Analisa Gugus Fungsi Laring Pita Suara

204 permukaan tinggi pada kisaran 5 - 100 m 2 g yang sangat efisien untuk penyerapan cairan [1,11]. Adapun proses electrospinning dengan larutan gelatinPVA 4060 tersebut akan menghasilkan webs yang didominasi oleh serat berukuran 100 nm - 300 nm, sehingga produk akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai pembalut luka dengan kualitas nano.

3.5. Analisa Gugus Fungsi

Untuk untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam webs yang berasal dari larutan polimer gelatinPVA hasil percobaan dengan alat electrospinning, maka dilakukan analisa dengan alat FTIR dan hasilnya disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Spektra FTIR Membran Webs GelatinPVA Dari gambar tersebut terlihat adanya puncak serapan pada beberapa panjang gelombang, yaitu :  antara 3600 - 3200 cm -1 dan 1420 - 1330 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus O- H”’streching” dan O-H ”bending”  antara 3100-3000 cm -1 yang menunjukkan adanya pita uluran C – H aromatik  antara 1400 – 1600 cm -1 dan 1000 - 1100 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus aromatik  antara 1466 - 1605 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus C = O  antara 2900 - 3000 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus C- H ”stretching”  antara 1260 – 1000 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus C-O  sekitar 1400 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus aromatik R - O- R Dengan membandingkan hasil analisa FTIR terhadap gelatin dan PVA, maka terlihat bahwa spektra membran tersebut merupakan gabungan antara spektra dari gelatin dan PVA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk akhirnya memiliki kandungan senyawa organik yang sama pula dan menunjuk kepada struktur kimia gelatin dan PVA. cm-1 4000.0 3000 2000 1500 100 450.0 0.480 0.49 0.50 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55 0.56 0.57 0.58 0.59 0.60 0.61 0.62 0.63 0.64 0.65 0.660 A 3833.33 3731.88 3442.02 3442.02 2927.53 1635.08 1533.91 1403.84 1056.99 471.67 1241.25 2297.10 205

