236
informasi melalui penurunan biaya kepemilikan, meningkatkan akses ke sumber daya teknologi informasi dan kemudahan berdaptasi terhadap kebutuhan lokal Ghosh, 2004.
Dengan demikian, open source bergantung pada keahlian dan kolaborasi dari pengembang di seluruh dunia yang berbagai pengetahuan dan pekerjaan, dan karenanya meningkatkan
dan menghasilkan perangkat lunak secara bersama-sama, menciptakan lingkungan eksperimen dan berpikir yang tidak terbatas Rajani et al., 2003.
Di samping itu, inovasi pada pengguna menjadi komponen penting open source yang akan menggerakkan inovasi, khususnya inovasi frugal. Dalam open source, inovasi juga
ditemukan sebagai kegiatan yang relatif sering dilakukan di antara pengguna yang memiliki minat yang kuat di bidang produk atau proses. Pengguna memiliki insentif yang cukup untuk
berinovasi ketika mengharapkan manfaatnya melebihi apa yang mereka bayarkan. Biaya akses yang rendah untuk memperoleh informasi mengenai open source dan kemudahan
untuk mengakses open source menjadi faktor penting yang memungkinkan pengguna melakukan inovasi. Dengan demikian, informasi yang penting untuk kesuksesan inovasi,
seperti kebutuhan dan konteks penggunaan informasi yang dihasilkan di lokasi pengguna, dapat diakses secara alami dan mudah. Konsentrasi kegiatan inovasi di antara pengguna
utama pada populasi pengguna juga dapat dipahami dari perspektif ekonomi. Mengingat bahwa inovasi adalah kegiatan yang termotivasi secara ekonomi, pengguna mengharapkan
nilai ekonomi lebih tinggi atau keuntungan personal yang signifikan dengan mengembangkan sebuah inovasi yang akan memberikan insentif lebih tinggi.
4.2. Open Source Sebagai Gerakan Sosial
Perlu dipahami bahwa open source tidak hanya terfokus pada perangkat lunak namun juga dianggap sebagai gerakan sosial agar suatu produk seperti perangkat lunak dapat
diakses dan dijangkau oleh siapa saja dengan biaya akusisi yang minimal, bahkan gratis. Pemahaman ini juga yang ditangkap oleh inovasi frugal. Bhatti Ventressca 2012
menjelaskan bahwa inovasi frugal muncul sebagai sebuah gerakan sosial di mana para aktor secara aktif membangun wacana dan agenda yang andal serta mendemonstrasikan inovasi
ini dalam pasar di negara berkembang. Bhatti Ventressca 2012 berpendapat bahwa pasar untuk inovasi frugal masih belum terlihat pertumbuhannya secara signifikan, namun
telah ada ruang di mana fokus pada pengurangan biaya, ruang untuk mendesain ulang rantai nilai serta untuk memusatkan perhatian pada pembangunan kapasitas lokal. Inovasi
frugal diharapkan sebagai gerakan untuk menyatukan beberapa aktor menuju misi yang berorientasi menangani masalah moralitas, ekonomi dan sosial. Ruang untuk inovasi frugal
dipetakan sebagai sebuah konteks sosial-politik oleh berbagai aktor seperti pemimpin politik, elit bisnis, akademisi, bahkan kalangan agama seperti pendeta, untuk menghadapi
lingkungan ekonomi dan sosial yang luar biasa terbatas yang ditandai dengan meningkatnya tuntutan untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan dasar.
4.3. Open Source di Negara Berkembang
Open source memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk mencari solusi dengan biaya yang efektif di banyak area. Namun manfaat lebih besar dari open source bagi
negara-negara berkembang adalah menjadi wahana transfer teknologi dan keterampilan pengembangan perangkat lunak, membangun kapasitas teknologi informasi lokal, dan
menstimulasi inovasi Camara Fonseca, 2006. Karena biaya gratis dan kebebasannya, open source menjadi pilihan yang jelas untuk digunakan secara luas di negara-negara
berkembang Bagi negara berkembang, open source tidak hanya sebagai sebuah perangkat lunak
pilihan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Negara-negara berkembang harus menggunakan open source sebagai cara untuk mendapatkan
pengetahuan mengenai teknologi itu sendiri dan sebagai cara untuk menciptakan produk teknologi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Open source dapat membantu negara-
negara berkembang menguasai teknologi pengembangan perangkat lunak dan memungkinkan membuat aplikasi yang memanfaatkan pengetahuan lokal. Open source
237
merupakan sebagai salah satu strategi bagi negara berkembang untuk membangun pengetahuan dan kapabilitas teknologi yang berkelanjutan dengan menggabungkan
keterampilan dan pengetahuan lokal. Dengan penggunaan open source, negara-negara berkembang akan mendapatkan pengetahuan emansipatoris yang membawa mereka untuk
berusaha sejajar dengan negara-negara maju. Open source memiliki peran ganda bagi negara berkembang. Pertama, open source
membuat negara-negara berkembang belajar tentang teknologi informasi, tentang teknologi itu sendiri dan tentang proses pengembangan perangkat lunak. Kedua, negara-negara
berkembang dapat mempelajari lebih lanjut tentang diri mereka sendiri serta belajar bagaimana mereka menggunakan teknologi. Kedua peran tersebut membantu negara-
negara berkembang untuk memecahkan kebutuhan informasi dan mengembangkan kemampuan teknologi mereka.
Sifat ganda open source tersebut membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk mengeksplorasi lingkungan di mana ia akan digunakan. Sistem terbuka dari open
source akan menyesuaikan diri dengan kondisi setempat dan mengoptimalkan pengetahuan lokal. Singkatnya, open source akan membiarkan negara-negara berkembang membuat
jembatan antara teknologi asing dan penerapannya dengan kondisi setempat atau lokal. Sifat terbuka dari open source memungkinkan negara-negara berkembang untuk menguasai
teknologi dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Arsitektur terbuka dari open source memungkinkan partisipasi dan akan membuat negara-negara
berkembang untuk belajar mengenai kondisi nyata di mana sistem perlu diterapkan. Produk dari penggunaan open source adalah perangkat lunak yang mencakup pengetahuan lokal
yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
5. KESIMPULAN
Dari berbagai sudut pandang mengenai keunggulan open source, dapat dikatakan bahwa open source bisa menjadi solusi di masa krisis karena bisa membantu penghematan
finansial. Selain karena unsur penghematan tadi, lisensi untuk mendapatkan open source pun cenderung lebih mudah. Hal ini sejalan dengan karakteristik inovasi frugal yang
mengedepankan hal-hal yang berbau penghematan serta dapat dilakukan dengan sumber daya yang minim. Melalui open source pula diharapkan inovasi frugal dapat berkembang dan
menjadi spirit serta salah satu driver bagi kemunculan dan kekuatan inovasi frugal. Open source di negara berkembang memerlukan kebijakan yang kuat dan bijaksana agar
bisa sukses. Hal tersebut merupakan kombinasi dari visi kelembagaan, personel yang berkualitas, dan hubungan yang kuat dengan komunitas pengguna. Open source di negara
berkembang perlu didanai oleh pemerintah dalam tahap awal pengembangannya agar lebih mudah dalam pengembangannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Ibu Karlina Sari, MA., peneliti pada Pusat Penelitian dan Perkembangan Iptek LIPI yang telah memberikan kritik dan saran perbaikan pada makalah
kami. PUSTAKA
Alkhatib, Jamil., Anis, Mohab., Noori., Hamid, 2008. Open source: The Next Big Thing in
Technology Transfer to Developing Nations. International Association for Management of Technology. IAMOT 2008 Proceedings
Bhatti, Yasser, 2012. What is Frugal, What is Innovation? Towards a Theory of Frugal Innovation. SSRN Working Paper Series
Bhatti, Yasser Ventresca, Marc, 2012. The Emerging Market for Frugal Innovation: Fad, Fashion, Fit ? SSRN Working Paper Series.
