Perhitungan Debit Air Perancangan Sistem Konversi Energi Angin untuk Pemompaan Air

177 Sumber: Peta Garmin 2006 Gambar 1. Lokasi Studi Pemanfaatan Potensi Energi Air

2.1. Penentuan Lokasi

Untuk mengetahui lokasi yang potensial untuk dikembangkannya pembangkit listrik skala mikrohidro, maka dilakukan dengan cara menyusuri aliran sungai yang berada di daerah pegunungan di Kabupaten Aceh Besar. Survei lapangan dilakukan guna mengetahui lokasi- lokasi mana yang berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala mikrohidro. Setelah didapat lokasi yang memiliki potensi, dilakukan penandaan lokasi menggunakan global positioning system GPS. Tipe GPS yang digunakan adalah GPSMAP 76CSx merek Garmin. Fitur tracks yang terdapat pada GPS dapat digunakan untuk merekam jalur saluran pembawa dan jalur pipa pesat. Fitur tracks tersebut menciptakan catatan jejak elektronik yang berisi informasi tentang poin-poin sepanjang jalur Garmin, 2006.

2.2. Pengukuran Head

Altimeter yang terdapat pada GPS dapat digunakan untuk mengukur head atau tinggi jatuh air antara sumber air dengan lokasi turbin. Namun demikian, altimeter sangat mudah terpengaruh oleh perubahan suhu, tekanan atmosfir dan kelembaban sehingga altimeter sebaiknya digunakan untuk pengukuran beda ketinggian dalam jangka waktu yang cepat. Untuk pengukuran head yang tinggi, altimeter cukup dapat diandalkan. Sebagai pembanding, pengukuran beda ketinggian juga dilakukan dengan cara manual menggunakan meteran yang diukur secara vertikal.

2.3. Perhitungan Debit Air

Sumber air untuk pembangkit listrik skala mikrohidro ini memanfaatkan aliran sungai yang mengalir di area pegunungan di Kabupaten Aceh Besar, yang mana menurut penduduk sekitar debit airnya relatif stabil sepanjang tahun. Untuk mengetahui debit air sungai yang mengalir maka dilakukan pengukuran debit sesaat. Pengukuran debit air sesaat di lokasi memiliki tiga tujuan yaitu: 1 untuk mengetahui debit air sepanjang musim kemarau dimana studi hidrologi dilakukan guna mengetahui debit air terkecil; 2 untuk memverifikasi data yang diperoleh dari dokumen pengairan apakah sesuai dengan data yang diperoleh dari pengukuran; dan 3 karena diperlukan dalam aplikasi dari metode korelasi aliran Havey, dkk., 2002. Pengukuran debit air dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur kecepatan air yang mengalir menggunakan alat propeller devices atau sering juga disebut current meters. current meters adalah sebuah batang dengan propeler atau baling-baling yang dapat bergerak bebas berputar dan dihubungkan dengan layar monitor menggunakan kabel untuk membaca kecepatan aliran air. Selanjutnya dilakukan perhitungan luas penampang sungai dengan mengukur lebar melintang dan kedalaman sungai. Bila kecepatan air dan luas penampang melintang sungai sudah diketahui, maka debit air dapat dihitung menggunakan persamaan 1. Lokasi Studi 178 1 di mana Q adalah debit air m 3 s, v adalah kecepatan air ms, dan A adalah luas penampang melintang sungai m 2 Streeter Wylie, 1985.

