Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 26
Sumber: Indikator Iptek:Potret Inovasi Industri Manufaktur, 2012 Gambar 16. Latar Belakang Berdirinya Perusahaan dan Faktor Penentu Berkembangnya Perusahaan
Seiring dengan kondisi perusahaan industri manufaktur tersebut, maka wajarlah kalau kemudian kurang dari 10 persen perusahaan untuk kelompok industri dengan intensitas
teknologi berbeda mampu menghasilkan produk yang benar-benar baru di pasar Gambar 17. Meskipun demikian, secara absolut jumlah perusahaan yang paling inovatif ini cukup
besar yakni 123 perusahaan. Jika potensi ini diperkuat, maka tidak mustahil akan muncul wirausahawan-wirausahawan yang inovatif di Indonesia ke depan. Diantara empat kelompok
intensitas teknologi tersebut, tampaknya industri teknologi rendah dan industri teknologi menengah-tinggi akan berpotensi menghasilkan inovasi ke depan, karena telah
menunjukkan kemampuannya dalam memenangi pasar pemimpin pasar melalui inovasinya maupun perusahaan yang mencoba menjadi penantang perusahaan yang lebih dulu
berinovasi.
Sumber: Indikator Iptek:Potret Inovasi Industri Manufaktur, 2012 Gambar 17. Tingkat Inovasi Produk yang Dihasilkan Perusahaan
6. STRATEGI MEMACU INOVASI FRUGAL DI INDONESIA: BEBERAPA GAGASAN
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian terdahulu, perkembangan inovasi frugal didorong oleh tiga faktor utama: kemampuan teknologi, kewirausahaan dan peningkatan
daya beli masyarakat lapis bawah. Dari perspektif kebijakan publik, kita perlu memahami di mana ketiga faktor tersebut berada dalam sistem sosial ekonomi.
Kemampuan teknologi adalah kemampuan yang berada di dan dimiliki oleh sektor industri, khususnya industri manufaktur. Kewirausahaan yang dimaksud di sini adalah
kewirausahaan schumpetarian di sektor industri Kaplinsky, 2011, yakni kewirausahaan yang secara sistematik menerapkan pengetahuan dan teknologi dalam sistem produksi, tidak
hanya menerapkan pengetahuan dan teknologi yang diimpor. Peningkatan pendapatan masyarakat lapis bawah merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi yang positif dan
stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 27
kemajuan sektor industri. Dengan demikian, ketiga faktor pendorong inovasi frugal terutama berada di sektor industri.
Terkait dengan kebijakan iptek, maka perlu dipahami betul bahwa jika sektor iptek dan litbang ingin turut mendorong perkembangan inovasi frugal, maka sektor iptek perlu
menempatkan diri pada posisi mendukung sektor industri untuk mengembangkan kemampuan teknologi. Di sinilah letak arti penting pernyataan bahwa litbang dan iptek tidak
bisa lagi hanya mengejar perkembangan iptek semata, tanpa memberikan dampak pada sektor industri.
Kesadaran bahwa faktor pendorong utama bagi inovasi frugal adalah kemampuan teknologi industri membawa kita pada kesimpulan bahwa kebijakan industri merupakan
sektor kebijakan yang sangat penting dan berprioritas tinggi bagi pengembangan inovasi frugal. Konsekuensinya, kebijakan iptek yang hendak berkontribusi pada pengembangan
industri frugal harus terintegrasi dengan kebijakan industri. Sejatinya, kebijakan inovasi merupakan integrasi kebijakan industri dan kebijakan iptek serta kebijakan lainnya yang
terkait seperti kebijakan pendidikan dan perdagangan. Berbagai indikator yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa kemampuan teknologi
industri di Indonesia, khususnya industri manufaktur, masih rendah. Hal ini juga berarti bahwa kebijakan industri selama ini, dan juga kebijakan iptek, belum cukup efektif
memainkan peran mendukung pengembangan kemampuan teknologi industri. Untuk dapat mengidentifikasi intervensi kebijakan yang diperlukan, kita perlu memahami
mekanisme yang mendorong penciptaan ketiga faktor utama. Dengan mengambil pelajaran dari India, menurut kajian Hidayat paper dalam NSTD forum ini, dari mana ketiga faktor
utama berasal, secara garis besar dapat digambarkan dalam gambar 18. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, mekanisme pembalajaran teknologi adalah
mekanisme yang mendorong peningkatan kemampuan teknologi. Oleh karena itu, kebijakan industri dan kebijakan iptek yang diintegrasikan dalam kebijakan inovasi perlu berfokus pada
penciptaan iklim dan fasilitasi yang membantu industri untuk melakukan pembelajaran teknologi. Sementara itu, kewirausahaan dapat dikembangkan dengan dasar budaya seperti
budaya Ghandian dan pendidikan.