238
Camara, G., Fonseca, F., 2006. Information policies and open source software in developing Open source Software: A Developing Country View countries. Journal of
the American Society for Information Science and Technology JASIST. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2012 di
http:www.dpi.inpe.brgilbertopaperscamara_fonseca_jasist.pdf Dahlander, L., Magnusson, M. G., 2005. Relationships between open source software
companies and communities: Observations from Nordic firms. Research Policy, 344: 481-493.
Dalle, J.-M., Jullien, N., 2003. ‘Libre’ software: turning fads into institutions? Research
Policy, 321: 1-11. Economist, 2011. The Economist announces Chetan Maini as the Energy and Environment
category award winner for 2011, The Economist. 5 Oktober 2011. Feller, Joseph Fitzgerald, Brian, 2002. Understanding Open source Software
Development. Addison –Wesley, Boston
Fitzgerald, B., 2006. The transformation of open source software. MIS Quarterly, 303: 587- 598.
Goldman, R., Gabriel, R., 2005. Innovation happens elsewhere: open source as business strategy. San Francisco, CA: Morgan Kaufmann Publishers.
Grand, Simon., von Krogh, Georg., Leonard, Dorothy., and Swap, Walter, 2004. Resource allocation beyond firm boundaries: A multi
–level model for open source innovation. Long Range Planning, 37
Ghosh, R.A., 2004. The opportunities of FreeLibreOpen source Software for developing countries, UNCTAD-ICTSD: Preserving Public Goods in Health, Education and
Learning. 29 November –3 December 2004, Bellagio.
Gupta, A. Wang, H., 2009. Getting China and India right: strategies for leveraging the worlds fastest-growing economies for global advantage. John Wiley and Sons.
Mallapragada, Girish., 2007. Being Open in A Closed World: Essays on Innovation in Open source Networks. Thesis. The Pennsylvania State University
Meyer, Peter B., 2007. Network of Tinkerers: A Model of Open-Source Technology Innovation. Working Paper 413. Dapat diakses di at:
http:ssrn.comabstract=1071991 Parker, Geoffrey van Alstyne, Marshal W., 2005. Innovation through optimal licensing in
freemarkets and free software. Dapat didownload di http:ssrn.comabstract=639165 Potdar, Vidyasagar Chang, Elizabeth Chang, 2004. Open source and closed source
software development methodologies. Proceeding of the 4th Workshop on Open source Software Engineering, pages 105
–109, Edinburgh, Scotland, May 25 2004. Raymond, E., 1999. The Cathedral the Bazaar: Musings on Linux and Open source by an
Accidental Revolutionary . Cambridge, MA: O’Reilly.
Rajani, N., Rekola, J., MieloneT., 2003. Freeasin Education: Significance of the FreeLibre and Open source Software for Developing Countries, Report for Ministry ofForeign
Affairs, Finland. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2012 di http:www.maailma.kaapeli.fiFLOSSReport1.0.htm
Sen, Ravi., Subramaniam, Chandrasekar., Nelson, Matthew L., 2011. Open source software licenses: Strong-copyleft, non-copyleft, or somewhere in between? Decision
Support Systems 52 2011 199 –206
Tiwani, Rajnish Herstatt, Cornelius, 2012. India – A Lead Market for Frugal Innovation?
Extending the Lead Market Theory to Emerging Economies. Technology and Innovation Management, Working Paper No.67, Hamburg University of Technology.
Tiwani, Rajnish Herstatt, Cornelius, 2012b. Frugal Innovation for the “Unserved” Customer:
An Ass essment of India’s Attractiveness as a Lead Market for Cost-effective Product.
Technology and Innovation Management, Working Paper No.69, Hamburg University of Technology.
van den Waeyenberg, Sofie Hens, Luc, 2008. Crossing the Bridge to Poverty, with Low- Cost Cars. Journal of Consumer Marketing 257, 439-445.
239
van Wendel de Joode, Ruben, 2004. Innovation in Open source Communities through Processes of Variation and Selection. Knowledge, Technology, Policy, Winter 2004,
Vol. 16, No. 4, pp. 30-45. von Hippel, E., von Krogh, G., 2003. Open source software and the private-collective
innovation model: Issues for organization science. Organization Science, 142: 209- 223.
von Krogh, Georg Spaeth, Sebastian, 2007. The open source software phenomenon: Characteristics that promote research. Journal of Strategic Information Systems 16
2007 236 –253
Woolridge, Adrian, 2010. The world turned upside down. A special report on innovation in emerging markets. The Economist, April 15. Dapat didownload di
http:www.economist.comnode15879369 Diakses pada tanggal 1 September 2012.
Zeschky, Marco., Widenmayer, Bastian., Gassman, Oliver, 2011. Frugal Innovation in Emerging Markets. Research-Technology Management, 542, 38-45
240
KAJIAN KASUS EKO-INOVASI PERTANIAN ORGANIK MELALUI LENSA TEORI STRUKTURASI DAN PENDEKATAN PRAKTIK
Intan Savitri Wahyoe
1
, Togar M. Simatupang
2
1,2
Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
E-mail:
1
Intan.savitrisbm-itb.ac.id
ABSTRAK Eko-Inovasi didefinisikan sebagai penerapan produk barang atau jasa, atau proses yang baru atau
secara signifikan lebih baik, metode pemasaran baru, atau metode keorganisasian baru dalam praktik- praktik bisnis, organisasi kerja atau hubungan-hubungan eksternal, yang memberikan dampak
menguntungkan bagi lingkungan terlepas dari dampak ini ditujukan atau tidak. Eko-inovasi terkait dengan konsep inovasi frugal yang mengarah pada tiga dimensi pembangunan berkelanjutan, di
mana eko-inovasi mengedepankan dimensi perlindungan lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk memetakan bentuk-bentuk, dampak-dampak dan penelusuran keberhasilan eko-inovasi yang ada di
Indonesia melalui studi kasus sebuah organisasi bisnis yang melakukan eko-inovasi. Kajian dilakukan dengan menggunakan lensa teori strukturasi dan pendekatan praktik untuk melihat bagaimana agensi
aktor pelaku berinteraksi dengan struktur-struktur yang memampukan keberhasilan eko-inovasi. Pengambilan data empiris dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan pertanyaan-
pertanyaan semi terstruktur. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa eko-inovasi didorong oleh beragam motivasi non keregulasian seperti dorongan intrinsik dan motivasi ekonomi yang
diterjemahkan ke dalam kebertujuan dan rasionalisasi tindakan yang terus menerus mengacu pada dimensi-dimensi pemampu dalam struktur, yang terpetakan dalam fase penghasilan ide eko-inovasi,
pengembangan ide dan difusi ide melalui pengembangan kewirausahaan dan pengembangan peluang bisnis secara terus menerus. Unsur-unsur agensi yang berkontribusi untuk keberhasilan eko-
inovasi adalah kompetensi produksi, pemasaran, pengembangan bisnis dan keorganisasian. Ragam dampak eko-inovasi berkisar mulai dari dampak positif terhadap lingkungan sampai dengan
perubahan norma-norma praktik bisnis dan interaksi dengan konsumen.
Kata kunci: eko-inovasi, strukturasi, agensi, struktur.
1. PENDAHULUAN
Tulisan ini bermaksud untuk menyampaikan rangkuman penelitian tentang kasus eko- inovasi yang dilakukan di Indonesia. Eko-inovasi sendiri didefinisikan oleh OECD 2005,
2008, 2009a, 2009b sebagai penerapan produk barang atau jasa, atau proses, yang baru atau yang secara signifikan lebih baik, metode pemasaran baru, metode keorganisasian baru
dalam praktik-praktik bisnis, organisasi tempat kerja atau hubungan-hubungan eksternal, yang memberikan dampak menguntungkan bagi lingkungan terlepas dari apakah dampak ini
ditujukan atau tidak. Ruang lingkup eko-inovasi mungkin melampaui batas-batas konvensional keorganisasian organisasi yang berinovasi dan melibatkan tatanan-tatanan
sosial yang lebih luas serta memicu perubahan-perubahan norma sosio-budaya dan struktur kelembagaan yang ada. Eko-inovasi terkait dengan konsep inovasi frugal yang mengarah
pada tiga dimensi pembangunan berkelanjutan, di mana eko-inovasi mengedepankan dimensi perlindungan lingkungan.