2.4. Perhitungan Potensi Energi Listrik

Dari data yang telah diperoleh melalui survei lapangan, selanjutnya diolah untuk mengetahui besarnya potensi energi listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik skala mikrohidro ini. Besarnya daya terbangkitkan dapat dihitung menggunakan persamaan 2. 2 dimana P adalah daya terbangkitkan watt, ρ adalah massa jenis air kgm 3 , g adalah gravitasi m 2 s, dan H net adalah tinggi netto m Dietzel, 1990. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Kegiatan studi pemanfaatan energi air ini dilakukan melalui survei lapangan dan penentuan lokasi dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti masukan dari masyarakat sekitar mengenai lokasi air terjun, letak lokasi yang dekat dengan jalan dan jarak antara lokasi dengan konsumen. Dari hasil survei lapangan dapat diketahui bahwa terdapat tiga lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala mikrohidro dengan head efektif 5 dan 16 meter. Potensi pembangkit listrik skala mikrohidro pertama terletak di daerah Taeyeun dengan ketinggian 112 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada pada koordinat N5  24’ 20,1” E95  22’ 34,9”. Di lokasi ini, head effektif yang dapat dimanfaatkan adalah 5 meter dengan debit 0,2 m 3 s. Dengan memperhitungkan effisiensi sistem, maka daya listrik yang dapat dibangkitkan adalah sebesar 5,7 kW. Lokasi potensial kedua terletak di dekat kolam pemancingan yang memiliki ketinggian 177 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada pada koordinat N5  23’ 56,2” E95 22’ 15,5”. Di lokasi dekat kolam pemancingan ini, head effektif yang dapat dimanfaatkan sama dengan lokasi kesatu yaitu 5 meter namun memiliki debit yang lebih kecil yaitu 0,13 m 3 s sehingga daya listrik yang dapat dibangkitkan juga lebih kecil bila dibandingkan dengan lokasi kesatu yaitu hanya 3,7 kW. Lokasi terakhir yang potensial untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala mikrohidro yaitu sebuah air terjun yang berada pada koordinat N5  23’ 09,7” E95 21’ 53,9” dengan ketinggian 465 meter di atas permukaan laut. Dibandingkan dengan dua lokasi sebelumnya, lokasi ketiga ini memiliki head paling tinggi mencapai 16 meter. Namun demikian, lokasi ketiga ini debitnya paling kecil yaitu 0,1 m 3 s. Sama seperti dua lokasi yang lainnya, dengan memperhitungkan effisiensi sistem sebesar 58, maka lokasi ketiga ini dapat membangkitkan daya listrik sebesar 9,1 kW. Ketiga lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala mikrohidro diperlihatkan seperti yang terdapat pada Gambar 2. 179 a lokasi kesatu b lokasi kedua c lokasi ketiga Sumber: dokumentasi survei lokasi 2009 Gambar 2. Aliran Sungai yang Potensial untuk Dikembangkan PLTMH Selanjutnya data-data potensi energi air tiap lokasi dan spesifikasi teknik sistem pembangkit listrik skala mikrohidro ditampilkan dalam bentuk tabel berikut ini. Tabel 2. Potensi Energi Air dan Spesifikasi Sistem Pembangkit Listrik Skala Mikrohidro Parameter Lokasi 1 2 3 Head net H net , m 5,0 5,0 16 Debit Q, m 3 s 0,20 0,13 0,10 Effisiensi total total , 58 58 58 Daya listrik terbangkitkan P, kW 5,7 3,7 9,1 Dimensi pipa pesat Ø x L, m 0,5 x 30 0,4 x 30 0,4 x 36 Panjang waterway m 130 10 10 Headpond P x L x T, m 9,2 x 3,5 x 3,5 Tipe turbin Propele r Propel er Cross Flow Diameter runner turbin mm 125 110 100 Efisiensi turbin 80 80 80 Jenis generator 3 fasa, syncronous generator, 380220 V Rating power generator kVA 10 7,5 20 Efisiensi generator 85 85 85 Sistem kontrol ELC electronic load controller Rating power kontrol kW 10 10 15 Ballast load air heater Rating power ballast load kW 12 12 15