3.6. Uji PraKlinis

Uji praklinis dilakukan terhadap membran gelatinPVA 4060 yang telah disterilkan dengan alat Ionizer, melalui uji iritasi yang dilakukan terhadap 3 ekor kelinci albino jantan untuk mengetahui keamanan topikal, yaitu apakah membran tersebut dapat mengiritasi kulit atau tidak, melalui evaluasi terhadap adanya eritema dan edema dengan menggunakan Tabel 2. Melalui uji tersebut dapat diketahui pula kemampuan produk tersebut untuk berfungsi sebagai pembalut luka. Adapun hasilnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengamatan Iritasi Kulit Kelinci Kelinci No : Pengamatan Waktu Pengamatan jam 1 24 48 72 1 Pembentukan eritema dan Eschar Pembentukan edema 2 Pembentukan eritema dan Eschar Pembentukan edema 3 Pembentukan eritema dan Eschar Pembentukan edema Keterangan : n = 3 ekor kelinci dan nilai kontrol = 0 Dari hasil uji diketahui bahwa punggung ketiga kelinci pada bagian uji tidak memperlihatkan terbentuknya eritema maupun edema dan sebanding dengan kontrol dilukai tetapi tidak ditempeli membran, bahkan pada bagian yang ditempeli dengan membran, setelah 1 jam menunjukkan perbaikan pada bekas goresan, jaringan lebih menutup yang menunjukkan adanya efek membran terhadap penyembuhan luka. Kondisi tersebut akan semakin membaik pada pengamatan ke-24, 48 dan 72 jam setelah perlakuan, bahkan setelah 72 jam 3 hari diketahui luka terlihat sembuh secara sempurna. Oleh karena itu berdasarkan percobaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa produk tersebut tidak menyebabkan iritasi kulit, bahkan mampu mempercepat penyembuhan luka dibandingkan dengan kontrol. Selain itu apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu dengan menggunakan membran alginatPVA hasil electrospinning [16], ternyata mempunyai kecepatan penyembuhan yang relatif sama. Dari uraian di atas diketahui bahwa dengan metoda electrospinning, larutan polimer gelatinPVA dapat menghasilkan membran yang terdiri dari serat berukuran mikro hingga nano yang tidak menyebabkan iritasi kulit, bahkan mampu mempercepat penyembuhan luka, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembalut luka primer. Diharapkan, dimasa yang akan datang membran tersebut selain dapat dimanfaatkan sebagai pembalut luka primer, dapat digunakan pula untuk keperluan medis lainnya, antara lain sebagai media penyampaian obat topikal, guide bone regeneration, dan scafold pada rekayasa jaringan, karena juga bersifat non-toksik, non-karsinogenik, biocompatible dan biodegradable 1,2,4,5.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa proses electrospinning menggunakan larutan gelatinPVA berkomposisi 4060, pada tegangan 22 KVA akan menghasilkan webs yang mayoritas terdiri dari serat berukuran 100 nm - 300 nm, sehingga dapat digolongkan sebagai produk pembalut luka berkualitas mikro hingga nano. Produk tersebut lolos uji pre klinis, karena tidak menyebabkan iritasi serta dapat berfungsi sebagai pembalut luka dengan kualitas yang sama dengan pembalut luka alginatPVA hasil proses electrospinning terdahulu, yaitu dapat mempercepat penyembuhan luka dan efek penyembuhan terlihat pada pengamatan setelah 1 jam. 206 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Ibu Rifaida Eriningsih dari Balai Besar Tekstil yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini. PUSTAKA Edward, J.V., 2006, “et.al., “The Future of Modified Fibers”, Southern Regional Research Center, New Orleans. Yanga, C. et.al., 2010. “A Green Fabrication Approach of GelatinCM-Chitosan Hybri d Hydrogel for Wound Healing”, Journal of Carbohydrate Polymer, Vol. 82, 1297 -1305 Elvin, C.M., et. Al., 2010, “A Highly Elastic Tissue Sealant Based on Photo Polymerized Gelatin”, Journal of Biomaterial, Vol. 31, p. 8323 – 8331. Xin Yan, et.al., 201 0, “Acceleration of Diabetic Wound Healing by Collagen-Binding Vascular Endhothelial Growth Factor in Diabetic Rat Model”, Journal of Diabetes Research and Clinical Practice, Vol. 90., p. 66 – 72. R. Judith, et al., 2010, ”Application of PDGF-Containing Novel Gel for Coetaneous Wound Healing, Journal of Life Sciences, Vol 87, p.1 – 8. Junianto, dkk., 