Pengukuran Senjang Adopsi Teknologi pada PTT Padi Senjang Adopsi Teknologi pada PTT padi

222

2.3. Pengukuran Senjang Adopsi Teknologi pada PTT Padi

Senjang adopsi teknologi pada PTT padi merupakan perbedaan antara proses penentuan dan penerapan adopsi teknologi oleh petani dibandingkan dengan proses penentuan dan penerapan teknologi yang ditawarkan PTT. Komponen teknologi dasar pada PTT padi meliputi: a varietas unggul baru VUB; b benih bermutu dan berlabel; c pemberian bahan organik rekomendasi; d populasi tanaman optimum; e pemupukan sesuai kebutuhan dan status hara tanah rekomendasi; f pengendalian hama terpadu PHT. Komponen teknologi pilihan, meliputi a pengolahan tanah sesuai musim tanam dan pola tanam; b penggunaan bibit muda 21 hari; c tanam bibit 1 —3 batang per rumpun; d pengairan secara efektif dan efisien intermitten; e penyiangan dengan landak, gasrok; f panen tepat waktu, dan gabah segera dirontok.

2.4. Analisis Data

Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif, untuk menemukan makna yang melandasi kajian Bungin 2003. Adopsi teknologi : analisis Cochran dengan pilihan ”ya” : 1 = adopsi, dan ”tidak” : 0 = non adopsi. Jika nilai Q hitung Cochran-test X² chi-square tabel, maka item-item yang telah diuji dapat diterima. Nilai Q dapat dihitung dengan rumus: Senjang adopsi teknologi dengan teori himpunan dan kategori. Teori probabilitas Hasan, 2003 mengadaptasi teori himpunan dimana operasi irisan interseksi dari himpunan A adopsi paket teknologi rekomendasi pada PTT dan himpunan B adopsi komponen teknologi pada PTT = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan Gambar 1. Gambar 1. Operasi Irisan Himpunan A dan B 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Adopsi Teknologi pada PTT padi Hasil analisis Cochran terhadap item-item adopsi komponen teknologi PTT padi pada usahatani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya, di mana H0: semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama adopsi kolektif ~ asosiasi. Sedangkan H1: proporsi jawaban ya yang berbeda non adopsi kolektif ~ non asosiasi Tabel 1. Pada tabel 1, pada pengujian tahap ke-3 diperoleh hasil Q tabel 16,92 dan Q hitung 10,28, keputusan adalah terima Ho, karena Q tabel lebih besar dari Q hitung. B A IrisanInterseksi 223 Tabel 1. Adopsi Kolektif Teknologi Usahatani Padi Organik atau Padi Pandan Wangi T – uji Teknologi usahatani padi organik Teknologi usahatani padi pandan wangi Adopsi kolektif ~ asosiasi Qhit X 2 α,db Adopsi kolektif ~ asosiasi Qhit X 2 α,db 1 Semua asosiasi SA 71,92 21,03 Semua asosiasi SA 106,86 22,36 2 SA, 3 dikeluarkan 44,91 19,68 SA, 2.3 dikeluarkan 37,97 21,03 3 SA, 4,5 dikeluarkan 10,28 16,92 SA, 2.4; 2.5 dikeluarkan 0,34 18,31 Ket : Adopsi kolektif teknologi usahatani padi organik : 1,2,6,7,8,9,10,11,12,13 PTT padi : 1. Olah tanah optimal, 2. VUB label, 7. Bibit 10 hr, 8. Bibit 1-2 btg, 9. Pestisida Org. 12. Rumput 4 x, 13. Panen tepat waktu. Non PTT padi : 6. Tapin, 10. Non PHT, 11. Non Intermitten, Non adopsi kolektif : 3. VUB petanijabal, 4. Pupuk Org. rek. 5. Pupuk Org Non Rek, Adopsi kolektif teknologi usahatani padi pandan wangi : 2.1;2.2;2.6;2.7;2.8;2.9;2.10;2.11;2.12;2.13;2.14 PTT padi : 2.1. Olah tanah optimal, 2.2. VUB penangkar, 2.11. Intermitten, 2.12. Rumput 2 x Non PTT padi : 2.6. Pupuk Anorg. Non spe. 2.7. Tapin, 2.8. Bibit 21 hr, 2.9. Bibit 3 btg, 2.10. Non PHT, 2.13. Panen tepat waktu -, 2.14. Panen: Ani2 Non adopsi kolektif : 2.3. VUB petanijabal, 2.4. Pupuk Org. rek.; 2.5. Pupuk Org Non rek, Adopsi kolektif asosiasi komponen teknologi pada PTT padi, meliputi : 1 pengolahan tanah sesuai musim tanam, 2 VUB berlabel, 7 tanam bibit umur 10 hari, 