3.2. Peran LIPI dalam Menunjang Program Peningkatkan Rasio Elektrifikasi Daerah Terpencil

Kementerian ESDM melalui program pembangunan listrik perdesaan telah meningkatkan rasio elektrifikasi sekitar 5 pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun sebelumnya Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia, 2012. Untuk terus meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang besarnya sekitar 5 per tahun terutama di pedesaan dan daerah terpencil, pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro PLTMH perlu ditingkatkan. Selain dapat meningkatkan rasio elektrifikasi, manfaat PLTMH lainnya adalah dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi melalui pemanfatan penyediaan listrik, mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dalam negeri, memanfaatkan sumber energi ramah lingkungan yang berdampak pada penurunan emisi karbon, serta dapat memberdayakan masyarakat luas. LIPI sebagai institusi penelitian pemerintah, memiliki kemampuan dalam rancang bangun berbagai jenis turbin air dan komponen PLTMH lainnya seperti rancang bangun turbin Cross Flow 100 W sampai 100 kW, rancang bangun turbin Propeller 100 W sampai 300 kW, rancang bangun turbin arus sungaihead sangat rendah, rancang bangun generator putaran rendah dan rancang bangun singkronisasi. Bila dibandingkan dengan teknologi yang ada saat ini khususnya teknologi yang berasal dari luar negeri, teknologi yang dikuasai tidaklah kalah. Bahkan dari segi harga, komponen PLTMH buatan LIPI dapat lebih murah dari komponen import. Mahalnya biaya investasi yang harus dikeluarkan dalam membangun suatu PLTMH biasanya menjadi faktor kendala utama pembangunannya. Namun demikian, 180 kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya produk komponen PLTMH dalam negeri seperti dari LIPI maupun produk dalam negeri lainnya dimana harganya yang lebih murah dan terjangkau. Harga komponen PLTMH impor yang dapat mencapai ratusan juta rupiah dapat ditekan menjadi puluhan juta rupiah saja dengan menggunakan komponen PLTMH dalam negeri Zakaria, 2012. Selain itu, kelebihan lainnya dari komponen PLTMH dalam negeri adalah pada layanan perawatan yang lebih mudah dan murah karena teknologinya disuplai dari dalam negeri. Peran serta LIPI dalam menunjang program pembangunan listrik pedesaan dapat dilihat dari diimplementasi teknologi PLTMH yang telah diterapkan oleh LIPI di beberapa daerah seperti: 1 pembangkit listrik tenaga mikrohidro kapasitas 30 kW di Kampung Cibunar Desa Sukapada Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat; 2 pembangkit listrik tenaga mikrohidro kapasitas 20 kW di Dusun Camaul Desa Cikadu Kabupaten Cianjur Jawa Barat; 3 pembangkit listrik tenaga mikrohidro kapasitas 7,5 kW di Dusun Margahayu, Desa Sukajaya, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat; dan 4 pembangkit listrik tenaga pikohidro kapasitas 500 W menggunakan turbin head sangat rendah, di Kebun Raya Cibodas, Cianjur Jawa Barat serta beberapa lokasi lainnya dimana pendanaannya berasal dari APBN, APBD maupun pendanaan asing. Dengan berbekal kemampuan dan pengalaman tersebut, diharapkan LIPI dapat berperan lebih besar guna menunjang program “Pembangunan Listrik Perdesaan” Kementerian ESDM.

