan kimia yang terbentuk selama pembakaran batubara coal yang tidak sempurna, minyak, gas, kayu, sampah, atau bahan organik lainnya, misalnya daging charbroiled. Kurang lebih ada 100 jenis PAHs yang berbeda-beda. Umumnya PAHs hadir sebagai percampuran kompleks contoh: sebagai bagian dari hasil pembakaran, seperti jelaga, tidak sebagai senyawa tunggal. Sebagian PAHs juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan untuk membuat dyes, plastik dan pestisida, ada juga di dalam aspal, dalam minyak mentah, batubara Manahan 1994. Selain itu PAHs ditemukan di udara, air dan tanah. Di udara PAHs menempel pada partikel debu, atau sebagai padatan dalam tanah atau dalam sedimen. Walaupun pengaruh-pengaruh individual PAHs terhadap kesehatan tidak benar-benar sama, berikut ini ditunjukkan 17 individual PAHs yang di kelompokan menurut Manahan 1994 sebagai berikut:  acenaphthene  acenaphthylene  anthracene  benz[a]anthracene  benzo[a]pyrene  benzo[e]pyrene  benzo[b]fluoranthene  benzo[g,h,i]perylene  benzo[j]fluoranthene  benzo[k]fluoranthene  chrysene  dibenz[a,h]anthracene  fluoranthene  fluorene  indeno[1,2,3-c,d]pyrene  phenanthrene  pyrene Ke- 17 PAHs yang dipilih termasuk dalam profil ini karena 1 banyak informasi berguna satu dengan lainnya; 2 diduga lebih berbahaya dibanding lainnya, dan menunjukkan pengaruh-pengaruh berbahaya yang representatif dari PAHs; 3 bila terkena PAHs terjadi perubahan besar dibanding ke lainnya; dan 4 semua analisis PAHs, indentifikasi konsentrasi PAHs terbesar ada pada areal buangan yang besar. Diantara bahan pencemar organik yang masuk perairan pantai, polycyclic aromatic hydrocarbons PAHs mendapat perhatian khusus karena keterkaitannya dengan aktivitas karsinogenik dan mutagenik demikian juga dengan daya tahannya di lingkungan Neff 2002, diacu dalam Francioni 2007. Lee et al. 1978 diacu dalam Geyer 1980 menjelaskan bahwa berbagai penelitian dikembangkan guna mendeterminasi sumber pencemaran minyak di laut dan berdasarkan penelitiannya teridentifikasi bahwa kontribusi terbesar terjadinya pencemaran minyak di laut adalah dari tempat produksi minyak dan aktivitas transportasi. Holcomb 1969 diacu dalam Supriharyono 2000, mengemukakan bahwa ceceran minyak yang masuk ke suatu ekosistem perairan laut dapat membahayakan lingkungan hidup organisma perairan tersebut. Namun demikian dampaknya terhadap organisma laut sulit diketahui karena pengaruhnya lama sekali. Menurut Mitchell et al. 1970 diacu dalam Supriharyono 2000, pengaruh kontaminasi minyak terhadap komunitas organisma bervariasi dari kecil sekali negligable sampai kemusnahan catastrophic. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 1 Tipejenis dan dosis minyak. Minyak mengandung beribu-ribu komponen kimia yang berbeda, yang daya larut dan daya racunnya juga berbeda. Sebagai contoh, komponen aromatik, cenderung lebih mudah larut dan mudah menyebar dibandingkan komponen lainnya, yaitu paraffinic dan naphthenic, sehingga konsentrasinya relatif lebih rendah. Tetapi komponen ini lebih beracun dibandingkan komponen lain; 2 Metode pencucian minyak. Seringkali bahan pencuci yang digunakan untuk mencuci misalnya dispersant juga beracun, sehingga daya racun minyak menjadi bertambah; 3 Kondisi oseanografis, seperti arus, ombak, suhu, formasi pantai, ikut menentukan pencampuran, pengenceran dan distribusi minyak. Sehingga dapat mengurangi konsentrasi minyak; 4 Kondisi meterologis seperti angin, mempengaruhi pergerakan dan percampuran minyak dalam air laut, sehingga daya racun menjadi