8 tanam bibit 1- 2 batang per lubang, 9 penggunaan pestisida organik, 12 merumput dengan menggunakan landak 4 kali per musim tanam, dan 13 panen tepat waktu dan gabah segera dirontok. Sedangkan adopsi kolektif non PTT, meliputi : 6 tanam pindah tapin beraturan, 10 PHT non rekomendasi, 11 sistem pengairan non intermitten. Hasil analisis Cochran terhadap item-item adopsi komponen teknologi non PTT padi pada usahatani padi pandan wangi di Kabupaten Cianjur. Pada pengujian tahap ke-3 diperoleh hasil Q tabel 18,31 dan Q hitung 0,34, keputusan adalah terima Ho Q tabel Q hitung. Adopsi kolektif asosiasi komponen teknologi non PTT padi, meliputi : 2.5 penggunaan pupuk organik non rekomendasi, 2.6 penggunaan pupuk anorganik non rekomendasi, 2.7 tanam pindah tapin beraturan, 2.8 tanam bibit umur 21 hari, 2.9 tanam bibit 3 batang per lubang, 2.10 PHT non rekomendasi, dan 2.13 panen tepat waktu tetapi gabah tidak segera dirontok, 2.14 pemanenan dengan ani-ani. Sedangkan adopsi kolektif komponen teknologi PTT padi, meliputi : 2.1 pengolahan tanah sempurna, 2.11 sistem pengairan intermitten, 2.12 merumput dengan menggunakan landak 2 kali per musim tanam. Tabel 2. Adopsi Kolektif Teknologi Usahatani Padi Organik atau Padi Pandan Wangi Berdasarkan Kepemilikan Sertifikasi T- uji Teknologi usahatani padi organik Pandan wangi Teknologi non PTT Adopsi kolektif ~ asosiasi Qhit X 2 α,db Adopsi kolektif Qhit X 2 α,db 1 Semua asosiasi SA 83,66 20,03 Semua asosiasi SA 72,73 22,36 2 SA, 3,5 dikeluarkan 0,0 18,31 SA, 2.3 dikeluarkan 31,34 21,03 SA, 2.4 dikeluarkan 0,68 19,67 Ket : Adopsi kolektif teknologi usahatani padi organik : 1,2,4,6,7,8,9,10,11,12,13 PTT padi : 1. Olah tanah optimal, 2. VUB label, 4. Pupuk Org. rek. 7. Bibit 10 hr, 8. Bibit 1-2 btg, 9. Pestisida Org. 12. Rumput 4 x, 13. Panen tepat waktu. Non PTT padi : 6. Tapin, 10. Non PHT, 11. Non Intermitten, Non adopsi kolektif : 3. VUB petanijabal, 5. Pupuk Org Non Rek, Adopsi kolektif teknologi usahatani padi pandan wangi : 2.1;2.2;2.5;2.6;2.7;2.8;2.9;2.10;2.11;2.12;2.13;2.14 PTT padi : 2.1. Olah tanah optimal, 2.2. VUB penangkar, 2.11. Intermitten, 2.12. Rumput 2 x Non PTT padi : 2.5. Pupuk Org Non rek, 2.6. Pupuk Anorg. Non spe. 2.7. Tapin, 2.8. Bibit 21 hr, 2.9. Bibit 3 btg, 2.10. Non PHT, 2.13. Panen tepat waktu -, 2.14. Panen: Ani2, Non adopsi kolektif : 2.3. VUB petanijabal, 2.4. Pupuk Org. rek.; Hasil analisis Cochran berdasarkan kepemilikan sertifikasi, adopsi kolektif komponen teknologi PTT padi pada usahatani padi organik tertera pada Tabel 2 di atas. Pada pengujian tahap ke-2 diperoleh hasil Q tabel 18,31 dan Q hitung 0, keputusan terima Ho. Adopsi kolektif komponen teknologi PTT padi, meliputi : 1, 2, 4, 7, 8, 9, 12, dan 13, sedangkan non PTT padi, yaitu 6, 10, dan 11. Hal yang sama pada usahatani padi pandan wangi, keputusan terima Ho pada pengujian tahap ke-3 diperoleh hasil Q tabel 19,68 dan Q hitung 0,68. Adopsi kolektif komponen teknologi non PTT padi, meliputi : 2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.13, dan 2.14, sedangkan adopsi kolektif PTT padi, yaitu 2.1, 2.2, 2.11, dan 2.12. Hasil analisis Cochran berdasarkan kepemilikan non sertifikasi, adopsi kolektif komponen teknologi PTT padi pada usahatani padi organik tertera pada Tabel 3. Pada pengujian tahap 224 ke-3 diperoleh hasil Q tabel 18,31 dan Q hitung 2,73, keputusan terima Ho. Adopsi kolektif komponen teknologi PTT padi, meliputi : 1, 6, 7, 8, 9, 12, dan 13; sedangkan adopsi non PTT padi yaitu 3, 5, 10, 11. Hal yang sama pada usahatani padi pandan wangi, keputusan terima Ho pada pengujian tahap ke-3 diperoleh hasil Q tabel 19,68 dan Q hitung 0,68. Adopsi kolektif komponen teknologi non PTT padi, meliputi 2.3, 2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.13, dan 2.14, sedangkan adopsi kolektif PTT padi, yaitu 2.1, 2.11, dan 2.12. Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dominan rataan: 66,67 persen mengadopsi komponen teknologi dasar, atau pilihan PTT padi. Petani padi pandan wangi di Kabupaten Cianjur secara dominan rataan: 66,67 persen belum mengadopsi komponen teknologi tersebut pada saat pengkajian. Hal ini bukan berarti seluruh petani dari masyarakat memiliki tingkat adopsi yang konsisten, dan tidak menjadi pilihan mengadopsi pada periode waktu mendatang karena kajian ini bersifat cross-sectional. Tindakan adopsi mereka memiliki peluang akan beradaptasi terhadap perilaku dan budaya yang berlaku pada waktu atau periode mendatang, namun perlu kajian bersifat longitudinal. Penerapan komponen teknologi pada PTT padi sawah ini menurut Fishbein dan Ajzen 1976, hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam suatu kegiatan tidak dapat dipisahkan. Perubahan sikap tergantung dari kebutuhan, dan menurut teori fungsional Kazt 1960, Smith, Buner, dan White 1954 dalam Gunawardani 2002, sikap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar, agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan, dan menurut kebutuhan, sehingga perubahan sikap dan perilaku akan terjadi terus-menerus. Tabel 3. Adopsi Kolektif Teknologi Usahatani Padi Organik atau Padi Pandan Wangi Berdasarkan Kepemilikan Non Sertifikasi T-uji Teknologi usahatani padi organik Teknologi usahatani padi pandan wangi Adopsi kolektif ~ asosiasi Qhit X 2 α,db Adopsi kolektif ~ asosiasi Qhit X 2 α,db 1 Semua asosiasi SA 64,31 21,03 Semua asosiasi SA 72,73 22,36 2 SA, 4 dikeluarkan 23,82 19,68 SA, 2.3 dikeluarkan 31,34 21,03 3 SA, 2 dikeluarkan 2,73 18,31 SA, 2.4; 2.5 dikeluarkan 0,68 19,68 Ket : Adopsi kolektif teknologi usahatani padi organik : 1,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13 PTT padi : 1. Olah tanah optimal, 7. Bibit 10 hr, 8. Bibit 1-2 btg, 9. Pestisida Org. 12. Rumput 4 x, 13. Panen tepat waktu. Non PTT padi : 3. VUB petanijabal, 5. Pupuk Org Non Rek, 6. Tapin, 10. Non PHT, 11. Non Intermitten, Non adopsi kolektif : 2. VUB label, 4. Pupuk Org. rek. , Adopsi kolektif teknologi usahatani padi pandan wangi : 2.1;2.2;2.6;2.7;2.8;2.9;2.10;2.11;2.12;2.13;2.14 PTT padi : 2.1. Olah tanah optimal, 2.2. VUB penangkar, 2.11. Intermitten, 2.12. Rumput 2 x Non PTT padi : 2.6. Pupuk Anorg. Non spe. 2.7. Tapin, 2.8. Bibit 21 hr, 2.9. Bibit 3 btg, 2.10. Non PHT, 2.13. Panen tepat waktu -, 2.14. Panen: Ani2 Non adopsi kolektif : 2.3. VUB petanijabal, 2.4. Pupuk Org. rek.; 2.5. Pupuk Org Non rek, Agar sikap dan tindakan konsisten, terdapat satu faktor psikologis lain yang harus ada, yaitu niat, dan menurut teori Fishbein dan Azjen 1975, tanpa ada niat suatu perbuatan tidak akan muncul, meskipun sikapnya sangat kuat. Dapat diprediksikan akan terjadi konsistensi antara sikap dengan perbuatan petani dalam mengadopsi komponen teknologi PTT, apabila antara sikap dengan niat, dan antara niat dengan perbuatan tidak terjadi hambatan. Sikap dan perilaku akan konsisten apabila ada kondisi: a spesifikasi sikap dan perilaku, b relevansi sikap terhadap perilaku, c tekanan normatif, dan d pengalaman, perlu pengkajian lebih lanjut. Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang, dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan, senada Notoatmodjo 2003. Pada kajian ini kami tidak mengukur pembentukan sikap dan tindakan yang dipengaruhi faktor sosial, akses terhadap informasi dan pengetahuan, sehingga sikap itu sendiri secara langsung mempengaruhi tindakan, perlu kajian lanjutan.