4. KESIMPULAN

Melalui survei potensi energi air yang dilakukan di Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala mikrohidro yaitu: 1 lokasi Taeyeun yang berada pada ketinggian 112 meter di atas permukaan laut mdpl; 2 lokasi dekat kolam pemancingan dengan ketinggian 177 mdpl; dan 3 lokasi air terjun dengan ketinggian 465 mdpl. Dari pengukuran tinggi jatuh dan debit air sungai, maka besarnya potensi daya listrik yang dapat dibangkitkan di tiap lokasi tersebut adalah 5,7 kW, 3,7 kW, dan 9,1 kW dengan head 5 sampai 16 meter. Dengan teknologi rancang bangun PLTMH yang telah dikuasai, LIPI dapat berperan serta aktif dalam menunjang program pembangunan listrik perdesaan sehingga dapat meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang besarnya sekitar 5 per tahun. Penguasaan teknologi ini sangat penting agar kita tidak tergantung pada teknologi luar negeri karena komponen PLTMH dapat dibuat di dalam negeri sehingga harganya lebih murah bila dibandingkan dengan komponen impor. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Hendri Maja Saputra, peneliti Bidang Mekatronik, Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik – LIPI yang telah bersedia me- review tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pada kegiatan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini. PUSTAKA Arismunandar, A., dan Kuwahara, S., 1974. Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik - Jilid 1: Pembangkitan dengan Tenaga Air Cetakan keenam. utg.. Jakarta, Indonesia: Pradnya Paramita. Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia, 2012. Hentet Juni 11, 2012 fra Lisdes Tingkatkan Rasio Elektrifikasi Nasional Menjadi 72,95: http:www.akli.org?content=informasikategori=001kode=20120515034056, diakses 11 Juni 2012 Dietzel, F., 1990. Turbin Pompa dan kompresor Kedua. utg.. D. Sriyono, Overs. Jakarta, Indonesia: Erlangga. 181 Garmin, 2006. Manual Book GPSMAP 76CSx. Kansas: Garmin International Ltd. Havey, A., et al., 2002. Micro Hydro Design Manual – A Guide to small scale water power schemes. London, UK: ITDG Publishing. Kementerian ESDM, 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025. Hentet Agustus 29, 2012 fra. http:www.esdm.go.id: http:www.google.co.idurl?sa=trct=jq=cadangan20dan20produksi20energisour ce=webcd=2cad=rjaved=0CCYQFjABurl=http3A2F2Fwww.esdm.go.id2Fbat ubara2Fdoc_download2F714-blue-print-pengelolaan-energi-nasional- pen.htmlei=Y889UJnYCYaurAe_wYHADAusg Kusdiana, D. dan Sitompul, A., 2008. Pedoman Teknis Standardisasi Peralatan dan Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PLTMH. Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Streeter, V. L., and Wylie, E. B., 1985. Mekanika Fluida - Jilid 1 Delapan. utg.. A. Prijono, Overs. Jakarta, Indonesia: Erlangga. Subagja, Ardiyanti, T., dan Faisal, A., 2009. Studi Potensi dan Perancangan Awal Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Bendung Tegal Kabupaten Bantul Propinsi D.I Yogyakarta. Seminar Nasional Astechnova, ss. I-101 - I-115. Yokyakarta. Susatyo, A., dan Subekti, R. A., 2009. Implementasi Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Kapasitas 30 kW di Desa Cibunar Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Seminar Nasional Daur Bahan Bakar, ss. C-22 – C-26. Serpong. Warsito, S., Syakur, A., dan Nugroho, A. A., 2005. Studi Awal Perencanaan Sistem Mekanikal dan Kelistrikan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro. Seminar Nasional Teknik Ketenagalistrikan, ss. A-62 – A-66. Semarang. Zakaria, A., 2012. Jawa Barat Targetkan Pembangunan 3 PLTMH. Green Radio Hentet Agustus 27, 2012 fra Green Radio: http:www.greenradio.fmtechnologyenergyhydro- energy7599-2012-jawa-barat-targetkan-pembangunan-3-pltmh. 182 PENGEMBANGAN SISTEM KONVERSI ENERGI ANGIN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Henny Sudibyo 1 , Ridwan Arief Subekti 2 1,2 Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI Komplek LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telp. 022 2503055, Fax 022 2504773 E-mail: 1 hennysudibyoyahoo.com; 2 ridwanarief_raisyahoo.com ABSTRAK Pemanfaatan potensi energi angin di Kabupaten Indramayu sampai saat ini belum banyak dilakukan. Penelitian potensi energi angin yang tersebar di kabupaten Indramayu Jawa Barat telah dilakukan, dan data potensi angin rata rata di Kabupaten Indramayu telah diperoleh beserta estimasi daya yang dapat dibangkitkan. Agar potensi energi angin dapat dimanfaatkan nyata dalam kehidupan sehari-hari maka perlu dirancang Sistem Konversi Energi Angin. Agar sistem ini dapat memberikan dampak yang nyata untuk masyarakat di Kabupaten Indramayu maka perlu analisis perancangan sistem teknologi yang akan digunakan serta aspek yang memperhatikan kondisi potensi lokasi maupun kebutuhan masyarakat pengguna. Berdasarkan data potensi kecepatan dan daya estimasi yang dibangkitkan diperoleh rata-rata kecepatan angin sebesar 11,64 ms dengan daya estimasi 1230,47 Wm 2 . Pemilihan sistem konversi energi angin ini digunakan untuk sistem pemompaan air, ini didasarkan hasil survei kondisi masyarakat di kabupaten Indramayu terutama digunakan untuk pendukung sarana pertanian dan peternakan. Teknologi kincir yang akan dikembangkan ini didasarkan pada parameter kapasitas, daya maksimum, kontrol kecepatan serta pemanfaatan optimum energi yang tersedia di Kapubaten Indramayu. Peran pemerintah daerah dalam pengembangan potensi energi angin ini sangat diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan sistem konversi energi angin ini hingga mampu dimanfaatkan optimal menuju kesejahteraan bersama. Kata Kunci : kincir angin, kabupaten Indramayu, pengembangan sistem, pemompaan