Eko-inovasi sendiri masih tergolong bidang kajian yang baru dan mulai berkembang. Studi kasus ini dipandu oleh tiga pertanyaan penelitian utama:
1. Apa bentuk dan dampak dari eko-inovasi yang dilakukan oleh organisasi? Pertanyaan penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan bentuk eko-inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan dan dampak-dampak eko-inovasi, berdasarkan karakterisasi dan tipologi eko-inovasi yang telah dikembangkan oleh beberapa peneliti lain dan penemuan-
penemuan di lapangan. 2. Bagaimana organisasi berhasil melakukan eko-inovasinya? Pertanyaan penelitian ini
ditujukan untuk mendeskripsikan fitur-fitur keberhasilan eko-inovasi suatu organisasi
241
atau perusahaan dan menjelaskan bagaimana perusahaan dapat berhasil melakukan atau mengeksekusi eko-inovasinya di pasar.
3. Apa yang menjadi pendorong organisasi dalam melakukan eko-inovasi? Pertanyaan penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan hal-hal yang mendorong perusahaan
untuk melakukan eko-ino vasi dan menjelaskan bagaimana ‘kerja’ pendorong ini.
Kajian ini mengambil posisi konstruktivismeinterpretivisme. Smith et al 2010 menyarankan perlunya sensitivitas sosiologis akan makna-makna subjektif inovasi
berkelanjutan, eko-inovasi yang beragam, serta peran kekuatan ekonomi dan politik yang menguntungkan perspektif-perspektif tertentu dibandingkan dengan yang lainnya. Kajian ini
dilakukan dengan menggunakan lensa teori sosial, teori strukturasi dan pendekatan praktik untuk mengkonstruksikan bagaimana suatu eko-inovasi terjadi dan berhasil. Giddens 1984
mengkonseptualisasi ulang hubungan antara agensi tindakan manusia dan struktur. Struktur didefinisikan secara abstrak sebagai serangkaian aturan-aturan dan sumber daya-
sumber daya, agen adalah manusia berdaya pengetahuan yang secara aktif mengacu dan mengekspresikan struktur dalan interaksi nyata yang disebut Giddens sebagai relasi atau
praktik sosial. Aktor-aktor menerjemahkan dan memodifikasi struktur untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kontekstual. Sementara pendekatan praktik dikembangkan dari
penempatan Wittgenstein akan inteligibilitas dan pemahaman manusia dalam aliran praksis, bukan sebagai yang terpisah dalam benak manusia. Intelegibilitas dan pemahaman ini
menstruktur tindakan manusia Schatzki, 1996. Dalam pendekatan praktik, keterampilan- keterampilan yang menubuh dan tahu bagaimana know-how dianggap penting dan suatu
pengalaman dipahami bukan hanya sebagai hasil kejadian-kejadian dan tindakan-tindakan yang ditujukan, namun sebagai suatu proses berkelanjutan atau aliran di mana kebiasaan-
kebiasaan dan rutinitas-rutinitas secara terus menerus ditantang dan ditransformasikan Shove et al., 2012.
Tulisan ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian. Bagian pertama akan menyampaikan tentang konsep eko-inovasi. Bagian kedua akan menyampaikan tentang metodologi
penelitian. Analisis dan pembahasan akan disampaikan pada bagian tiga. Pada bagian terakhir akan disampaikan kesimpulan penelitian.
2. EKO-INOVASI
Eko-inovasi juga dikenal dengan istilah-istilah lain, seperti: inovasi lingkungan environmental innovation, inovasi hijau green innovation dan inovasi keberlanjutan
sustainability innovation. Eko-inovasi telah dikaji dalam ragam perspektif dan bidang, terutama bidang ekonomi, kebijakan dan manajemen. Beberapa peneliti kebijakan
mendasarkan konseptualisasi eko-inovasi pada konsep pembangunan berkelanjutan Carillo- Hermosilla et al. 2010, Geels, 2010, Smith et al., 2010 atau untuk seterusnya dalam tulisan
ini akan disebut sebagai konsep keberlanjutan. Beberapa peneliti telah menyusun klasifikasi jenis-jenis eko-inovasi yang bermanfaat
untuk mendefinisikan kasus-kasus eko-inovasi yang ditemui. Penelitian ini mengacu pada klasifikasi atau taksonomi yang telah disusun oleh Andersen 2008 sebagai berikut:
1. Eko-inovasi tambahan add-on teknologi dan jasa penanganan polusi dan sumber daya. Kategori ini adalah kelompok yang paling mapan, terdiri dari produk-produk
artefak-artefak atau jasa-jasa yang meningkatkan kinerja lingkungan pelanggan. Produknya sendiri tidak harus dengan sendirinya ramah lingkungan. Mereka
menangani solusi-solusi lingkungan di sisi hilir banyak teknologi dan jasa yang membersihkan, melarutkan, mendaur ulang, mengukur, mengontrol dan memindahkan
emisi-emisi dan di sisi sumberhulu ekstraksi dan suplai sumber daya alam dan energi. Konservasi alam, dipengaruhi oleh kegiatan di hilir dan hulu, harus disertakan
di sini. Teknologi dan jasa ini dikembangkan oleh apa yang secara umum dipahami sebagai industri lingkungan. Teknologi dan jasa biasanya memiliki dampak sistemis
yang terbatas sebagaimana mereka secara umum ditambahkan kepada praktek produksi dan konsumsi yang ada yang secara biaya terhitung efektif tanpa
mempengaruhi praktek-praktek ini secara signifikan. Namun teknologi tambahan add-
242
on yang sangat radikal dapat memiliki dampak sistemis yang lebih luas, tapi insentif- insentif untuk mengembangkan mereka masih kecil.
2. Eko-inovasi yang terintegrasi proses teknologi yang lebih bersih dan produk yang lebih bersih. Inovasi ini membuat proses produksi atau produk lebih eko-
efisien “lebih bersih” dibandingkan dengan proses atau produk yang mirip. Karena itu perusahaan
yang berinvestasi dalam inovasi terintegrasi dengan membeli danatau mengembangkannya terlihat lebih eko-efisien dibandingkan dengan pesaing yang
mirip, baik dalam keseluruhan kinerja lingkungan perusahaan atau dalam dampak lingkungan produk tertentu. Inovasi ini mungkin juga diperkenalkan dengan tujuan lain
seperti tujuan produktivitas. Mereka berkontribusi terhadap solusi masalah lingkungan organisasi di dalam perusahaan atau organisasi-organisasi lain lembaga publik,
keluarga, dalam pemahaman ini mereka terintegrasi. Mereka adalah inovasi-inovasi yang berkontribusi terhadap perubahan praktik produksi dan konsumsi dalam
organisasi-organisasi, terutama dalam perusahaan. Inovasi-inovasi ini memungkinkan efisiensi sumber daya dan energi, meningkatkan pendaurulangan atau memungkinkan
substitusi material beracun. Inovasi-inovasi ini kebanyakan bersifat teknis, namun bisa juga bersifat keorganisasian, misal, perubahan dalam pengaturan produksi dan
manajemen di dalam organisasi. “Kehijauan” produk-produk ini relatif terhadap kehijauan produk-produk yang sama dan karena itu berubah sepanjang waktu.
Kategori menekankan pada penghijauan sebagai sasaran yang bergerak. Mereka merepresentasikan kontinuitas teknologi.