3.2. Senjang Adopsi Teknologi pada PTT padi

Hasil analisis Cohran dan kategori Gambar 2, terjadi kesenjangan sangat nyata p 0,01 adopsi teknologi PTT padi pada usahatani padi organik dibandingkan padi pandan wangi. 225 10 20 30 40 50 60 70 Tasikmalaya Cianjur Wilayah Gambar 2. Adopsi teknologi pada PTT padi PTT non PTT Gambar 2. Adopsi Teknologi Pada PTT Padi Namun kurang nyata terjadi kesenjangan adopsi teknologi PTT padi pada usahatani padi organik. Komponen teknologi dasar dan pilihan PTT padi dominan rataan : 66,67 persen diadopsi pada usahatani padi organik. Sedangkan teknologi non PTT padi dominan rataan : 66,67 persen diadopsi pada usahatani padi pandan wangi. Adopsi varietas padi mempengaruhi adopsi teknologi PTT. Komponen teknologi PTT padi olah tanah, intermiten, gastrok di wilayah Cianjur masuk ke dalam him punan besar paket teknologi PTT padi, peristiwanya tidak saling “lepas nonexclusive dan bebas dependen ” Gambar 3. Sedangkan VUB berlabel atau penangkar masih terjadi irisan, pergiliran varietas, benih berlabel, pengendalian OPT dengan PHT, dan legowo 2 : 1, 4 : 1 dan lainnya tidak terjadi irisan dari himpunan paket teknologi dasar dan pilihan PTT padi berdasarkan teori himpunan. Artinya tingkat adopsi kolektif sangat dominan hanya pada pengolahan tanah sesuai musim tanam, pengairan intermiten, merumput pakai gastrok, dan lainnya kurang dominan, bahkan tidak diadopsi. Sebaliknya teknologi penggunaan benih muda 15 hari; tanam bibit 1 – 3 batang per rumpun; pestisida organik; yang merupakan teknologi baru menjadi keunggulan untuk diterapkan pada usahatani padi organik di wilayah Tasikmalaya Gambar 4. Gambar 3. Operasi Irisan Adopsi Teknologi PTT Padi di Cianjur Inovasi pada PTT sebagai inovasi frugal memberikan dampak menguntungkan bagi lingkungan terlepas dari dampak yang dapat ditunjukkan secara langsung dampak jangka pendek, atau tidak langsung dampak jangka menengah atau panjang. Inovasi pada PTT yang frugal ini terkait dengan inovasi yang mengarah pada tiga dimensi pembangunan yang berkelanjutan, dimana inovasi mengedepankan dimensi perlindungan lingkungan. Bahan organik, pupuk ber- imbang rekomendasi,benih muda; bibit 1 – 3 batang; Intermi ten Benih Merumput - Gastrok Olah tanah MT Pergiliran varietas Non PHT 226 Gambar 4. Operasi Irisan Adopsi Teknologi PTT Padi di Tasikmalaya