1. PENDAHULUAN

Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang wilayahnya sebagian ada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Indramayu memiliki potensi energi yang besar. Luas wilayah Kabupaten Indramayu 204.011 Ha yang didalamnya terdapat areal sawah seluas 118.513 Ha, areal tambak dan kolam seluas 16.239 Ha, areal perkebunan seluas 6.058 Ha serta areal hutan seluas 34.307 Ha. Dengan panjang pantai 114 Km yang membentang sepanjang Pantai Utara antara Cirebon - Subang, dimana sejauh 4 mil dari pantai merupakan kewenangan Kabupaten sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Sebagai daerah yang dikenal sebagai lumbung padi Jawa Barat, Kabupaten Indramayu merupakan daerah sentra pertanian yang sangat luas, dengan luas sawah 118.513 Ha, dan luas tanaman padi setahun 204.727 Ha dengan produksi padi 1.216.219,13 Ton gabah kering pungut. Sektor pertanian lain yang menjadi unggulan adalah pengembangan komoditi mangga. Sehingga menjadikan kota Indramayu dikenal sebagai kota penghasil mangga. Salah satu potensi energi terbarukan di Indramayu adalah energi angin. Angin merupakan salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi angin bisa dimanfaatkan khususnya di daerah-daerah pedesaan dan daerah terpencil. Energi angin merupakan salah satu sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan secara cuma-cuma dan bisa kita temukan di mana saja dengan kapasitas yang berbeda-beda. Undang-Undang NO. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan pemanfaatan energi terbarukan sebesar lebih dari 5 dari energi nasional. Pemerintah dalam hal ini adalah Menteri Energi dan sumber Daya Mineral dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana Sumber Energi Terbarukan tersebut. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 0002 tahun 2004 tentang Kebijakan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi menjelaskan peluang optimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan DESDM, 2005. Sebagai salah satu potensi energi berlimpah yang belum dimanfaatkan di 183 Indramayu adalah energi angin. Energi angin akan sangat bernilai pada lokasi minim sumber energi primer atau tiada deposit energi mineral fosil. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar penduduk miskin Indonesia berada di desa-desa nelayan yang justru berada di daerah yang kaya energi angin. Berbeda dengan sumber energi lainnya, sumber energi yang satu ini tidak banyak menimbulkan gangguan karena tidak mengeluarkan gas buang atau semacamnya yang dapat menimbulkan polusi. Akan tetapi, sumber energi angin ini juga memiliki kelemahan yaitu investasi awalnya yang cukup mahal dan juga dipengaruhi oleh pola hembusan angin. Dan sebagian besar wilayah Kabupaten Indramayu ada di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa, yang tentunya potensi angin akan lebih besar. Tujuan penulisan makalah ini yaitu pemaparan berapa potensi angin di Kabupaten Indramayu serta pemanfaatan potensi angin tersebut untuk dapat dimanfaatkan di bidang pertanian serta bidang lainnya. Sistem Konversi Energi Angin merupakan salah satu sistem teknologi yang dapat diterapkan untuk merancang kincir angin yang dapat menghasilkan energi. Sistem Konversi Energi Angin di Kabupaten Indramayu ini dirancang untuk dapat menggerakkan pompa untuk pengairan persawahan.

