Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 58
Berangkat dari kondisi kelembagaan Iptek yang telah ada serta permasalahan faktual yang dihadapi dalam mendukung interaksi yang lebih intensif antara lembaga penghasil
teknologi dengan lembaga pengguna, maka perlu dikembangkan kebijakan untuk menumbuhkan lembaga yang mampu menjadi katalisator agar sinergi kelembagaan dalam
SINas dapat diwujudkan di masa mendatang. Pengembangan kelembagaan Puspiptek kearah ISTP merupakan alternatif solusi untuk mengatasi kendala yang terjadi dalam
mewujudkan sinergi antara lembaga penghasil teknologi dan pengguna teknologi guna mendongkrak peningkatan daya saing produk industri nasional maupun kemandirian bangsa
di bidang iptek. Disamping itu, pembentukan lembaga ISTP juga akan memainkan peran strategis bagi
terwujudnya pengembangan kebijakan yang mampu mewujudkan iklim kondusif bagi interaksi kelembagaan yang intensif pada jejaring kerja sehingga mampu mendukung
tercapainya tujuan SINas yang telah ditetapkan. Terwujudnya iklim kondusif selanjutnya akan memicu terwujudnya komunikasi antar pemangku kepentingan SINas yang lebih baik
sehingga mampu meningkatkan sinergi kelembagaan iptek dalam pelaksanaan penguasaan, pengembangan, serta pemanfaatan Iptek. Sinergi antar kelembagaan iptek ini sangat
penting agar penguasaan, pengembangan, serta pemanfaatan iptek tersebut mampu meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa secara berkelanjutan. Namun demikian,
sinergi antar kelembagaan iptek tersebut dirasakan belum optimal karena berbagai kendala yang dihadapi oleh masing-masing lembaga, baik lembaga litbang, lembaga penunjang,
serta perguruan tinggi yang relasinya dikenal dengan model ‘tripple helix’ dalam SINas. Pengembangan lembaga ISTP dimaksudkan menjadi lembaga intermediasi yang mampu
memberikan alternatif solusi terhadap kendala dalam penguatan SINas, terutama menjembatani bridging kebutuhan antara penghasil teknologi dengan pengguna teknologi
agar dapat bekerjasama dan bersinergi. Dengan demikian, lembaga penghasil teknologi dapat mendukung dunia industri baik dalam inovasi produk, pengembangan pasar,
pengembangan teknologi dan pengembangan SDM. Interaksi antar pemangku kepentingan pada SINas yang belum intensif pada jejaring kerja yang telah terbentuk memerlukan
peningkatan peran lembaga intermediasi yang mampu mendorong berjalannya proses inovasi dalam SINas. Peningkatan peran lembaga ISTP sebagai lembaga intermediasi
merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan tata kelola sistem kelembagaan Iptek yang telah terbentuk dalam SINas.
Pengembangan jejaring kerja yang kondusif antar pemangku kepentingan SINas perlu dilakukan secara sistematik dan berkelanjutan sehingga interaksinya dalam Sistem Triple
Helix ABG pada SINas dapat semakin intensif. Salah satu strategi untuk mewujudkan iklim kondusif dalam jejaring kerja antar pemangku kepentingan tersebut adalah mendukung
pengembangan lembaga intermediasi yang difokuskan untuk mendukung utilisasi sumber daya iptek yang telah ada, terutama yang berada di Kawasan Puspiptek Serpong. Lembaga
intermediasi iptek menjalankan peran intermediasi yang terkait dengan pelaksanaan proses inovasi pada SINas, terutama untuk mewujudkan interaksi yang intensif dan komunikatif
pada jejaring kerja antar pemangku kepentingan.
3. PERAN DAN KONSTELASI LEMBAGA ISTP DALAM PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL
Salah satu kendala yang umum dihadapi untuk mewujudkan jejaring kerja kondusif antar pemangku kepentingan sebagaimana juga dihadapi oleh berbagai negara adalah relevansi
antara prioritas kegiatan litbang dengan kebijakan pemerintah lintas sektor serta kebutuhan industri. Kondisi tersebut terjadi karena pengaturan lembaga penelitian dan pengembangan
lemlitbang publik yang dilakukan hingga saat ini masih dalam bentuk tupoksi yang diatur dalam regulasi nasional berupa peraturan perundangan terkait tanpa ada rincian lebih lanjut
dalam sistem organisasi. Kegiatan litbang yang dilakukan oleh lemlitbang sebagai wujud pelaksanaan tupoksi yang diberikan oleh regulasi terkait dilakukan berdasarkan persepsi
masing-masing pengelola lemlitbang, bahkan seringkali tidak berorientasi pada kebutuhan pasarpublik, terutama kebutuhan pelaku industri nasional.