3.2.1. VUB dan Benih

Pemilihan VUB yang tahan hama penyakit endemik belum menjadi pilihan dan kebiasaan bertindak. Pilihan utama VUB adalah produktivitas tinggi, memenuhi permintaan pasar, harga mahal, umur panen pendek, bentuk gabah dan rendeman, kebeningan beras, rasa nasi pulen dan enak, selaras Zaini et.al. 2009. Adopsi varietas berlabel dominan di wilayah Cianjur, berkat program benih pemerintah melalui Peningkatan Produksi Beras Nasional P2BN, dan Sekolah Lapang SL - PTT. Andaikata petani membeli benih berlabel dari kios, pada musim tanam kedua dan ketiga masih menggunakan benih petani sendiri. Benih berlabel hanya digunakan petani sekali untuk 3 musim tanam, selaras Zaini et al. 2009. Pengujian mutu benih padi dengan teknik pengapungan, menggunakan larutan garam 2 –3, atau pupuk ZA 20 –30 gramliter. Benih yang tenggelam dipakai, yang terapung dibuang Zaini et.al, 2009, belum menjadi kebiasaan bertindak masyarakat petani. Pergiliran VUB dalam setahun hanya sebagian ± 20 diterapkan, belum menjadi pilihan tindakan. Penggunaan sumber benih dari petani, atau petani sekitarnya tidak berpengaruh terhadap produktivitas padi. Petani belum punya pilihan varietas yang sesuai untuk pertanaman MK, atau MH. Penanaman varietas yang sama secara terus menerus pada jangka waktu panjang pada satu wilayah, menyebabkan serangan hama dan penyakit Wasito, et.al. 2006, dan belum menjadi pilihan tindakan.

3.2.2. Tanam bibit

Tanam pindah dengan teknis lebih baik, legowo 6 : 1 atau botis telah menjadi kebiasaan bertindak petani di Cianjur dan Tasikmalaya. Legowo 2 : 1 dan 4 : 1 menurut Zaini et.al, 2009 berpeluang menaikan produksi, salah satu cara untuk mengurangi serangan hama tikus dan keong emas, belum menjadi pilihan bertindak. Tanam bibit umur muda 15 hari, 1 –3 batangrumpun diadopsi di Tasikmalaya, tidak di Cianjur. Kondisi agroekosistem, faktor sulitnya mengontrol air saat kemarau tiba minim, pada musim hujan air berlebihan, sehingga mempersulit tujuan bertindak. Pengetahuan : a tanaman tidak stres akibat penca- butan bibit di persemaian sampai penanaman di sawah, tanam bibit muda lebih untung, b gunakan bibit berumur lebih tua pada daerah endemis keong emas, c tanam bibit 1 –3 batangrumpun, jika lebih akan meningkatkan persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama Zaini et.al, 2009, bukan menjadi pilihan bertindak. Pemahaman yang keliru, jika tanam bibit 4 –7 batang umur 21 hari dimakan keong emas akan ada sisa, lalu beranak.