2. METODOLOGI

Metode yang digunakan yaitu mengumpulkan data sekunder dan primer. Data primer dikumpulkan dari kegiatan observasi melalui survey lapangan. Pengukuran kecepatan angin dilakukan di areal persawahan menggunakan alat ukur kecepatan angin Anemometer dengan ketinggian tiang 10 m selama 13 jamhari dari pukul 06.00 WIB – 19.00 WIB selama tiga hari berturut-turut. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran objek studi, sehingga lokasi studi dan lingkup wilayah yang akan diobservasi dapat diperkirakan. Pengumpulan data sekunder meliputi pengumpulan data angin dari Badan Metereologi dan Geofisika di Wilayah Provinsi Jawa Barat kabupaten Indramayu, data kondisi geografis dan wilayah serta data –data referensi Sistem Konversi Energi Angin. Pengambilan data kecepatan angin dilakukan lokasi yang berada di daerah Pantai Utara Jawa Pantura Kabupaten Indramayu di desa Sukamelang, Kecamatan Kroya. Sumber: Dokumentasi pribadi 2012 Gambar 1. Pemasangan Alat Ukur Kecepatan Angin di Areal Persawahan Desa Sukamelang, Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kecepatan Angin Harian Kabupaten Indramayu terletak pada 107°51 - 108°36 Bujur Timur, dan 6°15 - 6°40 Lintang Selatan, dengan ketinggian 0 - 100 m diatas permukaan laut www.indramayukab.go.id. Pengukuran dilakukan menggunakan cup anemometer dengan 184 tinggi tiang 10 m. Pada saat pengukuran, suhu lingkungan sebesar 30 o C. Dari Grafik pada Gambar 2 diketahui bahwa kecepatan angin rata-rata hasil pengukuran adalah 11.63 ms, kecepatan maksimum 18.13 ms dan kecepatan angin yang paling sering muncul adalah 10 ms. Tabel 1. Data Pengukuran Kecepatan Angin Kabupaten Indramayu Waktu 14 -9- 2006 15-9-2006 16-9- 2006 Kecepatan angin ms Kecepatan angin ms Kecepatan angin ms 6.00 7.93 6.43 7.00 10.99 6.47 8.00 12.54 8.69 9.00 12.91 8.63 10.00 10.25 7.68 11.00 9.56 8.75 12.00 12.16 15.85 13.00 13.37 15.84 14.00 12.24 15.97 15.00 12.22 16.6 18.13 16.00 13.66 17.29 16.26 17.00 11.77 10.94 9.94 18.00 9.7 9.82 8.83 19.00 8.11 16.29 8.1 Sumber: Hasil pengamatan 2012 Data Kecepatan Angin Indramayu 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Waktu K e c e pa ta n A ng in m s 14-Sep 15-Sep 16-Sep Sumber: Hasil pengamatan 2012 Gambar 2. Distribusi Waktu Pengukuran Kecepatan Angin Kabupaten Indramayu Setelah kecepatan rata-rata angin harian diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung estimasi kecepatan rencana pemasangan kincir angin menggunakan persamaan 1 dan estimasi daya angin lokasi menggunakan persamaan Bruce, 1997: 185 ln ln Z Z Z Z x Z V Z V anem hub anem hub  1 2 3 FPE Vz P   2 di mana: VZ hub = kecepatan angin pada ketinggian rencana ms, VZ Anem = kecepatan angin pada titik pengukuran ms, Z hub = ketinggian rencana kincir angin m, Z Anem = ketinggian pengukuran kecepatan angin m, Z o = Tinggi kekasaran permukaan, dari tabel m, P = Daya angin rata-rata Wm 2 , ρ = Kerapatan udara di lokasi, dari tabel kgm 3 , Vz = Kecepatan angin lokasi pada ketinggian tertentu ms, dan FPE = Faktor pola energi dari tabel. Hasil perhitungan kecepatan rencana pemasangan kincir angin dan estimasi daya angin di Kabupaten Indramayu VZ anem rata-rata =12.44 ms, Z anem = 10 m , Z hub = 12 m , Z 0= 0.1m, VZ hub =12.93 ms, ρ=1.116, FPE 1.4, P=1689.70 Wm 2 . Jadi potensi energi angin di Kabupaten Indramayu berdasarkan analisis ini sebesar 1689,7 Wm 2 Dari perhitungan daya angin rata-rata, daya dan kecepatan angin rencana dapat dihitung. Dari nilai-nilai tersebut maka kapasitas sistem dapat ditentukan. Kecepatan angin rata-rata pada saat pengukuran berkisar antara 6,22 ms sampai 12,44 ms. Dengan mempertimbangkan data kecepatan angin rata-rata yang bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jawa Barat, maka untuk perancangan sistem SKEA, kecepatan angin yang digunakan adalah 3 ms sampai 5 ms.