Gambar 18 Mekanisme Penciptaan Tiga Pra-Kondisi Pendorong Inovasi Frugal Berdasarkan paparan di atas, kebijakan pengembangan inovasi frugal pada akhirnya
bermuara pada kebijakan pengembangan kemampuan teknologi industri. Kesimpulan ini dapat dimengerti jika melihat berbagai kasus inovasi frugal di India maupun Cina yang
sebagian besar didorong oleh sektor industri tanpa campur tangan pemerintah langsung. Peran pemerintah adalah menciptakan iklim yang mendorong inovasi dan peningkatan
kemampuan teknologi secara umum, tidak spesifik tertuju pada inovasi frugal. Terkait dengan kebijakan iptek dalam konteks seperti ini, perlu ditekankan bahwa kebijakan iptek
perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan industri. Pada tataran program litbang, maka selain
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 28
program litbang yang dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, perlu dikembangkan berbagai program pengembangan teknologi yang ditujukan untuk membnatu
industri mengembangkan kemampuan teknologinya. Isu pengembangan kemampuan teknologi adalah isu fundamental dalam kebijakan
industri di negara-negara berkembang dan telah mendapat perhatian para peneliti sejak negara-negara industri baru seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura berhasil
mengembangkan kemampuan teknologi industrinya Amsden, 1989. Kajian dan penelitian yang dilakukan para peneliti dengan negara industri baru sebagai kasus telah menghasilkan
kesimpulan penting bahwa bagi negara berkembang, strategi yang paling penting adalah pengembangan kemampuan teknologi industri melalui proses absorpsi teknologi asing yang
juga sering disebut pembalajaran teknologi IBRD, 2010. Strategi ini dapat dirangkum dalam gambar 19.
Sumber: International Bank of Reconstruction and Development IBRD, 2010
Gambar 19 Strategi Pengembangan Kemampuan Teknologi Tesis awal dari strategi ini adalah bahwasanya bagi negara berkembang, peningkatan
kemampuan teknologi berawal dari arus masuk teknologi dari luar melalui beberapa saluran: perdagangan internasional, investasi asing langsung dan diaspora atau jaringan
internasional lainnya termasuk jaringan litbang. Negara berkembang perlu memanfaatkan arus masuk teknologi sebagai kesempatan untuk melakukan pembelajaran teknologi.
Untuk dapat melakukan absorpsi teknologi, diperlukan Kapasitas Absorpsi Teknologi yang sangat ditentukan oleh iklim bisnis, penguasaan basis teknologi, pendanaan
perusahaan inovatif dan kebijakan yang pro-aktif. Untuk membangun kapasitas ini diperlukan kebijakan yang berfokus pada pembangunan kompetensi industri nasional dan
pembangunan infrastruktur, serta kebijakan pembangunan iklim bisnis yang mendorong inovasi. Kapasitas absorpsi teknologi yang terbangun dengan baik, diharapkan dapat
membuat proses absorpsi teknologi berjalan dengan baik sehingga kemampuan teknologi domestik meningkat. Proses absorpsi teknologi yang didukung oleh kemampuan absorpsi
teknologi tidak lain adalah proses pembelajaran teknologi. Keberhasilan atau kegagalan melakukan proses pembelajaran teknologi telah melahirkan
dua tipe negara berkembang. Pertama adalah negara berkembang yang berhasil mengembangkan kemampuan teknologi industrinya dan kemudian mengejar ketertinggalan
dari negara maju yang disebut negara fast-follower. Kedua, negara berkembang yang belum berhasil mengembangkan kemampuan teknologi industrinya yang disebut negara latecomer
Oyeyalaran-Oyeyinka dan Sampath, 2010. Menurut kajian Oyelaran-Oyeyinka 2011, Indonesia termasuk negara latecomer. Kebijakan apa yang perlu diperbaiki di Indonesia? Hal
ini dapat diidentifikasi dengan melihat perbedaan antara negara fast-follower dan latecomer yang dapat dilihat dalam Tabel 3.
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 29
Bagi Indonesia yang termasuk negara latecomer, hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki adalah visi yang jelas bagi pengembangan industri berdasarkan inovasi. Indonesia
perlu memiliki kejelasan industri berbasis inovasi yang akan menjadi fokus pengembangan dan diproyeksikan akan menjadi industri yang kuat. Di samping itu, infrastruktur pengetahuan
seperti lembaga litbang dan perguruan tinggi perlu diperkuat dengan penekanan pada kontribusi pengembangan industri melalui penguatan kemampuan teknologi industri.
Lembaga litbang perlu dirancang dan didorong untuk meningkatkan interaksi dengan industri secara lebih produktif. Yang juga tidak kalah penting adalah perbaikan birokrasi iptekin.
Lembaga pemerintah yang menangani sektor iptekin perlu memiliki birokrasi yang kuat, yang memiliki kemampuan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.
Tabel 3. Kebijakan Pengembangan Kemampuan Teknologi Pada Dua Kelompok Negara
Negara Fast-follower Negara Latecomer
Berhasil mengartikulasikan visi inovasi dan teknologi dalam industrialisasi dengan fokus
pada daya saing dan pertumbuhan sektor terpilih elektronika di Korea Selatan, Taiwan dan Cina
Tidak memiliki visi yang jelas tentang industrialisasi yang didorong inovasi
Berhasil membangun
secara sistematik
infrastruktur pengetahuan yang diperlukan bagi pengembangan kemampuan teknologi
Infrastruktur pengetahuan seperti lembaga litbang mengalami deteriorisasi, tidak terkait
dengan sektor industri Berhasil mengatasi dikotomi public vs private dan
pasar vs pemerintah, dan membangun koordinasi antar aktor dalam sistem. Evans: Embedded
Autonomy Perusahaan
dan lembaga
litbang tidak
berinteraksi. Lebih memilih proyek turn-key di mana pembuat
kebijakan menjadi perpanpanjangan tangan Multinasional Corporation MNC untuk mencari
rent, Membangun kapasitas birokrasi Iptekin yang
kuat, lihat Amsden 1989 Birokrasi iptekin lemah
Sumber: Dirangkum dari Oyelaran-Oyeyinka 2011.
7. KESIMPULAN