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 59
Interpretasi terhadap tupoksi dalam pelaksanaan kegiatan litbang yang dilakukan masih bersifat sektoral sesuai dengan regulasi nasional yang memayunginya, dengan fokus
kegiatan yang berbeda-beda. Pengaturan nasional yang demikian terbukti telah memberikan peluang terjadinya interpretasi yang berbeda terhadap bagaimana seharusnya pelaksanaan
litbang dilakukan oleh masing-masing lemlitbang publik. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga penghasil teknologi adalah lemlitbang pemerintah dan swasta
mencakup lemlitbang LPK lembaga pemerintah kementerian dan LPNK lembaga pemerintah non kementerian, perguruan tinggi, serta industri. Sedangkan lembaga
pengguna teknologi mencakup instansi pemerintah di pusat dan daerah, pelaku pada dunia usahaindustri, dan masyarakat. Namun demikian, dalam kebijakan pengembangan
kelembagaan ISTP Puspiptek sebagai lembaga publik, pembahasan lebih lanjut difokuskan pada lemlitbang publik serta lembaga pengguna teknologinya adalah pelaku dunia industri
nasional. Hal ini perlu disampaikan karena pengembangan lembaga ISTP Puspiptek diharapkan mampu berperan sebagai katalisator untuk peningkatan relevansi lembaga
penghasil teknologi dalam rangka proses transformasi menjadi negara industri maju yang berbasis pada kemandirian teknologi secara berkesinambungan.
Lemlitbang publik lemlitbang pemerintah yang ada saat ini dapat berupa lemlitbang yang berada di lingkungan perguruan tinggi, LPK dan LPNK dengan acuan regulasi nasional
yang berbeda-beda sebagai dasar pelaksanaan litbang yang dilakukan. Kondisi tersebut telah menyebabkan lemahnya jejaring kerja nasional antar lemlitbang karena tidak ada target
bersama sebagai tujuan yang akan dicapai. Bagi lemlitbang publik dan perguruan tinggi, pelaksanaan litbang yang dilakukan tidak lebih pada pelaksanaan tupoksi secara sektoral,
belum berorientasi pada bagaimana sinergi pelaksanaan tupoksi lemlitbang sebagai lembaga penghasil teknologi teknologi produk dan teknologi proses dilakukan. Dengan
kondisi lemlitbang nasional yang demikian, maka intervensi pemerintah berupa kebijakan publik untuk meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antar lemlitbang dalam sebuah
jejaring kerja nasional yang kondusif perlu dilakukan. Jejaring kerja nasional yang kondusif akan memberikan sinergi terwujudnya produk yang dihasilkan oleh lembaga penghasil
teknologi mempunyai relevansi yang optimal sesuai dengan kebutuhan lembaga pengguna, khususnya pelaku dunia industri nasional.
Peran lembaga ISTP secara garis besar dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan, yakni: a Tingkatan makro, dimana peran lembaga lebih difokuskan untuk menetapkan
regulasikebijakan nasional terkait dengan pengembangan sistem pendukung supporting system sehingga proses inovasi dan difusi teknologi dapat berlangsung dalan SINas.
b Tingkatan meso, dimana peran lembaga difokuskan untuk menetapkan kebijakan level korporasi terkait dengan peran ISTP sesuai dengan visi, misi, tujuan yang telah
ditetapkan. c Tingkatan mikro, dimana peran lembaga difokuskan untuk merencanakan,
mengembangkan, melaksanakan, serta mengevaluasi, program kegiatan terkait dengan peran ISTP sesuai dengan kebijakan pada level korporasi.