3.2. Perancangan Sistem Konversi Energi Angin untuk Pemompaan Air

Berdasarkan hasil pengukuran data angin yang telah dilakukan di kabupaten Indramayu, Sistem Konversi Energi Angin untuk pemompaan merupakan sistem yang cocok untuk dierapakan didaerah ini. SKEA untuk pemompaan bermanfaat untuk pengairan persawahan dan kebun mangga di kabupaten Indramayu. SKEA merupakan suatu sistemperalatan untuk mengubah energi angin menjadi energi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia baik dalam bentuk mekanik maupun listrik, dan dalam konteks pemanfaatan bentuk pengubahan yang dimaksudkan adalah sebagai pembangkit listrik dan penggerak mekanik Irasari, 2004. Dari cara pemanfaatannya SKEA dapat dibagi dua jenis, yaitu: a SKEA listrik, disebut juga turbin angin. b SKEA penggerak mekanik, disebut juga kincir angin. SKEA ditentukan oleh berbagai karakteristik parameter yang menunjukkan prestasikemampuan, yakni:  Kapasitas  Kecepatan “cut in” dan “cut out”  Daya maksimum  Kecepatan angin maksimum  Kontrol kecepatan  Kecepatan rencana Dengan demikian dalam pemilihan sistem ini, besaran-besaran tersebut harus diperhatikan agar pemanfaatannya dapat semaksimal mungkin sesuai dengan energi yang tersedia di lokasi. Pemanfaatan sebuah SKEA baik sebagai pembangkit listrik maupun pompa mekanik harus memenuhi pada dua aspek pokok, yaitu potensi energi angin di lokasi dan potensi pengguna. Adapun spesifikasi rancangan sistem pompa tenaga angin sebagai berikut: 186 Tabel 2. Spesifikasi Sistem Pompa Air Tenaga Angin Spesifikasi Kincir Angin Kecepatan Angin Pompa - Sumbu horisontal - Start = 3 ms - reciprocating - 18 blade - Operasi = 5 ms - Diameter 88mm - Diameter 4,5 m - Stop =25 ms - Head static operasi 3-80 m - Tinggi menara 10 m dengan kaki 3 - Kapasitas 80 m 3 hari Perhitungan daya hidrolik pada sistem ini dilakukan untuk menentukan kapasitas dan dimensi pompa yang sesuai dengan kondisi lokasi dengan mengacu pada referensi Bruce, 1997. Dari data referensi sistem SKEA yang telah terpasang, secara teknis maupun sosial dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk aplikasi pemanfaatan kincir angin untuk pompa air, yang paling cocok adalah tipe piston. Hal ini mengingat pompa piston secara konstruksi sangat sederhana dan mudah pemeliharaanya. Tetapi ada beberapa masalah yang sering terjadi yaitu pada kondisi angin berhenti, maka kincir berhenti sehingga pada konstruksi pompa piston di atas permukaan air, perlu dilakukan pancingan memasukkan air ke dalam pompa. Hal ini dikarenakan konstruksi pompa pada sistem katupnya terjadi kebocoran. Untuk mengatasi kendala tersebut, diperlukan perbaikan pada desain sistem katup sehingga tidak terjadi pengosongan pada pompa pada waktu berhenti. Selain itu diutamakan posisi pompa berada di bawah permukaan air. Sehingga ruang piston selalu terisi air. Konstruksi sistem pompa ini, sebaiknya air dipompa ke dalam sebuah tanki atau bak penampung dengan ketinggian tertentu. Dengan cara ini tekanan yang cukup besar dapat diperoleh untuk mendistribusikan air dengan gravitasi. Gambar 3. merupakan desain umum untuk