3. Eko-inovasi produk alternatif jejak-jejak teknologi baru. Inovasi-inovasi ini merepresentasikan keterputusan teknologi yang radikal. Mereka tidak selalu lebih
bersih dari produk yang sama namun lebih pada menawarkan solusi ramah lingkungan yang sangat berbeda trayek teknologi yang baru dibandingkan dengan
produk-produk yang ada. Inovasi produk radikal ini memiliki dampak-dampak sistemis yang luas; mereka dibangun di atas teori-teori baru, kapabilitas yang baru, praktik-
praktik yang baru dan mungkin membutuhkan perubahan pola produksi dan konsumsi sekaligus. Dimensi lingkungan terletak pada produksidesain produk itu sendiri, yang
seharusnya per se lebih hijau dibandingkan dengan alternatif yang tidak sama. Contohnya adalah teknologi energi terbarukan sebagai lawan dari teknologi berbasis
bahan bakar fosil dan pertanian organik berlawanan dengan pertanian konvensional.
4. Eko-inovasi makro-keorganisasian struktur-struktur keorganisasian yang baru. Inovasi-inovasi ini mencakup solusi-solusi baru bagi cara yang eko-efisien dalam
mengatur masyarakat. Hal ini berarti cara-cara baru mengorganisasi produksi dan konsumsi kita di tingkatan yang lebih sistemis, mencakup interaksi saling
mempengaruhi fungsional yang baru antar organisasi-organisasi, e.g. antara perusahaan-
perusahaan “simbiosis keindustrian”, antara keluarga-keluarga dan tempat kerja, dan cara-cara baru mengorganisasi kota dan insfrastruktur teknis
mereka “ekologi urban”. Inovasi-inovasi ini mengimplikasikan perubahan dalam perencanaan kewilayahan dan fisik serta infrastruktur teknis dalam beragam cara.
Inovasi-inovasi ini bersifat keorganisasian namun mungkin juga menyertakan inovasi- inovasi teknis. Mereka mungkin secara konseptual sangat radikal, karena itu
merepresentasikan keterputusan pencarian, namun tidak selalu secara teknis radikal. Inovasi ini menekankan pentingnya dimensi spasial bagi eko-inovasi dan kebutuhan
akan perubahan keorganisasian dan kelembagaan. Inovasi-inovasi ini banyak terjadi dalam wilayah otoritas publik yang perlu bekerja sama dengan perusahaan untuk
mengembangkan solusi-solusi yang baru. 5. Eko-inovasi dengan tujuan umum. Beberapa teknologi bertujuan umum
mempengaruhi ekonomi dengan mendalam dan proses inovasi sebagaimana mereka terletak dalam latar belakang dan dimasukkan ke dalam beragam inovasi-inovasi
teknologi yang lain. Peneliti-peneliti inovasi menyebutkan bagaimana teknologi- teknologi ini mendefinisikan paradigma tekno-ekonomi yang mendominasi pada waktu
243
tertentu. Perubahan-perubahan dalam teknologi-teknologi bertujuan umum sangatlah mendasar sehingga mereka akan memberikan dampak yang besar terhadap eko-
inovasi dan karena itu perhatian khusus harus diberikan terhadap perkembangan- perkembangan pada teknologi-teknologi ini. Pemampu dampak-dampak positif dan
negatif teknologi-teknologi seperti ICT, bioteknologi dan belakangan adalah nanoteknologi terhadap eko-inovasi perlu diteliti lebih lanjut.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bermaksud untuk memunculkan dan memetakan ragam eko-inovasi yang dilakukan oleh aktor-aktor yang berbeda-beda, di mana aktor-aktor ataupun eko-inovasi
– eko-inovasi ini memiliki makna tersendiri dari segi fitur ekonomi, sosial dan lingkungan.
Penelitian ini mengambil pendekatan studi kasus. Menurut Yin 2003, studi kasus adalah pencarian empiris yang bermanfaat dalam menginvestigasi sebuah fenomena kontemporer
di dalam konteks kehidupan nyata. Teori strukturasi dan pendekatan praktik digunakan untuk mengkonstruksikan proses eko-inovasi. Berikut adalah rangkuman tentang teori strukturasi
dan pendekatan praktik. Menurut teori strukturasi, wilayah dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman
masing-masing aktor ataupun keberadaan setiap bentuk totalitas kemasyarakatan, melainkan praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu Giddens, 1984:
3. Bagi Giddens, ketika kita menganalisis relas-relasi sosial, kita harus mengakui keberadaan suatu dimensi sintagmatik, penciptaan pola relasi-relasi sosial dalam ruang dan
waktu yang melibatkan reproduksi praktik-praktik tertentu dan suatu dimensi paradigmatik yang melibatkan tatanan sesungguhnya dari cara-cara pengstrukturan yang terus menerus
dilibatkan dalam reproduksi semacam itu. Konsep-konsep inti dalam teori strukturasi adalah konseptualisasi Giddens tentang agensi dan struktur. Manusia dilihat sebagai agen yang
berdaya pengetahuan. Bentuk refleksif daya pengetahuan dan kesadaran diskursif merupakan butir-butir penting dalam konsepsi Giddens. Keberadaan struktur diasumsikan
tidak terpisah dari pengetahuan para agen tentang apa yang mereka lakukan dalam kegiatan kegiatan mereka. Para agen manusia selalu mengetahui apa yang sedang mereka lakukan
pada tataran kesadaran diskursif melalui sebuah deskripsi Giddens, 1984: 43 Struktur dilihat sebagai kelengkapan-kelengkapan struktural. Kelengkapan-kelengkapan
struktural ini yang memungkinkan keberadaan praktik-praktik sosial yang serupa dalam kisaran waktu dan ruang yang sangat beragam dan memberi bentuk-bentuk sistemis pada
praktik sosial. Menurut Giddens 1984, sistem sosial sebagai praktik-praktik sosial yang direproduksi, tidak memiliki ‘struktur’, namun secara lebih tepat menampakkan kelengkapan-
kelengkapan struktural. Kelengkapan-kelengkapan struktural ini hanya ada sebagai yang terwujud dalam tindakan-tindakan sosial, praktik-praktik sosial yang direproduksi secara
terus menerus sepanjang ruang dan waktu. Pada saat yang bersamaan, praktik-praktik sosial ini menciptakan dan mereproduksi kelengkapan-kelengkapan struktural tingkat mikro
dan makro sistem sosial. Struktur hadir sebagai jejak-jejak ingatan agen-agen yang berpengetahuan, karena itu tidak berada di luar agen-agen dan ketika terekspresikan dalam
praktik-praktik sosial, dalam pengertian tertentu, struktur berada di dalam agen. Struktur dapat berperan sebagai pemampu atau penghambat suatu agensi bertujuan. Struktur terdiri
dari aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya atau seperangkat relasi tranformasi yang terorganisasi sebagai kelengkapan-kelengkapan struktural suatu sistem sosial. Aturan terdiri
dari dua dimensi, dimensi signifikasi atau disebut juga sebagai aspek konstitutif yang mengambil bentuk medium tindakan sebagai bangunan makna dan elemen-elemen normatif
legitimasi atau aspek regulatif yang mengambil bentuk medium tindakan relasi moral dan sanksi. Sumber daya dibagi ke dalam dua dimensi, yaitu sumber daya alokatif, yang
mengambil medium tindakan kekuatan tatanan material dan sumber daya otoritatif. Sementara teori strukturasi membantu dalam memetakan struktur dan memahami
kondisi transformasi struktur dalam konteks proses inovasi, teori praktik bermanfaat dalam mengamati praktik sosial, hal-hal apa saja yang terjadi dalam suatu praktik. Para penganjur
utama teori atau pendekatan praktik menyatakan konseptualisasi masing-masing tentang
244
apa itu praktik. Reckwitz 2002 mendeskripsikan praktik sebagai sebuah bangunan atau pola yang dapat disusun dari sejumlah tindakan-tindakan tunggal dan seringkali unik. Praktik
terdiri dari salingketergantungan elemen-elemen yang beragam, seperti bentuk-bentuk kegiatan yang menubuh, bentuk-bentuk aktivitas mental, benda-benda dan penggunaannya,
serta sebuah pengetahuan yang melatarbelakangi dalam bentuk pemahaman, tahu- bagaimana, kondisi emosi dan pengetahuan yang memotivasi. Schatzki 2012 menyatakan
bahwa praktik sebagai nexus yang terdiri dari serangkaian doing melakukan dan serangkaian saying mengatakan yang diorganisasi oleh pemahaman praktis, aturan-aturan,
struktur-struktur teleoafektif dan pemahaman umum. Menurut Schatzki 2012, kebanyakan praktik tidak akan berada tanpa keberadaan materialitas di mana praktik ini terkait dengan
materialitas itu, karena itu konsep sekumpulan praktik dan tatanan-tatanan materialitas sangat penting untuk menganalisis kehidupan manusia. Shove et al. 2012
mengembangkan konsep praktik yang terdiri dari material, kompetensi dan makna. Dalam konteks penelitian ini, teori praktik digunakan untuk memetakan bentuk-bentuk praktik
manajerial dan keorganisasian yang terjadi dalam proses eko-inovasi dan dampak eko- inovasi terhadap praktik-praktik lain.