berkurang, 5 Kondisi biota, respons organisma dalam suatu komunitas terhadap minyak berbeda-beda, tergantung pada morfologi tubuh, jenis biota, reproduksi, tingkah laku atau cara makan dan stadia. Contoh, stadia larva dan masa pergantian kulit merupakan stadia atau masa yang paling peka terhadap bahan pencemar; 6 Adanya cemaran minyak sebelumnya, organisma cenderung lebih bertahan terhadap cemaran minyak apabila mereka sudah seringkali mengalami keracunan minyak sebelumnya; dan 7 Adanya bahan pencemar lain. Minyak mempunyai daya racun yang bersifat sinergis dengan bahan pencemar lain, sehingga daya racunnya meningkat bila telah ada bahan pencemar lain dalam perairan Straughan 1972, diacu dalam Supriharyono 2000. Secara umum hasil penelitian menunjukkan, remis mussel cepat sekali mengambil PAHs, sedangkan depurasi kinetiknya lambat dan mungkin makan waktu sekitar semingguan atau bahkan sebulan Neff 1979; Boehm dan Quinn, 1977; Adamo et al.1997; Rantamaki 1997, diacu dalam Francioni 2007. Pada kebanyakan spesies tumbuhan dan hewan vertebrata dan invertebrata, pengambilan PAHs terjadi secara langsung melalui integumen. Sementara spesies ikan lain pengambilan PAHs-nya dilakukan melalui insan dan saluran pencernaan http:www.science.jrank.orgpages5398Polycyclic Aromatic Hydro carbons.html. Pencemaran minyak di perairan pesisir dan laut sudah sangat sering terjadi baik sengaja maupun karena kecelakaan. Ceceran minyak yang mencapai pantai akan sangat berbahaya bagi kehidupan ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Namun mungkin karena tidak berkontak langsung dengan minyak maka pada beberapa kasus tumpahan minyak ternyata tidak merusak beberapa jenis karangnya, seperti Favia speciosa, Porites compressa, Montipora verrucosa dan Fungia scutaria. Akan tetapi berbeda dengan karang “branching” dari genera Acropora dan Pocillopora yang terkena kontak langsung dengan minyak menunjukkan respons yang serius Supriharyono 2000. Mungkin pengaruh ke ekosistem ini apabila tidak berkontak langsung akan sulit teramati, akan tetapi tidak demikian dengan organisma lain yang hidup berasosiasi dengan karang. Kehidupan dari telur-telur, larvae dan organisme muda umumnya sangat sensitif dibanding yang dewasa. Konsentrasi sublethal dari minyak dapat menyebabkan pengaruh fisiologis atau gangguan terhadap tingkah laku, dan yang lebih serius mungkin terjadi perkembangan yang tidak normal pada ikan dan hewan lainnya, atau bahkan terjadi kematian dini. Diketahui bahwa senyawa-senyawa aromatik lebih toksik dibanding alifatik, dan yang mengandung berat molekul sedang adalah lebih toksik dibanding yang mengandung berat molekul besar. Komponen dengan berat molekul kecil umumnya tidak penting karena ringan dan cepat menguap Clark 1986. Perairan pantai berbatu merupakan daerah berenergi tinggi, sehingga lapisan minyak yang mencapai pantai akan cepat tercuci oleh pergerakan air dan gelombang. Lain halnya dengan daerah terlindung, daerah landai dengan daerah pasang surut yang luas, maka tumpahan minyak cenderung tertahan serta lambat tercuci. Dengan demikian biota yang menetap disini akan sulit terlindungi, algae merah dan hijau akan mati. Banyak ikan-ikan komersil serta kerang-kerangan menghasilkan banyak sekali telur-telur, kasus tumpahan minyak akan berpengaruh ke stok ikan tersebut. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh ke reproduksi, perkembangan dan pertumbuhan, tingkah laku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, sehingga menurunkan produksi perikanan. Seperti dijelaskan sebelumnya, fase planktonik dari telur dan larva ikan, moluska dan krustasea memiliki kerentanan yang tinggi bila kontak langsung dengan bahan berbahaya beracun. Pada tahun 1991-1992 , saat perang teluk, kasus tumpahan minyak terjadi besar-besaran dan ditemukan sekitar 75 stok udang menurun ekstrim sekali. Kondisi ini akan lebih parah jika tumpahan minyak terjadi pada saat waktu pemijahan. Dampak tumpahan minyak akan sangat berpengaruh ke organisma jika minyak masuk ke wilayah seperti teluk, karena minyak cenderung akan terperangkap http:www.iptek.net.idindmnu. Selain itu, mortalitas lamun tertinggi terjadi saat tumpahan minyak segar mengenai lamun yang sedang tumbuh secara aktif Cowell 1971, diacu dalam Supriharyono 2000. Lamun yang hidup di intertidal akan mudah rusak, sedangkan di subtidal lamun tidak rusak, mungkin karena tidak berkontak langsung. Sepanjang minyak tidak mengendap di permukaan substrat maka tidak akan mempengaruhi biota yang hidup pada ekosistem lamun. Selain itu daun lamun akan cukup melindungi biota-biota tersebut. Sama halnya dengan ekosistem karang dan lamun, tumpahan minyak dapat berpengaruh juga ke ekosistem mangrove, dan organisma yang hidup di dalam seperti moluska dan annelida banyak yang mati, populasi kepiting berkurang. Minyak yang mencapai meristim, menyebabkan gugurnya daun mangrove, bahkan dapat sampai kering. Populasi penyu, berbagai invertebrata, burung dan algae juga akan mati, atau bermigrasi ke tempat yang tidak tercemar. Lebih jelasnya berikut ini disajikan ranking kepekaan lingkungan laut terhadap minyak Tabel 3. Tabel 3 Ranking kepekaan lingkungan laut di Indonesia terhadap minyak Ranking Kepekaan Tipe Sifat-sifat Kepekaan Habitat terhadap Tumpahan Minyak 1 Terumbu karang M-H Mengganggu simbiose karang alga keanekaragaman flora fauna; pemulihan kerusakan karang dari pengaruh minyak membutuhkan 5-10 tahun atau 20-50 tahun untuk kembali seperti ekosistem terumbu karang semula; peka terhadap dispersant. 2 Mangrove H Daerah pengasuhan yang penting untuk spesies ikan udang komersil, menyokong rantai makanan melalui penyediaan detritus; melindungi pantai dari bahaya erosi; minyak mungkin tetap ada di habitat mangrove, terutama ketika pencucian oleh pasut menyusust; pemulihan membutuhkan beberapa tahun untuk organisma perairan; peka terhadap dispersant. 3 Estuaria H Habitat produktif yang penting untuk organisma perairan;mempunyai nilai kepentingan sosial-ekonomi yang tinggi untuk estuaria yang lebih besar; sulit untuk memperkirakan dengan pasti tumpahan minyak di estuaria. 4 Paparan Pasut H Habitat biologis yang produktif; tingginya kandungan bahan-bahan organik di sedimen akan meningkatkan persistensi; disarankan pencucian oleh alam. 5 Padang Lamun M-H Habitat yang produktif, dengan flora fauna yang beranekaragaman; biasanya terletak di subtidal tidak terpengaruh secara langsung, kontaminasi sedimen-sedimen dasar mungkin lebih berbahaya; pemulihan mungkin membutuhkan waktu beberapa tahun; peka terhadap dispersant. 6 Zona Upwelling L Penyuburan unsur-unsur hara perairan mendukung konsentrasi organisma pelagik dan dasar bentos; peka terhadap dispersant. 7 Pantai Berpasir L-M Dampak berbeda-beda tergantung tipe substrat dan lainnya 8 Pantai Berbatu L Aksi gelombang pencucian arus pasang surut mengurangi dampak yang berkaitan dengan tumpahan minyak Sumber : API 1985 diacu dalam Supriharyono 2000. Keterangan : 1 = paling peka H = High, M-H = Medium-High, M= Medium 8 = paling tidak peka L-M= Low-Medium, L= Low