3.2.3. Pemupukan dan Pengendalian OPT

Penggunaan pupuk urea secara teknis tidak berpedoman alat bagan warna daun BWD sesuai rekomendasi IRRI, setiap 7 hari sekali tidak diadopsi. Karena ketersediaan alat BWD, sulit mendapatkan. Penguasaan secara non teknis, melihat warna kehijauan daun padi tanpa alat BWD. Pemupukan P dan K berdasar analisa tanah, analisis tanah ke laboratorium belum dilakukan di Cianjur. Pemupukan N, P, dan K belum sesuai rekomendasi PerMentan nomor 402007. Penggunaan pupuk anorganik tidak berimbang pada usahatani padi dosis N berlebihan dapat menimbulkan kahat unsur S, atau Zn, tanaman padi peka terhadap HPT, mudah rebah Arsana, 2006, meningkatkan kerusakan, dan memperpanjang umur tanaman Stevens et.al, 1999 dalam Wahid, 2003. Menurut Zaini et.al. 2009, waktu Pengairan inter- mitten, pupuk rekomendasi VUB berlabe Benih muda, 1-3 btgrum pun, pestisida organik Merumput - Gastrok Olah tanah MT, Panen te- pat waktu Pupuk organik 227 pemberian pupuk lebih ditentukan oleh ketersediaan uang tunai yang ada pada petani, lebih mempertimbangkan jumlah pupuk yang diberikan dibandingkan kadar hara dalam pupuk. Pengembalian jerami ke lahan sawah sebagai sumber bahan organik belum dilakukan petani. Menurut mereka pengembalian jerami tanpa dekomposer mengganggu tanaman, atau aktivitas petani dalam berusahatani. Faktor sulitnya mencari dekomposer, harga kurang terjangkau, serta tekad dan keyakinan petani yang belum konsisten sebagai penyebab belum menjadi kebiasaan bertindak. Pemberian kompos jerami padi KJP dapat meningkatkan produksi padi dan efisiensi pupuk. Pemberian KJP 2 tonha meningkatkan produksi padi 765 kgha, KPJ 2 – 3 ton akan produksi padi naik 1 – 1,5 tonha; 3 ton KJP – produksi padi naik 2 kali lipat Mala 1998. Penggunaan bahan organik sesuai anjuran, belum dilaksanakan petani. Menurut Thamrin 2000, pemberian bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata. Teknis PHT yang benar, yaitu melakukan pengamatan lapangan secara rutin setiap 2 –3 hari sekali, menjadi kebiasaan bertindak petani perintis dan pelopor. Sebagian besar penerapan tergantung waktu luang, karena petani mencari usaha sambilan. Selain itu, pembagian kerja anggota kelompok, dinamika kelompok yang kolektif belum ada. Umumnya petani tidak melakukan monitoring tingkat serangan hama dan infeksi penyakit. Teknis pengendalian dengan ambang ekonomi, atau ambang tindakan Zaini et.al, 2009 belum menjadi kebiasaan bertindak.

3.2.4. Olah Tanah dan Pengairan

Penerapan pengolahan tanah sesuai MTmaksimal, dengan traktor, ternak + bajak singkal dengan kedalaman 20 cm, agar mampu meningkatkan produksi padi, telah menjadi kebiasaan tindakan. Hal ini untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik dan seragam bagi tanaman padi, serta mengendalikan gulma, selaras Zaini et.al. 2009. Sumberdaya air, infrastruktur pengairan, dan sistem ekologi yang kurang baik mengakibatkan teknis pengairan yang efektif dan efisien, atau intermitten sulit diterapkan di Tasikmalaya. Selaras dengan Zaini et.al. 2009a, karena tidak adanya jaminan air irigasi, petani di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak Propinsi Banten tidak menerapkan metode pengairan irigasi berselang. Air sebagai dominan faktor pada usahatani padi, teknis pengairan secara efektif dan efisien, seperti teknik berselang, gilir giring, gilir glontor, dan basah – kering, dapat menghemat pemakaian air « 30 Zaini et.al, 2009a. Analisis berpikir sistem system thinking digunakan untuk menjelaskan kompleksitas inovasi PTT yang merupakan paket teknologi sistem usahatani padi terpadu. Model konsepsi, adopsi, dan difusi inovasi PTT menjadi struktur utama dalam sistem inovasi frugal guna menghasilkan produktivitas dan produk padi, beras yang kompetitif dan berkualitas guna mendukung program peningkatan produksi beras nasional P2BN. Pada tataran praktis, pengembangan inovasi PTT yang frugal masih diperlukan untuk penyelesaian berbagai kendala biofisik dan kendala lainnya. Karena inovasi pada PTT meliputi 12 – 14 komponen teknologi usahatani padi, yang dalam penerapannya harus memperhatikan sumberdaya alam sawah irigasi teknis, irigasi semi teknis, sawah tadah hujan, lahan kering dan sumberdaya manusia strata sosial ekonomi petani kelas atas, menengah, bawah. Artinya konsep inovasi PTT yang frugal akan merespon terhadap keterbatasan sumberdaya alam, manusia, baik keuangan, material maupun institusional, dan menggunakan berbagai metode yang merubah hambatan menjadi keuntungan. Inovasi PTT yang frugal meminimalkan penggunaan sumber daya dalam pengembangan dan produktivitas, dengan memanfaatkan cara-cara baru sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih murah.

3.3. Fenomena Adopsi Kolektif Teknologi pada PTT Padi