Advokasi kebijakan tersebut dapat berhasil bilamana proses inovasi yang berupa pemanfaatan iptek yang dihasilkan lembaga penghasil teknologi oleh lembaga pengguna
teknologi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Output dari kebijakan yang dilakukan berupa jumlah produk litbang yang dimanfaatkan terus bertambah dari waktu ke waktu
sehingga secara langsung akan meningkatkan relevansi lemlitbang sebagai lembaga penghasil teknologi. Peningkatan relevansi tersebut dapat dilihat pada pemanfaatan produk
lemlitbang ke dalam proses inovasi pada dunia industri. Pemanfaatan produk lemlitbang sebagai barang modal capital goods dapat secara langsung digunakan untuk mendukung
industrialisasi industri penghasil barang modal atau dalam proses produksi secara langsung ke dalam proses bisnis dunia industri.
Pengembangan industri penghasil barang modal nasional ini menjadi salah satu kata kunci bagi berhasilnya tujuan pengembangan iptek nasional yakni kemandirian teknologi
industri nasional. Produk lemlitbang berupa blueprint paket teknologi dapat didorong lebih lanjut dalam skala komersial untuk menghasilkan barang modal bagi dunia industri yang
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 60
sebagian besar hingga saat ini masih impor. Pemanfaatan produk lemlitbang secara langsung ke dalam proses bisnis pelaku industri dapat dilakukan untuk beberapa tujuan,
antara lain pengembangan proses produksi peningkatan efisiensiyield pada proses produksi, peningkatan daya saing produk peningkatan nilai produk sehingga menambah
siklus hidup produk, optimalisasi pada proses distribusi produk lebih efektif dan efisien, serta produk baru dengan nilai tambah produk yang tinggi serta siklus hidup produk yang
lebih baik. Kendala peningkatan relevansi lembaga penghasil teknologi tersebut menghadapi
tantangan yang berat karena acuan regulasi yang berbeda dalam pelaksanaan litbang dari masing-masing lemlitbang publik, baik yang berada di lingkungan LPK maupun LPNK,
termasuk perguruan tinggi di dalamnya. Sebagai ilustrasi, dalam persepsi perguruan tinggi konsep litbang relatif masih dimaknai sebagai suatu kegiatan yang lebih berorientasi kepada
‘pengetahuan untuk pengetahuan’ knowledge for the sake of knowledge serta dilakukan dalam kerangka Tridarma Perguruan Tinggi pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat berdasarkan adanya kebutuhan pengembangan ilmu sesuai dengan agenda otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik academic freedom untuk kepentingan
akademisi dosen dan mahasiswa dalam peningkatan jabatan fungsionalnya bagi para dosen atau pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar akademis bagi para
mahasiswa di perguruan tinggi. Sedangkan dalam persepsi lemlitbang LPK dan LPNK, secara konseptual riset lebih ditujukan untuk pembangunan dan pengembangan iptek,
kemajuan ekonomi, memberikan kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan kehidupan umat manusia, dan menjadi referensi dan menghasilkan Hak Kekayaan
Intelektual HKI. Pengembangan kebijakan dalam tataran operasional perlu dilakukan untuk mengatasi
berbagai kendala yang terjadi karena payung regulasi yang berbeda tersebut. Fokus kebijakan diarahkan pada pengembangan kebijakan pada tingkat operasional yang mampu
mengakomodasikan kepentingan bersama dari pemangku kepentingan untuk mendukung berlangsungnya proses inovasi yang berkesinambungan. Hal ini perlu dilakukan karena pada
tingkatan operasional pelaksanaan litbang akan dihasilkan produk litbang yang secara langsung berpengaruh pada tingkat relevansi lemlitbang publik sebagai lembaga penghasil
teknologi. Dalam mendukung peningkatan relevansi antara lembaga penghasil teknologi lemlitbang dengan lembaga pengguna teknologi industri nasional, maka konstelasi peran
lembaga ISTP Puspiptek difokuskan pada peningkatan relevansi produk barang modal yang secara langsung dibutuhkan oleh pelaku dunia industri.