2006, “Produksi Gelatin Dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul”, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Oktober. Grobben, A.H, et.al., 2004 .,‘‘Inactivation of The Bovine-Spongiform -Encephapopathy BSE Agent by The Acid and Alkali Processes Used the Manufacture of Bone Gelatin’’, Biotech. and Applied Biochemistry, 39, 329-338. Republika on line, Jumat, 15 Mei 2009, 02:54 WIB Gessner, G.H., 1981, “The Condensed Chemical Dictionary”, Tenth ed., Van Nostrand Reinhold Co., N.Y. Brown, P. J., et.al., 2007, “Nanofibers and Nanotechnology in Textiles’, The Textile Institute, Woodhead Pub. Ltd., Cambridge, Peter P. Tsai, et. all., 2004, Investigation of Fiber, Bulk and Surface Properties of Meltblown and Electrospun Polymeric fabrics, Textile and nonwoven Development Center, INJ Fall. Panboon, M.S.S, 2005 , “Electro- spinning of PVAchitosan Fibers for Wound Dressing Application”, King Mongkut’s Institute of Technology North Bangkong. Seungsin Lee, et al., 2007, “Use Electrospun Nanofiber Web for Protective Textile Material As Barriers to Liquid Penetration”, Textile Research Journal, Vol. 77, No. 9. Sun Ing Jeong, 2010 “ Electrospun Alginate Nanofibers with Controlled Cell Adhesion for Tissue Engineering”, J. of Macromolecular Bioscience, 10, p.934-943 Nuanchan, C., et .al., 2007,,”Electrospun Gelatin Fibers: Effect of Solvent System on Morphology and Fibers Diameters”, Polymer J., Vol. 39., No. 6., p. 622-631. Theresia Mutia, dkk., 2012, “Penggunaan Webs Serat AlginatPVA Hasil Proses Electrospinning Untuk Pembalut Luka Primer”, Jurnal Riset Industri. Panida S., et.al., 2008, ”Extraction and Electrospinning of Gelatin from Fish Skin”, International Journal of Biological Macromolecules, Vol. 42, P.247-255. Silverstein, R.M., et. al., 1975, “Spectrometric Identification of Organic Compound”, Third Edition, John Willey Sons, New York, Anonymous, 2002, “OECD Guidelines for the Testing of Chemiscals, 404 :Acute Skin Irritation Corrosion”, April. Hayes, A.W., 1989, “Principles and Methods of Toxicology”, Second Ed., Raven Press Ltd., New York. 207 REHABILITASI SUARA PENDERITA TUNA LARING MENGGUNAKAN ELECTROLARYNX BERBASIS MICROCONTROLLER Alan Novi Tompunu 1 , Irma Salamah 2 , Tri Arief Sardjono 3 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Jl. Srijaya Negara Bukit Besar, Palembang 30139 E-mail: 1 alan_polsriyahoo.com, 2 irma.salamahyahoo.com 3 Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: 3 ta.sardjonoee.its.ac.id ABSTRAK Sampai saat ini kanker laring merupakan salah satu penyakit yang ditakuti. Salah satu langkah untuk menghindari penyebaran kanker laring ke seluruh bagian tubuh adalah dengan operasi pengangkatan laring. Operasi ini akan memisahkan rongga pernafasan trakea dengan rongga makanan esofagus. Hal ini akan mengakibatkan pasien pasca operasi pengangkatan laring tidak mampu berkomunikasi kembali. Permasalahan ini mengakibatkan beban psikis yang sangat berat bagi pasien pasca operasi. Ada tiga usaha yang dilakukan untuk rehabilitasi suara tersebut yaitu dengan Esophageal Speech, Tracheoesophageal dan Eletrolarynx. Pembangkitan suara dengan electrolarynx paling sering diadopsi untuk phonation. Penggunaan electrolarynx lebih mudah menghasilkan kalimat panjang tanpa perawatan khusus, dan lebih efektif untuk komunikasi dalam berbagai situasi. Namun, alat tersebut sangat mahal sehingga tidak terjangkau oleh pasien tuna laring, selain itu permasalahan ketersediaan alat masih sangat jarang di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perancangan alat berupa electrolarynx, yang dapat membantu membangkitkan suara bagi penderita tuna laring dengan biaya yang terjangkau. Sistem ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: generator spektrum frekuensi suara, mikrokontroler, solenoid dan membran vibrasi. Generator spektrum suara yang dibangkitkan oleh mikrokontroler digunakan untuk menghasilkan getaran pada membran. Hasil yang telah dicapai berupa prototipe electrolarynx yang bekerja pada frekuensi 72 Hz hingga 250 Hz. Kata Kunci : Penderita tuna laring, Electrolarynx, Microcontroller