Pengambilan data empiris dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengamatan lapangan. Schatzki 2012 menamakan metode wawancara mendalam ini sebagai sejarah
oral. Sejarah oral mendokumentasikan refleksi perjalanan-perjalanan temporal para responden. Sebuah kasus eko-inovasi dipilih menjadi objek studi kasus, yaitu: FAM Organic,
sebuah organisasi bisnis yang bergerak di bidang pertanian organik. Menurut Williander 2005, ciri lain suatu eko-inovasi adalah keberhasilan, yaitu: 1 berdaya saing di ruang
pasar dan 2 menghasilkan keuntungan bagi perusahaan yang berinovasi. FAM Organic telah berhasil menghantarkan produk dan jasa eko-inovatif yang berdaya saing di ruang
pasar dan memperoleh keuntungan dari eko-inovasinya. Eko-inovasi FAM Organic diwujudkan dalam proses kewirausahaan.
Analisis penelusuran empiris dilakukan dengan mengkonstruksikan narasi strukturasi proses eko-inovasi. Konstruksi narasi ini disebut sebagai strategi naratif oleh Langley 1999,
yang mengusulkan strategi naratif sebagai salah satu dari tujuh strategi sensemaking penyusunan pemahaman dalam penelitian proses. Sensemaking akan dipandu oleh teori
strukturasi dan pendekatan praktik dengan menyusun sebuah episode strukturasi proses eko-inovasi yang terjadi di setiap organisasi dan mendiskusikan hal-hal yang terjadi pada
episode strukturasi ini.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. FAM Organic: Eko-Inovasi Pertanian Organik
FAM Organic didirikan pada tahun 2009 oleh sepasang suami istri pewirausaha, Soeparwan Soeleman dan Donor Rahayu selanjutnya akan disebut sebagai Pak Soeparwan
dan Bu Donor dan berlokasi di Kota Bandung. Berdasarkan hasil penelusuran empiris, berikut adalah episode strukturasi eko-inovasi dalam kewirausahaan FAM Organic.
Gambar 1. Episode Strukturasi Proses Eko-Inovasi FAM Organic
Pemindaian peluang bisnis
dan pemilihan pertanian organik
Pembangunan kompetensi
pertanian organik di kebun
Pemantapan pertanian
organik di kebun
Pengembangan lini bisnis baru:
halaman organik, eko-
suvenir, konsultasi dan
kemitraan
Pengembangan lini bisnis baru: 1 Area suburb: Pertanian organik, eko-
kuliner, loka karya, eko-villa, eko- pertemuan, penelitian dan
pengembangan, eko-edutainment
2Area urban perkotaan: halaman
245
Sebelum membahas tentang proses strukturasi proses eko-inovasi FAM Organic, akan disampaikan beberapa hal tentang praktik pertanian organik. Secara ekonomi, praktik
pertanian organik sendiri, secara umum telah cukup melembaga di dunia dan secara khusus di Indonesia. Struktur pasar atau struktur komersial produk pertanian organik mulai dapat
ditemui di beberapa kota di Indonesia. Struktur pasar ini dapat terdiri dari: 1 petani- distributor-pengecer-konsumen, 2 petani-pengecer-konsumen dan 3 petani-konsumen.
Terkait dengan praktik konsumsi, produk organik dibeli oleh konsumen karena konsumen percaya terhadap integritas produk, bahwa produk ini betul-betul dihasilkan melalui proses
produksi secara organik. Rasa percaya terhadap integritas produk dapat dibangun melalui sertifikasi atau melalui interaksi langsung antara konsumen dengan petani, di mana
konsumen membuktikan sendiri bagaimana proses pertanian atau produksi organik dilakukan di lahan budidaya.
Praktik pertanian organik diatur oleh tatanan pengetahuan, wacana khusus yang juga merupakan norma struktur signifikasi dan legitimasi. Saat ini, telah terbentuk organisasi
pertanian organik tingkat dunia, International Federation of Organic Agricultural Movements IFOAM yang menaungi sekitar 870 afiliasi di 108 negara. Organisasi ini telah merangkum
prinsip-prinsip pertanian organik yang bersifat universal dan dijadikan sebagai acuan tatanan pengetahuan yang memandu tatanan praktik pertanian organik mulai dari produksi sampai
dengan konsumsi. Prinsip-prinsip ini disusun dari wacana lingkungan atau ekologi serta standar-standar etika tertentu yang ditetapkan sebagai standar dasar praktik pertanian
organik. Secara singkat karakteristik-karakteristik praktik pertanian organik di suatu lahan pertanian, dirangkum sebagai berikut oleh Freyer dan Bingen 2012: sistem dengan
masukan input yang rendah masukan pupuk yang dibatasi, kontrol tanaman pengganggu dilakukan secara mekanis, kendali hama dilakukan secara biologis; rotasi tanaman, secara
biotop kaya; pupuk dan kompos hijau organik; integrasi perlindungan lingkungan terhadap sistem pertanian. Berikut adalah pembahasan tentang strukturasi proses eko-inovasi FAM
Organic.
4.1.1. Pemindaian Peluang Bisnis dan Pemilihan Pertanian Organik
FAM Organic secara mendasar melakukan kegiatan kewirausahaan yang mewujudkan eko-inovasi berupa proses produksi organik dan produk bahan pangan organik.
Kewirausahaan didorong motivasi intrinsik yang bersifat personal dan pengenalan peluang ekonomi atau bisnis. Hal-hal yang bersifat intrinsik atau personal yang melatarbelakangi
pilihan kewirausahaan adalah keinginan pasangan ini untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan mempersiapkan masa pensiun, di mana sebelumnya keduanya memiliki
karir tersendiri di bidang-bidang yang sangat berbeda dari pertanian organik sebelumnya Pak Soeparwan berkarir di IBM. Pertanian organik dipilih dari serangkaian pilihan jenis
agribisnis lain. Struktur internal faktor-faktor pribadi diri aktor yang mempengaruhi pilihan ini adalah kesukaan pasangan ini terhadap dunia bercocok tanam, di mana sebelumnya
mereka telah mengembangkan hobi tanaman dan juga bisnis tanaman Anterium. Secara diskursif, pertanian organik dipilih karena memiliki biaya start-up yang lebih rendah dari
pilihan agribisnis dan memberikan peluang untuk berkreasi menciptakan produk dan jasa yang bernilai tinggi. Dorongan untuk berkreasi menciptakan bisnis yang bernilai tinggi, diakui
oleh Pak Soeparwan merupakan bagian dari struktur internal dirinya yang terbentuk oleh pengalaman berkarirnya di IBM. Pada dasarnya, aktor telah memiliki dasar kompetensi
bisnis tersendiri yang terbentuk oleh karakter dan pengalaman hidupnya.