2.2.4.5 Dampak Pencemaran terhadap Kesehatan Manusia

Lingkungan perairan yang kotor karena tercemar oleh berbagai macam komponen pencemar menyebabkan lingkungan hidup menjadi tidak nyaman untuk dihuni. Perairan yang telah tercemar, baik oleh senyawa organik maupun anorganik akan mudah sekali menjadi media berkembangnya berbagai macam penyakit Wardhana 2004. Perairan yang sudah tercemar bahan pencemar yang bersifat patogen pathogenic pollutants dapat membahayakan bagi kesehatan manusia. Oleh karena jenis bahan pencemar ini, menyebabkan penyakit pada manusia. Lebih berbahaya lagi bila orang mengkonsumsi biota laut yang sudah terkena bahan pencemar. Misalnya untuk jenis bahan pencemar beracun yang larut dalam lemak, sifatnya sangat akumulatif. Artinya jenis bahanzat ini akan terakumulasi pada jaringan tubuh yang mengandung banyak lemak, misalnya pada bagian hati. Selain itu akibat terkena bahan pencemar jenis polychlorinate biphenil yang bersifat karsinogenik orang dapat terkena kangker. Beberapa kasus kematian orang yang memakan kerang yang telah tercemar juga menjadi perhatian. Dampak yang sangat bervariasi dari setiap bahan pencemar kekesehatan manusia, menjadi peringatan agar tidak memanfaatkan sumber daya ikan yang berasal dari tempat yang sudah tercemar secara sembarangan.

2.2.4.6 Dampak Pencemaran terhadap Estetika dan Pariwisata

Kehadiran bahan pencemar baik cair maupun padat dari berbagai sumber tentunya sangat mengganggu nilai keindahan atau estetika suatu tempat. Sampah yang bertebaran di laut dengan bantuan arus akan terbawa kemana-mana baik ketengah laut, ke tempat lain, terdampar di pantai maupun tenggelam di dasar perairan jenis bahan yang berat. Sampah yang membutuhkan waktu lama untuk terdegradasi akan terus mengapung di perairan dan hal ini akan sangat mengganggu pemandangan alami laut yang semula indah. Tertutupnya perairan laut dengan sampah akan menghalangi masuknya matahari ke dalam perairan, sehingga kehidupan organisme di dalamnya juga akan terganggu. Tumpukan sampah yang mengapung tersebut membuat orang tidak nyaman untuk melakukan aktivitasnya di laut, baik untuk berdarmawisata maupun olahraga. Selain itu pengaruh limbah cair yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri pengolahan ikan yang masuk ke perairan secara fisik adalah pengaruh perubahan suhu, bau, warna, rasa dan kekeruhan. Perairan yang berubah warna dari alaminya, berbau serta keruh menjadi tidak nyaman bagi siapapun yang ingin menikmati panorama laut yang biasanya sangat diminati banyak kalangan sebagai tempat wisata.

2.2.4.7 Dampak Pencemaran terhadap Ekonomi

Suatu tempat yang telah tercemar secara ekonomis akan sangat berpengaruh. Oleh karena tempat tersebut akan menjadi tempat yang dijauhi masyarakat, dan angka pengunjungpun akan menurun dratis. Berkurangnya jumlah pengunjung pada suatu tempat wisata pantai akan mempengaruhi pendapatan masyarakat yang melakukan usaha disekitar tempat ini, demikian juga dengan pendapatan daerahnya. Masyarakat cenderung akan memilih tempat wisata pantai dan laut yang masih bersih dan nyaman. Selain itu biaya untuk memulihkan tempat atau perairan yang sudah tercemar tersebut juga akan sangat mahal. Apalagi kalau limbah minyak yang tertumpah atau limbah cair beracun. Kematian organisme seperti ikan yang hidup pada perairan tercemar, mempengaruhi jumlah produksi ikan tersebut. Akibatnya berpengaruh langsung kependapatan nelayan yang hidupnya bergantung pada sumber daya perairan tersebut.

2.3 Biota Air sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Perairan.