Metode Indeks Storet Penentuan Status Pencemaran

• Pengembangan rencana detail pengelolaan kawasan konservasi hutan bakau; • Integrasi kelembagaan pengelola kawasan konservasi hutan mangrove; • Melakukan monitoring dan evaluasi serta upaya penyadaran melalui pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat nelayan dan pesisir kota Ambon; • Menyusun rencana pengelolaan terpadu kawasan hutan mangrove; • Pengembangan konsep pengelolaan berbasis masyarakat; • Penetapan aturan formal tingkat daerah untuk perlindungan kawasan hutan mangrove dan kawasan penyangganya. 2. Arahan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang • Upaya pengaturan tata guna lahan daratan, serta reboisasi vegetasi terutama pada lahan atas adalah penting untuk meminimalkan tekanan sedimentasi terhadap ekosistem terumbu karang di perairan pesisir; • Manajemen limbah rumah tangga dan fasilitas umum juga penting sehingga laut dan lingkungan pesisir tidak dijadikan tempat pembuangan sampah yang mudah dan murah oleh penduduk yang berdomisili di sekitar areal terumbu karang; • Penataan sistem pemanfaatan serta pengaturan terhadap alat tangkap serta pengembangan teknologi metode pemanfataan yang tertuang dalam suatu tata aturan yang didasarkan pada kajian sumber daya, lingkungan dan teknologi; • Pendidikan dan latihan, penyuluhan, serta pendampingan yang intensif merupakan program penting dalam sistem pengelolaan guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran konservasi bagi masyarakat pengguna terumbu karang serta masyarakat pada umumnya; • Terhadap sejumlah lokasi terumbu karang yang telah menurun kualitasnya, maka upaya pengelolaan melalui pendekatan rehabilitasi menjadi prioritas utama guna mengembalikan fungsimanfaat alamiahnya; • Untuk areal-areal dasar perairan sekitar terumbu karang yang substrat dasarnya berpasir, perlu diadopsi metode transplantasi guna mengembangkan luasan areal terumbunya, dan sekaligus membantu mengembangkan fungsi dan produksinya; • Monitoring dan evaluasi terhadap status kondisi zona lindung lokal; • Penetapan aturan formal pengelolaan kawasan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan lokal.

7.1.1.2 Kawasan Lindung Sempadan Pantai dan Sungai

Perencanaan kawasan lindung sempadan pantai dan sungai diarahkan untuk kawasan-kawasan yang masih mungkin untuk dipertahankan Gambar 89. Walaupun secara keseluruhan luasan sempadan pantai yang teridentifikasi seluas 917,8 ha jarak sempadan ke arah darat 100 m atau disesuaikan dengan lebar pantai, luasan ini hampir 90 telah termanfaatkan untuk kepentingan pemukiman dan fasilitas-fasilitas publik termasuk jalan raya. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kawasan lindung sempadan pantai yang masih tersisa untuk wilayah kota ialah : kawasan Poka – Kota Jawa dan Passo pesisir di Teluk Baguala. Kawasan lindung sempadan sungai dengan jarak sempadan kiri dan kanan sungai 100 m atau disesuaikan dengan jarak sempadan yang tersisa dan topografi sungai. Seluruh sungai di kota Ambon direkomendasikan untuk ditetapkan sempadannya sebagai antisipasi meningkatnya penggunaan lahan di sepanjang sempadan sungai. Hal ini penting ditetapkan untuk memperkecil tekanan terhadap kawasan- kawasan sumber air dan sedimen. Perlindungan sempadan sungai merupakan upaya untuk menekan proses sedimentasi yang akan terjadi di perairan pesisir. Beberapa arahan yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan lindung sempadan pantai dan sempadan sungai : 1. Arahan Pengelolaan Kawasan Sempadan Pantai • Pemetaan kawasan-kawasan sempadan pantai yang masih tersisa; • Mempertahankan sempadan pantai yang masih tersisa; • Penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung daerah kota Ambon; • Vitalisasi kelembagaan pemantau dan pengawas dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama; • Penetapan aturan formal tingkat daerah untuk perlindungan sempadan pantai.