Sub Model Konsepsi, Riset dan Pembiayaan Iptek Pertanian

Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 81 Produksi Pertanian Penerimaan Petani Pendapatan Petani Kecukupan Biaya Usahatani Penggunaan Input Produksi + + + + - Usahatani yg Gagal Kerugian Petani + Penggunaan Teknologi + Usahatani yg Berhasil Resistensi - + Produktivitas Hasil + + Kebutuhan Biaya Usahatani + - - Penjualan Produk Pertanian + + R1 B1 B2 B3 Sub Model Adopsi Iptek Pertanian - + R2 Sub Model Permintaan Produk Pertanian Sub Model Konsepsi dan Riset Iptek Pertanian Sumber: Hasil olahan penulis 2012 Gambar 2. Sub Model Sistem Usahatani Sub model sistem usahatani memiliki keterkaitan dengan permintaan produk pertanian dan konsepsi iptek pertanian. Selain itu, sub model ini memiliki keterkaitan dengan sub model adopsi iptek pertanian. Ketiga sub model lainnya memiliki peran terhadap keberhasilan usahatani yang dilakukan oleh petani baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sebagai suatu sistem yang saling terhubung dalam satu struktur, perubahan yang terjadi pada suatu unsur baik secara struktur maupun perilaku, berakibat pada perubahan perilaku atau perubahan struktur pada bagian lain dalam struktur.

3.2. Sub Model Konsepsi, Riset dan Pembiayaan Iptek Pertanian

Model konsepsi dan adopsi suatu inovasi merupakan bagian dari tatakelola teknologi yang secara khusus menaruh perhatian pada keterlibatan objek-objek teknis dan benda- benda alamiah dalam tatakelola. Dinamika perubahan yang terjadi dalam tatakelola memerlukan upaya untuk mengadaptasinya. Perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik, teknologi dan lingkungan direspon secara berbeda oleh petani. Fase konsepsi berawal dari problematisasi atas situasi praktis tertentu dan bermuara pada suatu konsepsi atas konfigurasi yang spesifik – konsepsi teknologi Yuliar, 2009; Setiawan, 2012. Konsepsi iptek di sektor pertanian sebagian besar di Indonesia masih bersifat konvensional dengan proses yang sangat lama. Pengalaman usahatani dengan kemungkinan peluang berhasil atau gagal merupakan rujukan utama sebagian besar petani dalam menkonsepsi iptek yang berakumulasi yang kemudian diterapkan dalam usahatani yang dilakukannya. Pola ini sudah berlangsung lama dan dalam jangka panjang telah banyak menghasilkan inovasi-inovasi lokal yang sangat adaptif dengan lingkungan. Keberhasilan usahatani akan memberikan efek positif terhadap pembelajaran petani yang terus tumbuh meningkatkan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh petani lingkar R3. Akan tetapi berbeda dengan pengalaman usaha tani yang gagal, proses pembelajaran akan terhenti ketika telah mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu keberhasilan usaha tani Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 82 lingkar B5. Para petani di Indonesia pada umumnya berperilaku seperti yang dijelaskan pada pola kedua, proses pembelajaran baru akan terjadi ketika terjadi kegagalan usaha tani. Kondisi ini kemudian diperparah dengan perilaku lembaga riset yang seharusnya menjadi akselerator konsepsi iptek, tidak mampu berbicara banyak pada tataran praktis. Selama ini peneliti melakukan riset cenderung hanya dari pengalaman kegagalan yang dialami oleh petani saja lingkar B4. Masih sangat jarang suatu riset di sektor pertanian dibuat berdasarkan pada pengalaman keberhasilan. Persoalan yang tidak muncul ke permukaan pada saat suatu usahatani berhasil mengakibatkan sangat sedikit pelaku riset pertanian yang terjun langsung berinteraksi dengan pelaku usahatani atau petani lingkar R4. Pola pembentukan kebutuhan riset berdasarkan keberhasilan usaha tani memberikan akselerasi yang baik bagi konsepsi iptek pertanian karena tidak akan berhenti pada saat keberhasilan usahatani tercapai. Idealnya, kegagalan-kegagalan yang dialami oleh petani terjadi hanya pada tataran eksperimen riset yang dilakukan oleh peneliti saja sehingga tidak menimbulkan kerugian yang mengurangi pendapatan petani. Pola perilaku konsepsi melalui riset ini secara prinsip sama dengan pola perilaku konsepsi iptek yang terbentuk secara konvensional atau otodidak. Kebutuhan riset yang merujuk kepada keberhasilan usahatani masih sangat jarang ditemukan, para peneliti baru tergerak untuk melakukan penelitian pada saat terjadi masalah saja seperti kegagalan usahatani. Akibatnya, keberlanjutan akselerasi konsepsi iptek oleh lembaga riset tidak berlangsung lama karena percepatan konsepsi iptek baru terjadi ketika ditemukan persoalan usahatani. Pengalaman Usahatani Pengetahuan Petani Keterampilan Usahatani + Lamanya Usahatani + Pertambahan Pengetahuan + + Kebutuhan Riset Kegiatan Riset PT + Frekuensi Kegiatan Sosialisasi dan Diseminasi Usahatani yg Gagal + + Potensi Usahatani Gagal - Usahatani yg Berhasil - Kebutuhan Biaya Riset Realisasi Anggaran Riset + + Frekuensi Interaksi Petani dgn Peneliti Kecukupan Biaya Riset - + Alokasi Anggaran + + + + + Tingkat Pembelajaran Petani + + + Produk pertanian Berkualitas Gap Kualitas Produk Pertanian Permintaan Industri Produk Pertanian + + Sub Model Sistem Usahatani Sub Model Adopsi Iptek Pertanian R3 + R4 B4 B5 R5 B6 Sumber: Hasil olahan penulis 2012 Gambar 3. Sub Model Konsepsi, Riset dan Pembiayaan Iptek Pertanian Kegiatan riset di perguruan tinggi maupun lembaga riset pemerintah atau swasta sebagai salah satu aktivitas vital dalam proses konsepsi iptek tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan biaya yang memadai. Kecukupan biaya riset yang dilihat dari perbandingan antara Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 83 kebutuhan biaya riset dengan alokasi anggaran adalah faktor pendukung terselenggaranya kegiatan riset lingkar B6. Apabila alokasi anggaran yang diajukan sesuai dengan kebutuhan biaya riset yang diperlukan, maka struktur pengalokasian anggaran ini merupakan mekanisme yang sangat penting dalam membentuk sistem yang kondusif dalam konsepsi iptek pertanian lingkar R5. Faktanya sampai saat ini sering kali dasar penentuan alokasi anggaran bukan saja hanya merujuk kebutuhan biaya riset, tetapi kepentingan lain yang menurut pengambil keputusan lebih penting, sehingga relasi antara alokasi anggaran riset dengan kebutuhan biaya riset menjadi tidak kuat garis patah-patah dan cenderung lemah.

3.3. Sub Model Permintaan Produk Pertanian dan Sub Model Adopsi Iptek Pertanian