Peran lembaga ISTP Puspiptek difokuskan pada intermediasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan sehingga mempunyai kepentingan yang sama terhadap pelaksanaan
litbang barang modal yang dilakukan. Adanya kepentingan bersama ini merupakan langkah awal yang diperlukan untuk pembentukan jejaring kerja yang intensif, misalkan dalam bentuk
konsorsium. Pelaksanaan kegiatan litbang sebagai kebijakan pada tataran operasional dilakukan dengan memberikan tugas khusus kepada lemlitbang yang terlibat dalam
konsorsium untuk melakukan “imitation” atau “reverse engineering” untuk substitusi teknologi impor yang telah ditetapkan dalam konsorsium sebagai kebijakan yang bersifat
meso. Kebijakan pada tingkatan meso ini sangat strategis karena target-target bersama sebagai tujuan dari pembentukan konsorsium ditetapkan dengan mengakomodasikan
kepentingan pemangku kepentingan. Bila tahapan penguasaan teknologi inti melalui “imitation” atau “reverse engineering” telah berhasil yang dibuktikan dengan pengembangan
industri penghasil barang modal tertentu, maka kegiatan litbang di lingkungan lembaga ISTP Puspiptek difokuskan pada tahapan selanjutnya yakni pengembangan teknologi inti untuk
menghasilkan produk baru atau inovasi produk dalam rangka peningkatan daya saing produk untuk penguasaan pasar.
Untuk mendukung tahapan tersebut perlu dukungan berbagai lemlitbang yang berada di Kawasan Puspiptek untuk melakukan litbang dasar dalam rangka mendukung
pengembangan teknologi inti tertentu yang dilakukan di lembaga ISTP Puspiptek. Dukungan litbang dasar bagi pengembangan teknologi inti merupakan kata kunci untuk mewujudkan
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 61
kemandirian teknologi secara berkesinambungan sehingga pengembangan industri yang berorientasi pada penguasaan pasar atau pengembangan pasar baru secara mandiri dapat
direalisasikan
.13
. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi untuk mendukung penguatan peran dari
berbagai lembaga terkait sehingga mampu mendukung berlangsungnya proses inovasi secara berkesinambungan perlu dilakukan secara konsisten mengingat kendala-kendala
pada kondisi eksisting yang mengindikasikan kontribusi lembaga penghasil teknologi serta lembaga penunjang pada proses inovasi masih relatif rendah. Kondisi saat ini menunjukkan
bahwa kualitas lemlitbang, perguruan tinggi, badan usaha, dan lembaga penunjang masih belum optimal dalam mendukung berlangsungnya proses inovasi pada SINas. Sebagai
gambaran, peningkatan kinerja lembaga pengguna teknologi selain ditentukan oleh kapasitas adopsinya, juga akan secara langsung ditentukan oleh relevansi teknologi yang
dihasilkan oleh lembaga penghasil teknologi. Peningkatan produksi barangjasa yang dibutuhkan konsumen secara faktual akan ditentukan pula oleh prospek keuntungan yang
menjadi insentif bagi industri atau masyarakat yang melakukan proses produksi dan daya beli konsumen.
Kebijakan baik pada tingkatan operasional maupun meso yang dilakukan untuk mendukung peran lembaga ISTP Puspiptek dalam meningkatkan relevansi lembaga
penghasil dengan lembaga pengguna teknologi perlu dukungan kebijakan pada tingkatan yang lebih makro, berupa peraturan-perundangan yang mendukung keseluruhan proses
bisnis lembaga ISTP Puspiptek atau dukungan dari sistem politik. Kebijakan pemerintah pada tingkatan makro ini sangat penting sebagai acuan dalam perumusan kebijakan pada
tataran meso di tingkat konsorsium maupun operasional untuk mengatasi berbagai kendala yang selama ini menghadang laju peningkatan relevansi.
Trickling down mechanism implementasi kebijakan mulai dari kebijakan yang bersifat makro, meso, kemudian operasional merupakan langkah awal untuk mencapai peningkatan
relevansi secara optimal. Kebijakan tingkatan operasional akan menghasilkan output berupa barang modal yang sesuai dengan kebutuhan pelaku industri nasional. Pemanfaatan output
berupa pengembangan industri penghasil barang modal untuk mendukung industri tertentu daya saing produk atau industrialisasi komoditas tertentu hilirisasi industriindustry
deepening maupun pemanfaatan langsung dalam proses bisnis industri merupakan ukuran kinerja implementasi kebijakan pada tingkatan meso tersebut. Pengembangan industri
penghasil barang modal nasional tersebut akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi tercapainya kemandirian bangsa self reliance di bidang teknologi bagi pengembangan
industri dalam negeri. Namun demikian, meskipun berbagai kebijakan pengembangan iptek telah dilakukan
dengan tujuan mencapai kemandirian bangsa di bidang teknologi tetapi advokasi kebijakan yang terjadi seringkali dilaksanakan secara tidak konsisten. Inkonsistensi advokasi kebijakan
pengembangan iptek ini dapat diamati secara transparan, terutama terjadinya ketergantungan yang tinggi pada kebijakan pemerintah yang lebih bersifat politis
dibandingkan dengan pencapaian dari target-target yang telah ditetapkan pada tujuan pengembangan iptek secara sistemik.