4.1.2. Pembangunan Kompetensi Pertanian Organik
Pengambilan keputusan untuk melakukan usaha pertanian organik dengan fokus produk sayuran organik dimulai dengan menyiapkan infrastruktur berupa lahan tanah, yang disebut
sebagai kebun oleh pasangan pendiri FAM Organic. Kebun seluas 3500 m
2
ini terletak di daerah Parongpong, Bandung. Kemudian pasangan ini melakukan pengembangan
kompetensi pertanian organik di lahan budidaya ini. Pengembangan kompetensi ini menghabiskan waktu selama setahun, dipenuhi dengan serangkaian trials and errors
246
percobaan dan kesalahan terkait dengan tatanan infrastruktur pertanian organik di kebun dan praktik pertanian organik. Pengetahuan praktik pertanian organik diperoleh terutama
melalui internet dan buku. FAM Organic mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik sebagai struktur signifikasi praktik bertani yang dikembangkan oleh IFOAM. Secara
finansial, FAM Organic menyatakan bahwa masa pengembangan kompetensi ini membutuhkan biaya yang cukup besar, terutama terkait dengan pengembangan tatanan
infrastruktur lahan budidaya yang paling optimal. Pada masa ini, FAM Organic juga memperoleh kontrak untuk menyuplai sayuran organik pada sebuah distributor besar di
Jakarta. Masa kontrak ini dimanfaatkan FAM Organic untuk mempelajari secara langsung seluk beluk penanganan pasca panen.
4.1.3. Pemantapan Pertanian Organik dan Pengembangan Lini Bisnis Baru
Setelah masa kontrak dengan distributor habis, FAM Organic melakukan penjualan secara langsung melalui situs daring, penyediaan produk di kediaman pasangan pendiri FAM
Organic dan memasok secara langsung beberapa pengecer premium di Kota Bandung. Harga sayuran organik yang dipatok oleh FAM Organic mencapai 2-3 kali harga sayuran
produk pertanian konvensional. Saat ini FAM Organic telah berhasil mengembangkan empat lini produk utama. Pertama, sayuran organik yang terdiri dari beberapa diferensiasi produk
sayuran, berupa ragam sayuran yang dipanen sebelum usia matang, ragam sayuran yang dapat ditanam di ruang media tanam yang relatif sempit dan makanan siap saji salad.
Sayuran dipanen sebelum usia matang untuk menghindari risiko serangan hama. Sayuran ini dijual berdasarkan berat tertentu dan FAM Organic menerapkan mekanisme harga yang
berbeda-beda bagi pembeli reseller, hotelrestauran dan konsumen. FAM Organic juga menerapkan mekanisme perjanjian pembelian rutin yang bertujuan untuk memastikan
pelanggan mendapatkan suplai yang terandalkan apabila menginginkan pembelian jenis sayuran tertentu secara rutin sehubungan dengan mekanisme rotasi tanaman dan polikultur,
serta risiko terjadinya pergeseran keseimbangan ekologi lokal lahan budidaya dan pengaruh faktor-faktor alamiah eksternal lahan budidaya, seperti cuaca yang menimbulkan risiko
pengurangan produktivitas tanaman. FAM Organic tidak melakukan sertifikasi dan membangun rasa percaya konsumen terhadap integrasi produk melalui pembuktian
konsumen secara langsung dengan melihat proses produksi di kebun dan halaman rumah pemilik FAM Organic serta interaksi langsung. FAM Organic mengedepankan edukasi
produk terhadap konsumen melalui interaksi secara langsung antara konsumen. Interaksi edukatif yang seringkali informal ini terjadi dalam pertemuan langsung antara konsumen
dengan FAM Organic. Pertemuan langsung ini terjadi dalam proses transaksi jual beli yang bertempat di kediaman pasangan pendiri FAM Organic dan kegiatan pelatihan halaman
organik. Selain itu FAM Organic juga giat mengikuti kegiatan-kegiatan pameran dan pertemuan yang terutama bertemakan lingkungan hidup dan gaya hidup organik. FAM
Organic juga sering terlibat dalam kegiatan komunitas gaya hidup organik Ruang pertemuan yang dijadikan ajang penyebarluasan pengetahuan praktik organik ini sangat beragam, mulai
dari acara arisan sampai dengan acara persiapan paripurna kerja yang disiapkan oleh perusahaan-perusahaan, di mana FAM Organic merupakan nara sumber. FAM Organic juga
sudah sering diminta menjadi pembicara tentang kegiatan bisnisnya di media elektronik, seperti radio dan televisi. Interaksi juga terjadi melalui situs daring mereka yang dikemas
dengan apik, sangat informatif dan interaktif. Interaksi edukatif dan informatif ini menjadi salah satu kunci kekuatan pemasaran produk FAM Organic. Interaksi yang terjadi
mendorong tumbuhnya relasi FAM Organic dengan beragam jenis konsumen, yang pada akhirnya menguntungkan pemasaran produk itu sendiri. Interaksi ini seringkali juga
memunculkan peluang bisnis baru dan kerja sama bisnis. Kecakapan berkomunikasi dan kepiawaian mengawal interaksi menjadi salah satu kunci keberhasilan pemasaran produk
berdasarkan relasi langsung produsen dan konsumen. Salah satu misi FAM Organic adalah menyebarluaskan pengetahuan tentang praktik pertanian organik. Misi ini telah diwujudkan
dalam beragam cara dan media.
247
Kedua, pelatihan halaman organik dan pengembangan toko FAM Organic. Pelatihan ini bertujuan untuk menyebarluaskan praktik berkebun organik di halaman rumah yang
bertujuan meningkatkan kesehatan keluarga dan kesehatan lingkungan. Pelatihan ini telah diadakan sebanyak 26 kali, setiap pelatihan diikuti rata-rata 20 peserta. FAM Organic juga
mendirikan komunitas halaman organik yang ditujukan sebagai wadah pertemuan dan saling bertukar informasi para penggiat halaman organik. Saat ini FAM Organic telah berhasil
mengembangkan bisnis penjualan produk-produk yang terkait dengan halaman organik, seperti bibit tanaman, media tanam, pupuk organik, peralatan berkebun dan lain sebagainya.
Ketiga, eko-suvenir. Lini bisnis ini menawarkan produk berupa benih dan bibit tanaman tanaman yang telah melalui proses pembenihan dan siap untuk ditanam lebih lanjut untuk
dijadikan suvenir pada acara pernikahan, kegiatan-kegiatan lingkungan dan lain sebagainya. Pembibitan tanaman dilakukan secara organik. Berbeda dengan eko-suvenir kebanyakan,
FAM Organic menyertakan petunjuk bagaimana cara bercocok tanam secara organik dengan benih dan bibit yang dijadikan eko-suvenir. FAM Organic ingin memastikan
keberlanjutan penggunaan eko-suvenir ini dan mengarahkan penerima eko-suvenir untuk mencari informasi tambahan pada situs FAM Organic, sehingga penerima suvenir dapat
teredukasi lebih jauh dan sekaligus juga mengenal pertanian organik, jasa, produk serta bisnis FAM Organic.
Terakhir, FAM Organic menyediakan jasa konsultasi bagi yang ingin mengembangkan pertanian organik. Untuk kemitraan, yang disebut oleh FAM Organic sebagai kemitraan eco-
preneur, FAM Organic menetapkan syarat-syarat tersendiri. Syarat yang pertama, calon mitra harus mengedepankan integritas pertanian organiknya, mengedepankan sisi ekologi
dengan tujuan menyehatkan lingkungan terlebih dahulu baru sisi bisnis setelahnya. Kemitraan terbuka untuk ragam jenis lini bisnis.
4.1.4. Pengembangan Bisnis
Terkait dengan pengembangan bisnis FAM Organic telah memiliki rencana pengembangan bisnis lebih jauh lagi setelah berhasil memantapkan lini-lini bisnis di atas.
Strategi pengembangan bisnis ke depan terbagi menjadi tiga orientasi ide atau konsep utama, yaitu: konsep suburb pinggiran kota, konsep urban kota sebagaimana
digambarkan di gambar episode strukturasi FAM Organic di atas dan dan konsep penyelenggaraan presentasi bisnis pertanian organik.
