126
TEKNOLOGI FRUGAL MENGUNAKAN ENKAS YANG DIMODIFIKASI: UNTUK PENGEMBANGAN KENTANG TAHAN TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM
Ari Wijayani
1
, Rina Srilestari
2
, Tutut Wirawati
3
1,2,3
Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta Jl SWK 104 Ringroad Utara Condongcatur, Yogyakarta
Telp. 0274 486733, Fax. 0274 486400 E-mail :
1
ariewijayaniyahoo.com
ABSTRAK Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang semakin menurun produksi dan luas areal
pertanamannya, khususnya di Wonosobo. Penurunan tersebut dikarenakan tanaman tersebut terserang penyakit layu fusarium. Cendawan fusarium akan menular secara cepat dan
menghancurkan areal pertanaman dalam sekejap. Dibutuhkan suatu teknologi untuk mendapatkan varietas kentang yang tahan layu fusarium. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan teknologi frugal
agar bibit kentang bisa diperbanyak secara cepat dan dalam jumlah banyak. Kegiatan penelitian yang sekaligus alih teknologi telah dilakukan tim peneliti di laboratorium kultur jaringan UPNVY. Petani
dilatih cara perbanyakan mikrostek kentang menggunakan enkas, alat penaburan eksplan yang telah dimodifikasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan terdiri 3 tahap, yaitu iradiasi menggunakan sinar
gamma, pengujian ketahanan layu fusarium dengan asam fusarat dan penumbuhan tanaman tahan dalam media MS. Pada tahap III dilakukan pengujian pada 2 alat penaburan, yaitu enkas dan LAF.
Media induksi yang diuji adalah M1 MS+2 ppm NAA + 0,1 ppm Kinetin, M2 MS+2 ppm NAA + 0,2 ppm Kinetin, M3MS+2 ppm NAA + 0,3 ppm Kinetin dan M4 MS+2 ppm NAA + 0,4 ppm Kinetin.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan enkas dan laminair air flow LAF tidak signifikan, artinya enkas sama bagusnya dengan LAF untuk penaburan eksplan.
Kata kunci: in vitro kentang, tahan layu fusarium, teknologi frugal, enkas
1. PENDAHULUAN
Kentang adalah salah satu komoditas andalan sektor pertanian di Indonesia dan semakin meningkat permintaannya akhir-akhir ini. Peningkatan ini untuk mencukupi kebutuhan bahan
pengganti makanan pokok beras maupun sebagai bahan baku industri, selain itu untuk mengatasi harga beras yang semakin tinggi serta mengurangi impor bahan pangan beras
yang telah menghabiskan devisa negara dalam jumlah besar Anonim, 2002. Pendekatan
ekstensifikasi budidaya
kentang lebih
ditekankan ke
arah perluasanpengembangan area produksi diluar Jawa. Lahan pertanaman kentang
menempati area yang sangat luas di dataran tinggi di Indonesia dan berpotensi dalam upaya peningkatan produksi pertanian. Salah satu prioritas pengembangan agribisnis kentang di
Indonesia adalah di Jawa Tengah Wonosobo, namun produksinya masih rendah oleh serangan organisme pengganggu tanaman OPT khususnya Fusarium sp. penyebab busuk
daun dan umbi tanaman kentang Rukmana, 1997. Secara bertahap dan berkesinambungan penelitian intensif terhadap komoditas kentang mendapat perhatian dan
prioritas. Pengembangan agribisnis kentang diprioritaskan antara lain di provinsi Jawa Barat,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan. Penyakit merupakan salah satu faktor pembatas penting pada budidaya tanaman kentang. Penyakit
busuk umbi tanaman kentang merupakan penyakit yang paling serius di antara penyakit dan hama yang menyerang tanaman kentang di Indonesia Zazali, 2004. Fusarium ini dapat
menurunkan produksi kentang hingga 90 dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Sampai saat ini Fusarium sp. penyebab penyakit busuk umbi kentang tersebut
masih merupakan masalah krusial dan belum ada varietas kentang yang benar-benar tahan terhadap penyakit tersebut Cholil, 1991.
Keberhasilan program pemuliaan tanaman sangat tergantung dari karakter yang dapat diwariskan dan kemampuan memilah genotype- genotype unggul dalam proses seleksi
Satoto Suprihatno, 1996. Keragaman genetik dapat diamati secara morfologi maupun
127
secara molekuler. Hal ini terjadi karena perubahan segmen ataupun adanya sisipan segmen pada kromosom lain tidak dapat teramati dengan penggunaan mikroskop
Penelitian dalam rangka menindaklanjuti permasalahan ketersediaan bibit kentang yang tahan terhadap layu fusarium masih terus saja berlangsung hingga saat ini dan fokus
perhatian para peneliti tersebut adalah ke arah seleksi secara konvensional dengan persilangan. Cara lain adalah dengan rekayasa genetika, bahkan beberapa peneliti
meningkatkan ketahanan tanaman menggunakan teknik budidaya Wirawati, 2007; Nagata et al., 2004. Secara garis besar metode tersebut bisa dilakukan, tetapi sering menimbulkan
dampak lain seperti waktu yang terlalu lama atau terhadap lingkungan. Selain itu perlu dicari alternatif lain dalam mencari tanaman yang tahan terhadap layu fusarium yang sulit apabila
akan diperlakukan dengan metode tersebut. Dalam hal ini digunakan iradiasi sinar gamma sebagai bahan yang mampu mengionisasi sel sehingga menghasilkan gen mutan yang
mempunyai ketahanan terhadap layu fusarium. Selain itu, menggunakan asam fusarat sebagai bahan seleksi terhadap layu fusarium secara in vitro Lestari et al,2006
Bibit tanaman kentang yang dihasilkan harus diperbanyak secara cepat dan dalam jumlah yang banyak dengan memakai teknologi kultur jaringan. Salah satu alat utama dalam
kultur jaringan adalah LAF Laminar Air Flow. LAF adalah suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan persiapan bahan tanaman,penanaman dan pemindahan tanaman dari satu botol
ke botol yang lain dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow karena meniupkan udara steril secara terus menerus melewati tempat kerja sehingga tempat kerja
bebas dari debu dan spora-spora yang mungkin jatuh kedalam media, dan waktu pelaksanaan penanaman dimana kita bisa membandingkan hasil dari parameter-parameter
yang kita amati. Harga alat ini masih sangat mahal, sehingga untuk diterapkan pada petani tidak terjangkau.
Alat penanaman yang sederhana dan murah telah dicoba sebagai pengganti LAF, yaitu enkas. Di laboratorium kultur jaringan UPN Yogyakarta telah dicoba pembuatan enkas
menggunakan bahan terbuat dari fiber glass yang dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai Laminar Air Flow dan diharapkan alat ini dapat digunakan sebagai pengganti LAF yang
harganya cukup mahal Gunawan, 1992.
2. METODE PENELITIAN