Beban Pencemaran Pertanian Analisis Beban Pencemaran dari Beberapa Sumber di Darat

kegiatan yang terus meningkat. Salah satu pengamatan tersebut ditujukan kepada komunitas mangrove. Hasil penelitian Pulumahuny 1989 ditemukan bahwa produktivitas mangrove di TAD adalah sebesar 17,5 tonhatahun, dan kontribusi komunitas mangrove terhadap perairan teluk ini adalah sebesar 866,25 ton kering serasah mangrove per tahun atau kira-kira 3,9 x 10 kcal energi per tahun. Angka ini ekuivalen dengan 780 ton protein. Kenyataan ini menunjukkan menjaga atau memelihara hutan mangrove sama dengan menjaga sumber produktivitas primernya dalam ekosistem perairan teluk secara keseluruhan. Oleh karena itu keberadaan hutan mangrove seyogyanya dijaga dan dipelihara demi kesinambungan kehidupan sumber daya yang hidup di dalamnya dan secara khusus kelestarian sumber daya mangrove sendiri. Hal ini tentu harus didukung oleh kesadaran semua pihak akan pentingnya menjaga ekosistem ini dari kerusakan yang lebih parah. Kondisi tingginya intensitas pemanfaatan seperti dijelaskan sebelumnya, maka dampak yang secara langsung, seperti penebangan hutan mangrove untuk pemukiman, kerusakan akar-akar mangrove akibat eksploitasi sumber daya fauna bentos seperti kerang-kerangan, atau dampak secara tidak langsung, seperti pencemaran dari buangan limbah minyak ataupun sampah limbah domestik atau limbah rumah tangga, sangat mempengaruhi keberlanjutan komunitas mangrove untuk masa akan datang. Dilihat dari kondisi fisik lingkungannya semestinya keberadaan komunitas ini akan tumbuh baik, oleh karena daerah ini terlindung dari pukulan ombak, serta didukung oleh sumbangan sedimen dari aliran sungai Waitonahitu Passo, Waiheru, Waerekan Lateri. Akibat tingginya laju sedimentasi yang mengandung pasir dan lumpur, meningkat pula laju akresi pantai. Kondisi ini justru sangat menguntungkan bagi berkembangnya hutan mangrove di daerah ini. Namun kenyataannya hasil penelitian ini menemukan bahwa bila estimasi kerusakan berdasarkan nilai kerapatan dan persen penutupan untuk pohon mangrove, maka untuk masing-masing lokasi didapatkan bahwa kondisi hutan mangrovenya dikategorikan sebagai hutan yang jarang dan rusak. Hal ini ditunjukkan oleh persen penutupan pohon mangrove yang berkisar antara 5,28 – 20 itu berarti lebih kecil dari 50 ketentuan kriteria, serta nilai kerapatan dari tiap lokasi yang berada dibawah 1000 individuhektar Tabel 49. Tabel 49 Kriteria baku kerusakan pohon mangrove Kepmen LH No.2012004 Stasion Kerapatan indha Kriteri Nilai Persen penutupan Kriteri nilai Kriteria status Poka 52,727 1000 ha 20,00 50 jarangrusak Waeheru 256,207 1000 ha 7,69 50 jarangrusak Hunut 290,667 1000 ha 7,64 50 jarangrusak Negeri Lama 74,872 1000 ha 11,11 50 jarangrusak Passo 280,219 1000 ha 5,28 50 jarangrusak Halong 165,000 1000 ha 10,00 50 jarangrusak Lateri 133,061 1000 ha 6,66 50 jarangrusak

6.7 Pendugaan Angka Kerusakan Komunitas Lamun di TAD

Penelitian ini mencoba memberi gambaran sementara keadaan komunitas lamun di perairan Teluk Ambon. Dengan menggunakan pendekatan persen penutupan seperti yang tertuang dalam Kepmen LH No.200 Tahun 2004, maka secara rinci dapat dilihat status padang lamun di perairan TAD sebagai telihat pada Tabel 50, dimana semua lokasi berada dalam kondisi rusak. Kenyataan ini membuktikan bahwa kemungkinan telah terjadinya sedimentasi ataupun berbagai aktivitas di sekitar perairan ini yang secara langsung berdampak ke ekosistem lamun. Gambaran kondisi kurang kaya atau kurang sehat sampai miskin mestinya sudah memberi peringatan tentang apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan keberadaan ekosistem lamun dalam teluk, bagi keberlanjutan sumberdaya biota laut yang hidupnya tergantung pada ekosistem lamun. Tabel 50 Status komunitas lamun di perairan TAD Stasion Penutupan Kondisi Lamun Status Poka Kurang kaya kurang sehat 36,27 Rusak Waeheru Miskin 14,67 Rusak Lateri Miskin 16,75 Rusak Halong Kurang kaya kurang sehat 46,03 Rusak Galala Miskin 12,5 Rusak Keterangan: ≥ 60 = kayasehat; 30-59,9 = kurang kayakurang sehat; ≤ 29,9 = miskin.