Konsep suburb akan mengembangkan sejenis kawasan organik terintegrasi dengan prasyarat utama keberadaan kebun atau pertanian organik. Kawasan ini akan mencakup
pertanian organik, eco-edutainment, eko-kuliner, lokakarya, villa peristirahatan, eko- pertemuan serta penelitian dan pengembangan. Pengembangan konsep ini telah dimulai di
lahan kebun di Parongpong. Sementara Toko FAM Organic adalah toko terintegrasi yang menawarkan jasa dan produk
‘dari a sampai z’ tentang halaman organik, mulai dari jasa pelatihankonsultanlandscaping sampai dengan produk-produk yang terdiri dari benih, bibit,
pupuk organik, media tanah, aneka macam peralatan berkebun yang sebagian dirancang dan diproduksi sendiri untuk memudahkan orang untuk bercocok tanam secara organik di
halaman rumah. Di toko ini akan dibuat halaman organik, yang ditujukan sebagai contoh atau model halaman organik, sekaligus alat edukasi bagi pengunjung, di mana di halaman ini
akan diperagakan cara-cara bercocok tanam organik aneka ragam tanaman. Bisnis ini berkembang dari pembangunan kompetensi pertanian organik yang diikuti
dengan keberhasilan melakukan proses pertanian organik, penghantaran produk pertanian komoditas, penghantaran jasa pelatihan halaman organik dan penjualan produk-produk
yang terkait dengan berkebun. FAM Organic dalam pengembangan pemasaran dan bisnisnya telah menyebarluaskan norma-norma, nilai-nilai dan tatanan pengetahuan seputar
pertanian organik. Terkait dengan kinerja bisnis, FAM Organic menyatakan bahwa volume penjualan
komoditas sayuran organik berfluktuasi secara dinamis, ada masa di mana volume penjualan naik dan juga turun. Fluktuasi ini salah satunya disebabkan oleh faktor alam, yaitu
pergeseran keseimbangan ekosistem dan cuaca. Pergeseran keseimbangan ini terjadi
248
secara terus menerus dan terkadang kondisi anomali cuaca mempengaruhi pengembalian keseimbangan ekosistem ini. Pengembalian keseimbangan ekosistem membutuhkan waktu
untuk berproses, sehingga dalam kondisi ini ‘kerugian’ mungkin terjadi, yaitu berkurangnya
volume produksi. Untuk meningkatkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi di lini sayuran, FAM Organic mengembangkan produk salad dan bibit tanaman herbal di pot yang eksklusif. FAM
Organic tidak melakukan pengambilan produk dari produsen lain untuk memenuhi permintaan. Kinerja penjualan eko-suvenir terus meningkat demikian juga dengan produk-
produk yang dijual di lini halaman organik. Nilai halaman organik sebagai ruang belajar mendorong konsumen untuk membeli produk-produk yang ditawarkan seperti bibit, peralatan
berkebun dan media tanam. Kinerja penjualan produk dan jasa selain sayuran organik terus meningkat. Menurut Pak Soeparwan, profit secara keseluruhan meningkat secara terus
menerus. Pertanian organik menurut tipologi eko-inovasi yang dikembangkan Andersen 2008
termasuk ke dalam jenis eko-inovasi produk alternatif. Dalam konteks praktik pertanian organik, keterputusan radikal terjadi bila dibandingkan dengan praktik pertanian
konvensional, hidroponik, aeroponik, GMO genetically modified organism dan praktek pertanian yang baik good agricultural practice, GAP. Keterputusan radikal teknologi ini
berakar dari prinsip-prinsip pertanian organik yang dimanifestasikan dalam praktik pertanian yang sehubungan dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya, menerapkan cara, metode
bertani yang berbeda dari praktik-praktik pertanian lain. Dampak-dampak eko-inovasi pertanian organik dibagi ke dalam dimensi lingkungan,
kesehatan manusia dan ekonomi. Dalam konteks dimensi lingkungan, beberapa penelitian telah mencatat bahwa pertanian organik meningkatkan kesuburan dan kegemburan tanah
struktur tanah. Kesuburan tanah disebabkan oleh kandungan dan kegiatan materi organik yang lebih besar, seperti mikroba dan cacing tanah Nemes, 2009. Struktur tanah yang lebih
gembur memungkinkan penyerapan air, sehingga mengurangi kemungkinan banjir dan erosi. Meningkatnya kesuburan dan kegemburan tanah memberikan efek balik terhadap
produktivitas lahan dan pertanian organik itu sendiri. Kesinambungan kondisi lahan akan mendukung kesinambungan pertanian organik. Pernyataan ini didukung oleh FAM Organic,
namun tetap diperlukan adanya pengukuran dan perbandingan kuantitatif antara tingkat kesuburan dan kegemburan tanah lahan pertanian organik dan non-organik. Beberapa
penelitian yang dirangkum dalam Laporan FAO 2009 mencatat ragam dampak positif produk pertanian organik bagi kesehatan manusia. Secara ekonomi, harga premium produk
organik memberikan keuntungan terutama bagi para petani. Dalam konteks FAM Organic, penetapan harga produk yang lebih tinggi daripada produk pertanian konvensional dilakukan
karena biaya pengembangan infrastruktur pertanian organik relatif besar.
5. KESIMPULAN
Keberhasilan eko-inovasi FAM Organic terjadi karena agensi aktor yang berupa gabungan dorongan intrinsik atau motivasi aktor, kekuatan power aktor dalam
mengembangkan kompetensi pertanian organik dan keberadaan permintaan konsumen serta struktur pasar saluran pemasaran tradisional dan alternatif yang dapat diakses,
seperti keberadaan distributor, pengecer, saluran pemasaran langsung melalui online, komunitas organik, pameran-pameran khusus dan lain sebagainya.
Unsur agensi berupa kreativitas aktor Fam Organic mendorong terjadi pengembangan produk, jasa dan bisnis secara terus menerus. Karakter kewirausahaan yang terus menerus
mengenali elemen-elemen peluang bisnis dan membuat peluang Ardichvilli, Cardozo dan Ray, 2003 dalam Paloniemi, 2010 juga terlihat. Dalam konteks strukturasi, peluang dilihat
sebagai pertemuan antara kebertujuan aktor intentionality dengan faktor-faktor pemampu enabler dalam struktur realitas kehidupan sosial yang memungkinkan peluang terwujud.
Kebertujuan aktor atau agensi melibatkan kecakapan kognitif mental unsur diskursif juga penubuhan praktik yang dipengaruhi unsur struktur masa lalu. Unsur-unsur kreativitas ini
terwujud dalam karakteristik atau atribut produk, jasa dan kapabilitas manajerial mulai dari produksi sampai pemasaran yang khas dan membentuk daya saing tersendiri. Keberhasilan
249
FAM Organic dicirikan dengan hal-hal berikut: Penguasaan kompetensi pertanian organik proses produksi; penguasaan kompetensi pengembangan produk dan jasa serta
kompetensi dalam mengelola proses produksi dari beragam jenis produk sayuran organik dan eko-suvenir serta kompetensi dalam mengelola penghantaran jasa lain seperti jasa
pelatihan halaman organik dan jasa konsultasi; penguasaan cara-cara pemasaran, terutama dengan menetapkan mekanisme pembelian rutin yang dapat mengurangi risiko pihak
produsen dan juga konsumen dan kecakapan berkomunikasi dalam pemasaran dan mempromosikan pertanian organik.
Saat ini FAM Organic aktif mempromosikan pertanian organik dan bisnis pertanian organik. Eko-inovasi pertanian organik FAM Organic
lebih bersifat ‘technology push’ pada awalnya dan seiring dengan pembentukan pasar, FAM Organic mulai mempertimbangkan
umpan balik dari konsumen untuk inovasi-inovasi lebih lanjut. PUSTAKA
Andersen, M., 2008. Eco-Innovation - Towards a Taxonomy and A Theory. 25th Celebration Druid Conference. Copenhagen, Denmark.
