251
sebagai inovasi frugal dalam sistem agribisnis pedesaan lahan kering yang ramah lingkungan di Kabupaten Blora, telah dilakukan kajian pada tahun 2008 dan 2011. Hasil
kajian dipaparkan secara sederhana pada artikel ini.
2. METODOLOGI 2.1. Sampel Lokasi
Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive sampling untuk mengetahui potensi sistem integrasi ternak dan tanaman sapi dan tanaman pangan di desa Nglengkir dan
Tempurejo Kec. Bogorejo; Bogorejo dan Ngiyono Kec. Japah; Ngeliron dan Kalisari Kec. Randublatung.
2.2. Metode Pengkajian
Kajian lapang, telah dilakukan survei pada tahun 2008 dan 2011. Kajian bersifat cross- sectional, pengambilan data primer diawali pengamatan partisipatif dalam konteks yang
alami natural setting Denzin, dan Lincoln, 1994, diskusi kelompok terfokus focus group discussion, FGD, dan wawancara mendalam, serta kajian penelitian terdahulu. Kajian data
primer dilakukan secara berjenjang di tingkat kecamatan dengan kordinator penyuluh kecamatan, penyuluh lapangan, dan kepalastaf UPT dinas pertanian kecamatan 8
—10 responden. Selanjutnya, di desa dengan pengurus poktan, Gapoktan, petani perintis dan
adopter, serta petani miskin 10 —15 responden.
2.3. Metode Pengukuran 2.3.1. Pengukuran terhadap sifat inovasi SITT
Tolok ukur terhadap sifat inovasi Rogers dan Shoemaker, 1971; Rogers, 1983 SITT dari keunggulan teknis, ekonomis, sosial-budaya, yang meliputi a tingkat kerumitan inovasi, b
kemudahan inovasi dicobakan, c kemudahan inovasi diamati, d kesesuaian inovasi dengan lingkungan, e tingkat keunggulan relatif inovasi.
2.3.2. Pengukuran Persepsi Terhadap Keberlanjutan SITT
Pengukuran persepsi mengacu pada Azwar 1995, dalam bentuk skala Likert dan Semantik differentials, dengan pemberian skor 5 : sangat .. ; 4 : cukup sekali.. ; 3 : cukup
.....; 2 : kurang ..; 1 : tidak ... Persepsi dasar pembentukan sikap dan perilaku. Analisis persepsi SITT berdimensi keberlanjutan bobot : bt : 1,00, mengadaptasi pemberdayaan
LMDH Awang et.al., 2008 dan Proses Hirarki Analitik, AHP Saaty 1993, meliputi aspek : Z1 : sosial : persepsi pengelolaan SITT bt : 0,30; Z2 : ekonomi = persepsi pemenuhan
kebutuhan pokok bt : 0,50; Z3 : ekologi = persepsi keberlanjutan SITT bt : 0,10; Z4 : kelembagaan : persepsi pengaturan fungsi kelembagaan bt : 0,10. Nilai bobot untuk
masing-masing aspek menunjukan tingkat kepentingan. Penilaian dimensi, indikator, bobot, dan skor berdasarkan kesepakatan peneliti dengan responden. Nilai akhir setiap aspek
merupakan bobot x skor.
2.3.3. Analisis Data
Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif, untuk menemukan makna yang melandasi kajian Bungin 2003, Siegal, 1988. Prinsipnya dengan
menyusun dalam kelompok yang setara, mentabulasi, dideskripsikan, dan diintrepretasikan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Potensi Wilayah dan Sosial Ekonomi Petani
Kecamatan Randublatung dan Japah dominan daerah kawasan hutan jati 65,69 dan 54,33 masih produktif. Areal pertanian sawah, lahan kering di Bogorejo dominan
63,36, di Japah 39,52 Tabel 1.
252
Tabel 1. Penggunaan Lahan , Populasi Ternak Ekor, Produksi Pangan UtamaKecamatan
Kecamatan Sawah
Tegalan Hutan
Sapi Kado
Unggas Padi
Jagung Bogorejo
26,28 37,08
24,13 20.026
8.133 189.140
5.845 20.942
Randublatung 16,59
9,59 65,69
20.178 18.784
144.678 17.116
36.951 Japah
20,41 19,11
54,33 20.243
7.424 133.324
17.166 16.740
Sumber : BPS Kab. Blora 2010 kado = kambingdomba
Komoditas sapi, unggas, padi dan jagung berpotensi di seluruh kecamatan, beras jagung juga menjadi makanan pokok masyarakat. Tanaman jagung toleran terhadap kekeringan,
sesuai dengan kondisi rata-rata hari hujan di Blora atau daerah kajian pada tahun 2001 —
2005, yaitu 64 hari 44 –-74 hari, curah hujan 1.268 mm 809–-1.566 mm, daerah lahan
kering. Sebagian besar masyarakat mengandalkan mata pencaharian di sektor pertanian.
Mayoritas tamatan SD, dan minoritas pendidikan SMP dan SMA. Namun semangat dan motivasi warga Blora dalam bekerja cukup tinggi bekerja dengan ikhlas dan perwujudan
ibadah. Rintangan dan cobaan dalam hidup harus dihadapi dengan pasrah dan nrimo, menjadi satu pemicu masyarakat desa dalam menghadapi berbagai cobaan berat. Mereka
menganggap tanah tidak saja bernilai tinggi dari berbagai aspek, juga mempunyai nilai sosial dan ekonomi. Secara sosial, tanah mempunyai makna sebagai tempat tinggal dan tempat
berkumpulnya sanak saudara. Hanya sedikit sekali warga menyewa lahan atau melakukan pengolahan lahan dengan sistim bagi hasil; meskipun rata-rata kepemilikan lahan mereka
terbatas namun lahan tersebut tetap digarap. Luas penguasaan lahan umumnya mencapai 60
– 65 dengan luasan hanya kurang dari 0,5 haKK.
3.2. Ternak Sapi Sebagai Tabungan Keluarga Miskin