sistem pompa tenaga angin yang di rancang berdasarkan hasil perhitungan dan analisis dari survei yang telah dilakukan. Pada gambar merupakan sistem kincir angin poros horizontal dengan multi sudu. Kincir ini sangat cocok untuk daerah terbuka seperti kondisi di Kabupaten Indramayu. Kincir ini dapat dipasang di areal persawahan terbuka untuk pemompaan air, kemudian air yang telah tertampung dialirkan menuju area perkebunan yaitu perkebunan mangga. Kincir air ini dirancang memiliki tinggi menara 10 m dan dapat mengangkat air dengan kapasitas 80 m 3 hari. Kapasitas tersebut dapat mencukupi untuk pengairan baik untuk pertanian maupun untuk perkebunan. 187 Gambar 3. Rancangan Desain Sistem Konversi Energi Angin Untuk Pemompaan Komponen utama sebuah turbin angin seperti pada gambar 3 terdiri atas: Rotor, terdiri atas naf dan sudu. Transmisi, umumnya ada dua jenis, yaitu roda gigi dan sabuk. Unit transmisi berfungsi untuk memperbesar putaran rotor menjadi putaran generator. Unit pengaturan mekanis maupun listrik, mencakup: Distribusi penyaluran, yang digunakan untuk penyaluran listrik ke pemakai beban. Proteksi pengaman, berupa fuse baik fuse biasa maupun fuse thermal. Panel kontrol kotak kontrol yang dilengkapi dengan lampu indikator, tombol, sakelar dan alat pencatat arus, tegangan dan frekuensi. Ekor pengarah sub sistem orientasi, berfungsi untuk mengendalikan rotor agar tetap mengarah ke angin. Platform, sering didapat pada nasel dan menara yang berfungsi untuk tempat berdiri misalnya untuk pemeliharaan dan perbaikan Alfa, 2002. Menara, berfungsi untuk menopang komponen-komponen turbin angin yakni, transmisi, generator, ekor pengarah dan sub sistem pengontrol pada ketinggian tertentu Bantalan orientasi meja putar, terpasang di atas menara di bawah nasel yang berfungsi sebagai bantalan putar bagi komponen-komponen di atas menara sehingga keseluruhan komponen tersebut dapat berputar mengikuti arah angin. Pengatur kecepatan, berfungsi untuk mengatur putaran rotor agar menjadi konstan atau mendekati konstan. Pengaman putaran lebih, pengasutan starting dan pengereman secara otomatis bila kecepatan angin atau 188 putaran rotor melampaui batas dan mengasut kembali jika kecepatan angin atau putaran rotor tersebut telah memenuhi persyaratan . Faktor utama yang harus di pertimbangkan dalam penggunaan sistem pemompaan tenaga angin adalah aspek teknis dan ekonomisfinansial. Dari aspek teknis, diperlukan data yang berhubungan dengan sistem konversi energi angin yang paling cocok dengan potensi lokasi, demand atau kebutuhan kosumen, teknologi yang tersedia dipasaran, biaya operasional pemasangan dan lain-lain. Sedangkan dari aspek ekonomifinansial, diperlukan data dan informasi mengenai harga sistem, investasi, payback period periode pengembalian, NPV Net Present Value, Profitability Indeks PI dan lain-lain. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dan dapat memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi dari sistem SKEA ini maka kedua aspek tersebut diatas harus seimbang.

3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan SKEA