Carillo-Hermosilla, J., del Rio, P., Koennoela, T., 2010. Policy Strategies to Promote Eco- Innovations - An Integrated Framework. Journal of Industrial Ecology, 14, 541-557.
Freyer, B., Bingen, J., 2012. The Transformation to Organic : Insight from Practice Theory. Organic Food and Agriculture - New Trends and Developments in the Social Sciences, pp.
169-197. Geels, F., 2010. Ontologies, Socio-Technical Transitions to Sustainability, and the Multi-
Level Perpective. Research Policy, 39, 495-510. Giddens, A., 1984. Teori Strukturasi. Indonesia: Penerbit Balai Pustaka.
Grin, J., Smith, A., Voss , J., 2010. Innovation Studies and Sustainability Transitions : The Allure of the Multi-Level Perpective and Its Challanges. Research Policy, 39, 435-448.
Nemes, N., 2009. Comparative Analysis of Organic and Non Organic Farming Systems : A Critical Assessment of Farm Profitability. USA: Food and Agriculture Organization of the
United Nations. OECD., 2005. Oslo Manual: Guidelines for Collecting and Interpreting Innovation Data. Third
Edition. Paris: OECD. OECD., 2008a. Environmental Innovation and Global Markets. Paris: OECD.
OECD., 2008b. Environmental Innovation and Global Markets, Working Party on Global and Structural Policies. OECD.
OECD., 2009a. Sustainable Manufacturing and Eco-Innovation. Framework, Practices and Measurement. Paris: Synthesis Report.
OECD., 2009b. Sustainable Manufacturing and Eco-Innovation: Towards a Green Economy. Policy Brief.
Paloniemi, K., 2010. Creating Business Opportunities - A Critical Realist Perspective. University of Oulu, Department of Management, Faculty of Economics and Business
Administration. Oulu, Finland: University of Oulu. Schatzki, R., 2012. A Primer on Practices : Theory and Research. United States of America:
Sense Publishers. Shove, E., Pantzar, M., Watson, M., 2012. The Dynamics of Social Practice: Everyday Life
and How It Changes. Sage Publications. Yin, R. K., 2003. Case Study Research: Design and Methods. United States of America:
Sage Publications.
250
MODEL AGRIBISNIS PEDESAAN LAHAN KERING YANG RAMAH LINGKUNGAN Kasus Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak SITT di Kabupaten Blora
Wasito
1
, Andriati
2
1,2
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian BBP2TP Jl. Tentara Pelajar no. 10 Bogor,
Email:
1
wasito63yahoo.co.id
ABSTRAK Kabupaten Blora, salah satu wilayah lahan kering dan marginal di Propinsi Jawa Tengah. Keluarga
petani miskin menyebar secara merata, berdasarkan 11 indikator Bantuan Langsung Tunai BLT 39,5 persen, keluarga pra sejahtera 50 persen. Adopsi dan pengembangan Sistem Integrasi
Tanaman dan Ternak SITT pangan dan sapi telah terjadi secara berkelanjutan. Untuk mengetahui SITT sebagai inovasi frugal, inovasi yang hemat dan ramah lingkungan telah dilakukan kajian dan
pengumpulan data primer secara cross-sectional. Kajian diawali dengan mengamati dan melibatkan diri pada komunitas petani innovator, adopter, petani miskin dalam konteks yang alami natural
setting, diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam pada petani dan petugas lapangan. Hasil kajian, inovasi SITT yang frugal merupakan inovasi proses yang mampu memberikan solusi
masalah dengan harga terjangkau pada petani lapisan bawah di tengah-tengah keterbatasan sumberdaya, dan akses terhadap institusional. Keunggulan dampak penerapan teknologi SITT bisa
diamati, tidak bertentangan kondisi sosial budaya, mudah diaplikasikan tanpa pendampingan, dan menguntungkan. Tolok ukur sifat inovasi SITT dari tingkat: a kerumitan, b mudah dicobakan, c
mudah diamati, d kesesuaian dengan lingkungan, e dan keuntungan relatif. Persepsi keberlanjutan SITT dengan indikator a pengelolaan SITT, b SITT dan pemenuhan kebutuhan
pokok, c keberlanjutan SITT, d pengaturan fungsi kelembagaan SITT. Hasilnya harus ada peningkatan usaha SITT sekitar 37,60 persen. SITT sebagai inovasi pertanian yang frugal hemat dan
ramah lingkungan, serta berwawasan agribisnis dan berpihak pada petani miskin, serta dapat mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Kata kunci : SITT, agribisnis, Blora.
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan, 271 desa, dan 24 kelurahan, 941 dusun, 1.204 rukun warga dan 5.429 rukun tetangga. Menurut luas penggunaan lahan, lahan
terbesar adalah hutan 49,51, lahan sawah 25,33 dan tegalan 14,43. Padi sawah merupakan komoditas unggulan tanaman pangan, juga jagung yang sumber pakan ternak
sapi. Produksi jagung mengalami kenaikan 69,62 diakibatkan adanya luas panen jagung yang cukup tinggi dari 44.998 hektar menjadi 62.666 hektar. Secara umum, ekonomi Kab.
Blora masih didominasi sektor pertanian pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, besar sumbangan terhadap PDRB sebesar 54,90 persen BPS Blora, 2009.
Penguasaan lahan sempit dan tipologi lahan kering, curah hujan rendah di Kab. Blora merupakan kendala dalam peningkatan pendapatan keluarga petani. Selain itu,
pembangunan pertanian di lahan marjinal ini umumnya masih tertinggal, dan kurang mendapat prioritas oleh pemerintah dimasa lalu. Sistem bertani dengan tujuan utama masih
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, inilah yang biasanya menjadi kantong- kantong wilayah kemiskinan.
Blora merupakan kabupaten dengan jumlah ternak terbanyak terutama sapi potong di tingkat Propinsi Jawa Tengah. Sistem integrasi tanaman ternak SITT pangan dan sapi
potong telah diadopsi dan memasyarakat, tetapi terbatas hanya penggunaan jerami tanpa fermentasi sebagai pakan ternak sapi. Sistem manajemen kelompok yang belum memadai
diduga mengakibatkan anggota belum menerapkan bahan organik secara optimal. Pengetahuan tentang jerami perlu dikembalikan ke lahan sawah, dengan cara dibenamkan
atau diolah menjadi kompos, atau dijadikan pakan ternak setelah melalui proses fermentasi jerami, sehingga kotoran ternak minimal telah mengalami proses dekomposer belum menjadi
pilihan masyarakat petani. Untuk memberi gambaran yang lebih seksama tentang SITT
251
sebagai inovasi frugal dalam sistem agribisnis pedesaan lahan kering yang ramah lingkungan di Kabupaten Blora, telah dilakukan kajian pada tahun 2008 dan 2011. Hasil
kajian dipaparkan secara sederhana pada artikel ini.
2. METODOLOGI 2.1. Sampel Lokasi
Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive sampling untuk mengetahui potensi sistem integrasi ternak dan tanaman sapi dan tanaman pangan di desa Nglengkir dan
Tempurejo Kec. Bogorejo; Bogorejo dan Ngiyono Kec. Japah; Ngeliron dan Kalisari Kec. Randublatung.
2.2. Metode Pengkajian
Kajian lapang, telah dilakukan survei pada tahun 2008 dan 2011. Kajian bersifat cross- sectional, pengambilan data primer diawali pengamatan partisipatif dalam konteks yang
alami natural setting Denzin, dan Lincoln, 1994, diskusi kelompok terfokus focus group discussion, FGD, dan wawancara mendalam, serta kajian penelitian terdahulu. Kajian data
primer dilakukan secara berjenjang di tingkat kecamatan dengan kordinator penyuluh kecamatan, penyuluh lapangan, dan kepalastaf UPT dinas pertanian kecamatan 8
—10 responden. Selanjutnya, di desa dengan pengurus poktan, Gapoktan, petani perintis dan
adopter, serta petani miskin 10 —15 responden.
2.3. Metode Pengukuran 2.3.1. Pengukuran terhadap sifat inovasi SITT