Inkonsistensi dalam advokasi kebijakan pengembangan iptek telah menimbulkan berbagai kendala bagi peningkatan relevansi antara lembaga pengembang dengan lembaga
pengguna teknologi pelaku industri karena sinergi fungsional antar lembaga tidak dapat terlaksana secara optimal. Lemahnya sinergi fungsional tersebut kurang mendukung
terwujudnya ‘link and match’ dengan mempertemukan kepentingan bersama dari pemangku kepentingan. Hal ini merupakan kata kunci yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
advokasi kebijakan yang dilakukan untuk mendukung sinergi litbang sehingga menghasilkan produk yang dapat didorong lebih lanjut ke dalam proses inovasi. Kebijakan penguatan
sinergi litbang yang berorientasi pada program kegiatan litbang yang menghasilkan berbagai
13
B. J. Habibie, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan Bangsa: Beberapa Pemikiran Tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang, Pidato pada Sidang Deutche Gesellschaft Fur Luft-
und Raumfahrt Bonn
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 62
produk yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga pengguna teknologi perlu dilakukan secara sistematik berdasarkan payung regulasi yang jelas sesuai dengan kapasitas kapasitas
litbang, outsourcing, dan diseminasi dari masing-masing lembaga. Pengembangan lembaga ISTP Puspiptek sebagai lembaga publik mempunyai peran
strategis dalam memberikan kontribusi peningkatan relevansi lemlitbang sebagai lembaga penghasil teknologi. Agar peran lembaga ISTP Puspiptek dapat dilakukan secara optimal
maka perlu diidentifikasi berbagai kendala terkait sehingga lemlitbang nasional belum mampu berkontribusi atas isu publik yang terjadi yakni tingginya impor barang modal serta
terjadinya stagnansi pertumbuhan industri penghasil barang modal yang pada gilirannya akan menyebabkan keterpurukan dunia industri nasional. Pengembangan lembaga ISTP
Puspiptek sebagai lembaga publik terdapat kunci sukses yang terletak pada perumusan kebijakan pada tingkatan meso di konsorsium yakni penetapan target-target yang akan
dicapai dari pembentukan konsorsium itu sendiri. Bila target yang ingin dicapai berupa pendirian industri penghasil barang modal baru, maka perlu dipastikan pemilihan barang
modal berangkat dari kebutuhan barang modal serta sesuai dengan kapasitas adopsi teknologi pengguna teknologi. Hal ini dapat dicapai dengan komunikasi kondusif dalam
jejaring kerja antar pemangku kepentingan konsorsium dimana lembaga pengguna teknologi merupakan salah satu anggota dalam konsorsium tersebut.