1. PENDAHULUAN

Laryngitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara anda larynx karena terlalu banyak digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi. Bagian utama yang menghasilkan suara manusia adalah pita suara, tulang rawan, serta otot dan membran mukosa yang membungkus otot dan tulang rawan. Pita suara adalah 2 buah pita otot elastis yang terletak di dalam laring, tepat diatas trakea saluran udara. Pita suara menghasilkan suara jika udara yang tertahan di paru-paru dilepaskan dan melewati pita suara yang menutup sehingga pita suara bergetar. Jika kita tidak sedang berbicara, pita suara terpisah satu sama lain sehingga kita bisa bernafas. Kanker laring adalah penyakit kanker pada pita suara, laring atau daerah lainnya di tenggorokan. Kanker laring lebih banyak ditemukan pada pria yang berhubungan dengan rokok serta pemakaian alkohol walaupun juga ditemukan pada beberapa wanita tanpa sebab yang dapat dijelaskan secara spesifik. Di Indonesia kasus kanker laring tiap tahun meningkat sekitar 30, meskipun paling banyak terjadi para pria, namun kanker pita suara ini juga bisa menyerang kaum wanita. Menurut data Poli Audiologi THT-KL RSU dr Soetomo, dari 2001 hingga 2011 tercatat 150 pasien penderita kanker laring yang telah menjalani operasi pengangkatan pita suara. Dari data departemen rehabilitasi medik RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta rata-rata 25 orang pertahun kehilangan pita suara diakibatkan virus pada laring, 90 di antaranya ditenggarai berhubungan dengan rokok dan alkohol. Namun, bagi penderita kanker laring yang harus mengalami pengangkatan laring total, operasi pengangkatan laring akan meliputi sistem penghasil suara termasuk pita suara dan kartilogo tiroid. Dampak pengangkatan laring tersebut mengakibatkan orang tersebut tidak dapat melakukan pernafasan melalui mulut maupun hidung. Pernafasan dilakukan melalui lubang yang disebut tracheostoma yaitu lubang pada batang 208 tenggorokan. Untuk membangkitkan suara penderita pasca operasi, perlu dilakukan rehabilitasi medik. Saat ini, telah dikenal tiga macam cara rehabilitasi medik, antara lain: 1. Tracheoesophageal TE, yaitu alat bantu yang di tanam shunt, 2. Esophageal Speech SE, yaitu wicara esophagus suara perut, dan 3. Electrolaryngeal EL, Electrolarynx Speech. Dalam rehabilitasi medik ini, penderita yang sudah tidak mempunyai laring atau disebut dengan tuna laring diberikan motivasi dan latihan bicara melalui pernafasan abdominal. Proses ini membutuhkan waktu yang lama dan ketekunan berlatih. Suara yang dihasilkan cenderung tidak jelas sehingga kadang-kadang menyulitkan lawan bicara untuk memahami maksud yang disampaikan. Pembangkitan suara dengan elektrolarynx paling sering diadopsi untuk phonation. Elektrolarynx mampu mengasilkan suara, hanya dengan menempelkan alat tersebut pada pada bagian leher yang dekat dengan kerongkongan lalu menggerakkan otot- otot tersebut sesuai dengan apa yang akan kita ucapkan, maka gerakan otot-otot tersebut akan menggetarkan komponen getar pada elektrolarynx sehingga dapat menghasilkan suara, walaupun suara yang dihasilkan elektrolarynx mirip suara robot. Penggunaan elektrolarynx lebih mudah, menghasilkan kalimat tanpa perawatan khusus, dan lebih efektif untuk komunikasi dalam banyak situasi. Alat tersebut memang sangat praktis tanpa melalui rehab medik, tapi harganya sangat mahal, itupun harus indent terlebih dahulu karena di Indonesia tidak ada di pasaran. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang mampu menghasilkan spektrum frekuensi yang dibangkitkan secara eksternal oleh elektrolarynx yang dirancang. 2. TEORI PENUNJANG 2.1. Proses Pembentukan Suara Proses pembentukan suara terjadi ketika mengeluarkan nafas, udara kembali ke atas melalui tenggorokan atau trakea saat diafragma naik, maka terjadi tekanan yang akan menggetarkan pita suara. Getaran pita suara selanjutnya diartikulasikan dengan komponen- komponen pendukung seperti bibir, lidah dan gigi untuk mengeluarkan suara tertentu misalnya vokal dan konsonan. Gambar 1 menunjukkan sistem yang terkait dengan pernafasan dan pembentukan suara manusia. Secara normal orang melakukan pernafasan mulai dari menghirup udara yang bisa dilakukan melalui mulut maupun melalui hidung selanjutnya masuk ke dalam paru-paru. Gambar 1. Sistem yang Terkait dengan Pernafasan dan Pembentukan Suara

2.2. Laring

Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Laring mengandung pita suara H vocal cord dan berada pada daerah di mana rongga atas terpisah menjadi trakea dan esofagus. Struktur laring umumnya terdiri dari H tulang rawan H yang diikat oleh ligamen dan otot. 209 Gambar 2. Anatomi Laring

2.3. Pita Suara

Pita suara atau yang dalam bahasa inggrisnya disebut vocal cord adalah dua buah pita otot elastis yang terletak di dalam larynx kotak suara, tepat diatas trachea saluran udara. Pita suara menghasilkan suara jika udara yang tertahan di paru-paru dilepaskan dan melewati pita suara yang menutup sehingga pita suara bergetar. Untuk menghasilkan suara, pita suara harus bergetar ratusan bahkan ribuan kali per detiknya, tergantung nada atau frekuensi yang kita ucapkan. Jika kita tidak sedang berbicara, pita suara terpisah satu sama lain sehingga kita bisa bernafas. Gambar 3. Anatomi Pita Suara

2.4. Wicara Pasca Laringektomi