Pola Arus Musim di Perairan TAD

Gambar 11 Batimetri perairan dan tampilan 3 dimensi dasar perairan Teluk Ambon Dalam Selama periode surut tanda panah ke arah luar teluk, arus cenderung bergerak ke luar Teluk dengan pola yang bervariasi menurut lokasi Gambar 12, 13, 14 dan 15. Variasi pola arus ada kaitannya dengan kondisi topografi dasar laut dan bentuk pantai Teluk. Topografi dasar laut perairan TAD berdasarkan peta Hidrografi 1:25.000 memiliki alur kedalaman maksimum 30–41 m sepanjang perairan Latta – Halong hingga batas inlet TAD. Ketika air bergerak surut, terjadi penumpukkan massa air pada lokasi ini, dan bergerak menuju inlet dengan kecepatan lemah 0,5 mdetik. Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu yang menemukan bahwa terbatasnya sirkulasi air pada perairan Teluk Ambon Dalam TAD berpotensi terjadinya stagnasi. Sirkulasi air dalam teluk didominasi oleh arus pasang surut yang mengalir dari Teluk Ambon Luar TAL menerobos ambang yang sempit. Hamza dan Wenno 1987 dan Wenno 1991 mendeterminasi bahwa arus Teluk Ambon Dalam, bergerak berlawanan arah jarum jam dengan kecepatan 20-25 cmdet pada bagian tengah teluk. Lapisan massa air 0–10 m pada tengah teluk secara bebas mencapai inlet, tetapi massa air di bagian kiri Teluk cenderung mengalami hambatan sirkulasi pada dermaga Polair, dermaga Halong, dan dermaga Galala Perum Perikani. Demikian juga massa air lapisan dalam cenderung terperangkap ketika mendekati inlet pada dangkalan atau ambang kedalaman 12m dan mengalami sirkulasi berputar eddys skala kecil pada bagian kiri inlet bagian kiri TAD sepanjang perairan Dermaga Ferry, depan PLTD Hative Kecil dan Perum Perikani. Pada sisi lain, perairan TAD memiliki rataan pasang surut yang cukup lebar sepanjang teluk yang lebih cepat kering, dengan area terluas di muara Wailata depan PLTD Poka, muara Waitonahitu Passo, muara Waiheru Waiheru, muara Wai Air Besar Halong, dan muara Wairuhu Galala. Kondisi ini mempercepat proses pengendapan bahan pencemar di dasar perairan. Selama periode pasang tanda panah ke arah dalam teluk, arus cenderung bergerak ke perairan TAD melewati inlet yang dangkal 12 m, dengan kecepatan aliran 0,5 mdetik. Massa air dari perairan Teluk Ambon Luar TAL lebih berat dari massa air lapisan permukaan di perairan TAD, kondisi ini menyebabkan terjadinya front oseanik antara tanjung Martafons dengan pantai depan PLTD Hative Kecil. Selanjutnya terjadi sirkulasi berputar eddys ke sisi kiri teluk pantai Galala–Halong membentuk front oseanik yang paralel dengan pantai dermaga Ferry–Halong. Pada front ini terjadi agregasi sampah padat dalam jumlah besar. Pergerakkan massa air ke sepanjang Teluk terjadi selama periode pasang seperti pada Gambar 12, 13, 14 dan 15. Seperti halnya kondisi pergerakkan massa air selama periode surut, variasi pola arus ada kaitannya dengan kondisi topografi dasar laut dan bentuk pantai Teluk. Ketika air bergerak pasang, terjadi penumpukkan massa air pada alur perairan dalam, dan bergerak menuju outlet dengan kecepatan lemah 0.5 mdetik. Lapisan massa air 0–10 m pada tengah teluk secara bebas mencapai outlet, pantai teluk dan muara-muara sungai, tetapi massa air di bagian kiri Teluk cenderung mengalami hambatan sirkulasi pada dermaga Polair, dermaga Halong, dan dermaga Galala Perum Perikani.

4.1.2 Suhu

Suhu merupakan parameter fisik yang berperan dalam mengendalikan kondisi ekologis perairan. Perubahan suhu biasanya dapat mempengarui proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi dalam kolom air. Secara biologi, setiap organisme air memiliki kisaran toleransi suhu tertentu bagi kebutuhan hidup masing-masing, misalnya untuk pertumbuhan. Selain itu peningkatan suhu juga akan mempengaruhi aktivitas metabolisma, respirasi, reaksi kimia dan lain-lain. Oleh karena itu representasi nilai suhu suatu perairan menjadi penting untuk dikaji sebagai informasi data penelitian kualitas lingkungan. Hasil penelitian LIPI-Ambon tahun 1974-1975, mendapatkan kisaran suhu di perairan teluk Ambon adalah antara 26,26-30,74 o C Tabel 13. Tarigan dan Sapulette 1987, menemukan bahwa suhu terendah pada lapisan permukaan maupun dekat dasar dijumpai dalam bulan Juli musim timur berkisar antara 24,63-29,24 o C dan suhu tertinggi pada bulan Desember musim barat berkisar antara 27,63-29,24 o C. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa variasi suhu yang terjadi di perairan TAD cukup kecil dan gejala tersebut berlangsung sepanjang tahun karena berkaitan erat dengan kondisi curah hujan musiman di wilayah ini. Hasil penelitian Pemkot Ambon dan Unpatti 2002 menunjukkan bahwa dinamika suhu terbesar terjadi pada strata kedalaman 20-30m di seluruh perairan teluk. Hal ini menggambarkan bahwa pada kedalaman tersebut selalu terjadi pergantian massa dengan karakteristik yang berbeda selama siklus pasang surut dalam musim tersebut. Sebaran suhu selama penelitian ini berdasarkan rata-rata tiap stasion berkisar antara 27,70–29,73 ºC Gambar 16, kisaran ini mengindikasikan pengaruh beberapa aliran sungai yang masuk TAD. Demikian juga dengan rata- rata tiap musim berkisar antara 26,00–30,58 ºC Gambar 16. 94 NANIA NEGERILAMA LATERI PASSO LATTA HALONG WAIHERU HUNUT BATUKONENG RUMAHT POKA GALALA PASSO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 -3 .6 6 °L S -3 .6 4 °L S -3 .6 2 °L S 128.19°BT 128.21°BT 128.23°BT 128.25°BT PETA POLA ARUS PERMUKAAN DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PADA MUSIM TIMUR JULI Sumber : Citra Ikonos Kota Ambon, Landsat 7 ETM+ Lapangan 2006-2007 LEGENDA P. Ambon Desa Jalan Sungai Dermaga Suar 1 Posisi Stasiun Arus Periode Pasang Arus Periode Surut Arus Angin Timur Tenggara Front Oseanik Mangrove Pasir Pemukiman Hutan Sekunder 0.0 0.5 1.0 1.5 Kilometer Pasir Berlumpur Teluk Ambon Dalam -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 -3 -1 Kedalaman Laut m