Bila mengacu pada peran strategis lembaga ISTP Puspiptek. sebagaimana telah disampaikan, maka fungsi utama konsorsium yang dibentuk dengan fasilitasi lembaga ISTP
Puspiptek adalah menentukan teknologi inti asing barang modal impor yang strategis untuk dikuasai demi keberlangsungan pengembangan industri nasional. Inilah target yang menjadi
tujuan dari kebijakan di tingkat meso yang perlu didukung dengan komitmen pemanfaatan sumber daya dari masing-masing anggota konsorsium dalam implementasi program
kegiatan yang bersinergi. Implementasi benchmarking terhadap transformasi industri sebagaimana yang telah
dilakukan Korea untuk semua tahapan transformasi menuju negara industri maju, maka lembaga ISTP Puspiptek memfasilitasi pelaksanaan litbang yang dilakukan oleh lemlitbang
publik yang merupakan lembaga penghasil teknologi untuk melaksanakan kebijakan meso tersebut pada tingkatan operasional dengan melakukan: 1 “imitation” atau “reverse
engineering ” untuk substitusi teknologi inti impor yang telah ditetapkan; dan 2
pengembangan teknologi inti untuk menghasilkan produk baru atau inovasi produk. Di samping itu, pelaksanaan litbang dasar dalam rangka mendukung pengembangan terhadap
teknologi inti tertentu yang diperlukan untuk mendukung kegiatan litbang di lingkungan lembaga ISTP Puspiptek dapat dikoordinasikan dengan berbagai lemlitbang publik terkait,
terutama lemlitbang yang berada di Kawasan Puspiptek. Berbagai produk yang dihasilkan dari pelaksanaan litbang oleh lemlitbang dalam konsorsium yang dibentuk di lembaga ISTP
Puspiptek perlu didorong lebih lanjut, sehingga dapat mendukung tujuan pembentukan konsorsium berupa pengembangan industri penghasil barang modal untuk mendukung
kebutuhan industri nasional tertentu yang diprioritaskan. Beberapa tahapan yang perlu difasilitasi antara lain pelaksanaan inkubasi teknis dan bisnis serta dukungan operasional
proses bisnis sebagai industri penghasil barang modal baru. Dalam rangka mendukung keberhasilan peran lembaga ISTP Puspiptek sebagai
lembaga publik dalam memberikan solusi terhadap isu publik yang berkembang, terutama terkait dengan ketergantungan secara sistemik industri nasional terhadap barang modal
impor serta ketidakmampuan industri penghasil barang modal nasional dalam memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, maka perlu diidentifikasi isu strategis bagi peningkatan
relevansi lembaga penghasil teknologi. Dalam konteks Indonesia, setidaknya terdapat tiga isu strategis yang memicu terjadinya
berbagai kendala dalam peningkatan relevansi lembaga penghasil teknologi, yakni: 1 kendala regulasikebijakan, berupa inkonsistensi advokasi kebijakan serta perumusan
regulasi yang seringkali bersifat sektoral; 2 kendala kualitas tatakelola lemlitbang publik, sehingga kontribusi terhadap penyelesaian berbagai isu publik masih relatif rendah; dan 3
kendala terlaksananya sinergi fungsional program kegiatan litbang karena pengembangan
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 63
iptek belum didasarkan pada sebuah sistem yang bercirikan: a adanya tujuan bersama yang ingin dicapai yang ditransformasikan dalam bentuk roadmap program kegiatan
sehingga terjadi sinkronisasi dan integrasi program kegiatan dalam sebuah jejaring kerja yang kondusif, serta b adanya awareness dari segenap pemangku kepentingan dalam
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sehingga alokasi sumber daya dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.
Pengembangan konsorsium untuk mewujudkan kemandirian teknologi industri nasional melalui pengembangan industri penghasil barang modal yang difasilitasi oleh lembaga ISTP
Puspiptek merupakan jawaban atas berbagai isu stategis tersebut. Perumusan roadmap program kegiatan sebagai elaborasi dari tujuan bersama dari pemangku kepentingan
konsorsium merupakan acuan pelaksanaan litbang yang dilakukan oleh lemlitbang di lingkungan lembaga ISTP Puspiptek dengan berbagai produk litbang yang sesuai dengan
kebutuhan industri tertentu sehingga kontribusi terhadap peningkatan relevansi lemlitbang sebagai lembaga penghasil teknologi dapat dilakukan secara optimal. Pemangku
kepentingan konsorsium yang terdiri dari berbagai unsur seperti perguruan tinggi, lemlitbang LPK dan LPNK, badan usaha, LPNK dimaksudkan untuk mengatasi berbagai kendala faktual
seperti belum optimalnya pengelolaan dan penyelenggaraan terhadap pembentukan SDM, penelitian, pengembangan, perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi, standar nasional, dll.
Pengembangan konsorsium dengan tujuan bersama yang telah ditetapkan dalam roadmap program kegiatan diharapkan mampu mewujudkan iklim kondusif pada jejaring kerja antar
pemangku kepentingan dengan sinkronisasi dan integrasi pelaksanaan pengembangan iptek dengan pemanfaatan sumber daya iptek yang dilakukan secara optimal.
4. PERUMUSAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ISTP