Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS

2.8 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS

Konsep pembangunan wilayah sungai, mengarah pada pemahaman bahwa sungai tidak hanya dapat dipandang sebagai alur aliran air yang mengandung sedimen saja. Akan tetapi sungai dipandang sebagai satu ekosistem yaitu kesatuan hulu hilirnya, dimana seluruh komponen tergabung di dalamnya air, sedimen, flora-fauna sungai, morfologi dan morfodinamika. Hal ini berarti, ada keterkaitan pengaruh hulu dan hilir, dengan demikian berbagai kejadian di daerah hulu akan terasa juga di hilir pun sebaliknya. Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut dan masih banyak aspek lagi yang berkaitan dengan fungsi sungai,seperti pariwisata, perikanan,sumber air yang penting untuk irigasi, dan sebagainya. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh- tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar Sosrodarsono dan Takeda 2003 Pemikiran yang mendasari seluruh pembangunan wilayah keairan lebih dari empat dasawarsa ini cenderung didominasi oleh konsep hidraulik murni. Penyelesaian masalah sampah, limbah banjir, kekeringan, erosi, pendangkalan serta longsoran pada sungai dan wilayah keairan lainnya semuanya didasarkan pada penerapan rekayasa teknik sipil hidro. Konsep hidraulik murni adalah konsep penyelesaian masalah di sungai tanpa memasukan unsur dan pertimbangan ekologis-lingkungan dalam perencanaan dan penerapannya. Produk dari rekayasa teknik sipil hidro murni ini dapat dilihat dengan adanya pembangunan talutisasi, pelurusan-pelurusan sungai, pembuatan tanggul, sudetan, normalisasi, pembetonan dinding, pembuatan bendung tidak ramah lingkungan, pengerukan dasar sungai, relokasi sungai, penutupan sungai, penerapan drainasi konvensional yang mengalirkan air secepatnya ke hilir, DAS yang tidak dikelola dengan baik Maryono 2005. Dampak negatif penerapan konsep ini ke komponen biotik misalnya, berubahnya struktur komunitas fauna dan flora pada dan disekitar sungai, sedangkan dampak negatif terhadap komponen abiotik misalnya, banjir dan sedimentasi di daerah hilir, erosi di bagian tengah dan hulu sungai serta kekeringan. Dari sisi biofisik, pengelolaan DAS terdiri atas gabungan produktifitas dan proteksi penggunaan lahan serta sumber daya air. Hal ini memberi perhatian terhadap sistem pengelolaan sumber daya keairan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Pengaruh-pengaruh biofisik terhadap penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor sebagai berikut: erosi tanah pada daerah yang telah dimanfaatkan, bahaya sedimentasi, polusi air oleh bahan kimia, perubahan total produksi air yang mengalir ke DAS, perubahan distribusi air yang mengalir pada DAS baik yang mengalir perlahan maupun banjir sekalipun Easter et al. 1986. Wilayah sungai adalah kesatuan beberapa daerah aliran sungai DAS atau watershed atau river basin yang saling berdampingan dimana rejim hidrologi dan pemanfaatan potensi-potensinya, terutama sumber daya airnya saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan lainnya. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan menurut Mulyanto 2007 sebagai berikut: 1 Pemisahan DAS dalam lingkup sebuah DAS umumnya hanya dapat berlaku untuk air permukaan saja, sedangkan sumber daya air tanah tidak dapat dipisahkan seperti itu karena akifer-akifer dari DAS yang berdampingan seringkali menyatu atau berhubungan satu sama lain. 2 Ketersediaan air atau availability of water dari satuan DAS belum tentu seimbang dengan kebutuhan air disitu, demikian juga halnya dengan DAS tetangganya. Banyaknya jenis pemanfaatan dan tuntutan terhadap potensi- potensi suatu sungai serta lokasi pemanfaatannya tidak terpusat pada DASnya sendiri. 3 Batas suatu DAS tidak dapat berhimpit dengan batas suatu wilayah administratif sehingga perlu dilakukan kerjasama dan koordinasi pemanfaatan SDA berdasarkan satuan wilayah sungai. Proses penghancuran atau pelapukan batuan dasar terjadi oleh beberapa sebab yang akan mengubahnya menjadi butir-butir pecahan yang lebih kecil yang kemudian terangkut oleh aliran air atau tiupan angin ke daerah yang lebih rendah. Dengan terjadinya erosi yang berlebihan pada suatu DAS akan timbul beberapa dampak yang merugikan baik dipandang dari segi sosial dan ekonomi maupun dari segi lingkungan Mulyanto 2007: 1. Menurunnya kesuburan tanah karena lapisan atas yang gembur dan subur akan hilang sehingga akan merugikan pertanian, 2. Menurunnya kapasitas akumulasi DAS dan membesarnya run off akan makin mengganggu pemanfaatan air dan dapat menimbulkan ancaman bencana banjir, 3. Rusaknya lapisan subur ini juga akan menghambat kemampuan alam untuk merehabilitasi vegetasi penutup DAS, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk tumbuhnya hutan baru, 4. Sedimen hasil erosi akan banyak terbawa masuk ke danau-danau, waduk-waduk, hingga sampai ke perairan pantai. Sedimen ini akan memperkecil daya tampungnya serta merangsang tumbuhnya tanaman air yang akan menambah penguapan air di dalamnya, 5. Makin banyaknya angkutan sedimen yang terbawa run off sungai, bersama dengan makin besarnya ratio atau perbandingan QmaxQmin, yang akan terjadi pada sungai itu, akan merusak stabilitas alur sungainya. Di beberapa daerah telah terjadi kerusakan DAS, hal ini bermula dari rusaknya hutan. Hutan dan lahan hutan mempunyai fungsi hidro-orologi, sehingga mempunyai peranan yang sangat penting untuk konservasi air, penyeimbang banjir dan kekeringan serta pengendalian erosi dan pelumpuran. Namun luas hutan pada beberapa DAS telah banyak mengalami penyusutan. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata persentase luas hutan pada beberapa DAS di Asia, ternyata di Indonesia adalah yang terendah yaitu 21.07 . Kondisi ini menyebabkan laju pengendapan lumpur pada beberapa sungai dan waduk di Indonesia termasuk tinggi Machbub 2004.

2.9 Kawasan Konservasi