METODE PENELITIAN Sistem Rantai Pasok

127 secara molekuler. Hal ini terjadi karena perubahan segmen ataupun adanya sisipan segmen pada kromosom lain tidak dapat teramati dengan penggunaan mikroskop Penelitian dalam rangka menindaklanjuti permasalahan ketersediaan bibit kentang yang tahan terhadap layu fusarium masih terus saja berlangsung hingga saat ini dan fokus perhatian para peneliti tersebut adalah ke arah seleksi secara konvensional dengan persilangan. Cara lain adalah dengan rekayasa genetika, bahkan beberapa peneliti meningkatkan ketahanan tanaman menggunakan teknik budidaya Wirawati, 2007; Nagata et al., 2004. Secara garis besar metode tersebut bisa dilakukan, tetapi sering menimbulkan dampak lain seperti waktu yang terlalu lama atau terhadap lingkungan. Selain itu perlu dicari alternatif lain dalam mencari tanaman yang tahan terhadap layu fusarium yang sulit apabila akan diperlakukan dengan metode tersebut. Dalam hal ini digunakan iradiasi sinar gamma sebagai bahan yang mampu mengionisasi sel sehingga menghasilkan gen mutan yang mempunyai ketahanan terhadap layu fusarium. Selain itu, menggunakan asam fusarat sebagai bahan seleksi terhadap layu fusarium secara in vitro Lestari et al,2006 Bibit tanaman kentang yang dihasilkan harus diperbanyak secara cepat dan dalam jumlah yang banyak dengan memakai teknologi kultur jaringan. Salah satu alat utama dalam kultur jaringan adalah LAF Laminar Air Flow. LAF adalah suatu alat yang digunakan dalam pekerjaan persiapan bahan tanaman,penanaman dan pemindahan tanaman dari satu botol ke botol yang lain dalam kultur in vitro. Alat ini diberi nama Laminar Air Flow karena meniupkan udara steril secara terus menerus melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari debu dan spora-spora yang mungkin jatuh kedalam media, dan waktu pelaksanaan penanaman dimana kita bisa membandingkan hasil dari parameter-parameter yang kita amati. Harga alat ini masih sangat mahal, sehingga untuk diterapkan pada petani tidak terjangkau. Alat penanaman yang sederhana dan murah telah dicoba sebagai pengganti LAF, yaitu enkas. Di laboratorium kultur jaringan UPN Yogyakarta telah dicoba pembuatan enkas menggunakan bahan terbuat dari fiber glass yang dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai Laminar Air Flow dan diharapkan alat ini dapat digunakan sebagai pengganti LAF yang harganya cukup mahal Gunawan, 1992.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Yogyakarta. Untuk irradiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi PATIR BATAN Jakarta. Bahan yang digunakan adalah kalus yang mengandung bakal tunas kentang, media padat Murashige dan Skoog, akuades, NAA Naphtaline Acetic Acid, kinetin, asam fusarat, spiritus, alkohol 96, kertas pH, KOH 0,1 N, HCL 0,1 N, clorox 25 dan clorox 15. Peralatan yang digunakan adalah Gamma chamber 4000 A dengan sumber cobalt 60 pada berbagai dosis yang telah ditentukan Laminair air flow LAF dan enkas serta peralatan kultur jaringan Penelitian meliputi empat tahapan yaitu : a Tahap I: induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Bibit kentang yang digunakan adalah umbi berukuran 1-2 cm dan mempunyai nodul-nodul bakal tunas. Irradiasi menggunakan sinar gamma dengan dosis yang berbeda yaitu G 1 = 15 Gy, G 2 = 20 Gy, G 3 = 25 Gy, dan G4 = 30 Gy. Percobaan laboratorium disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 3 ulangan. Setiap perlakuan terdiri atas 10 botol dan tiap botol berisi 2 eksplan. Kalus yang telah diirradiasi kemudian disubkultur pada media yang sama untuk induksi kalus. Peubah yang diamati adalah persentase eksplan hidup dan waktu pembentukan kalus. b Tahap II: seleksi in vitro menggunakan asam fusarat. Kalus yang sudah disubkultur selanjutnya dipindahkan ke dalam media regenerasi dengan ditambah asam fusarat sebagai penyaringan ketahanan terhadap layu fusarium dengan konsentrasi asam fusarat yang berbeda yaitu P = 0, P 1 = 15 dan P 2 = 30. Percobaan dilakukan di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL, diulang sebanyak 3 kali 128 dengan masing-masing terdiri atas 10 botol tanaman, setiap botol terdiri atas dua eksplan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase eksplan hidup dan warna kalus. c Tahap III: penanaman di enkas dan laminar air flow LAF pada media induksi. M 1 MS+2 ppm NAA + 0,1 ppm Kinetin, M 2 MS +2 ppm NAA + 0,2 ppm Kinetin, M 3 MS + 2 ppm NAA + 0,3 ppm Kinetin, dan M 4 MS+2 ppm NAA + 0,4 ppm Kinetin. Pengamatan dilakukan terhadap saat tumbuh tunas, persentase tumbuh tunas, jumlah tunas, jumlah akar dan tinggi tunas. Sumber: Dokumentasi pribadi 2012 Gambar 1. Enkas yang Dimodifikasi dengan Bahan Fiber-glass dan Bukaan Depan yang Memudahkan untuk Memasukkan dan Mengeluarkan Barang d Tahap IV: praktek uji coba kepada petani di laboratorium kultur jaringan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tahap I, peneliti mengharapkan mendapatkan bibit kentang hasil rekayasa berupa mutan kentang yang bebas dari penyakit layu fusarium. Radiasi berpengaruh terhadap daya regenerasi kalus. Semakin tinggi dosis radiasi, semakin rendah kemampuan kalus untuk melakukan regenerasi membentuk tunas adventif. Hal ini terjadi karena radiasi dapat menyebabkan rusaknya dna sehingga proses sintesis protein atau enzim terganggu. Gangguan pada sintesis protein menyebabkan gangguan metabolisme sehingga proses morfogenesis pada kalus embriogenik terganggu yang menyebabkan proses regenerasinya terganggu. Tabel 1. Saat Muncul Kalus Hst dan Persentase Kalus Hidup Dosis Irradiasi Saat muncul kalus hst Persentase kalus hidup G 1 = 15 Gy 13 b 50 b G 2 = 20 Gy 15 b 40 b G 3 = 25 Gy 7 a 100 c G 4 = 30 Gy 20 c 10 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5. Sumber: Hasil pengamatan 2012 Tabel 1 menunjukkan bahwa dosis irradiasi 25 gy, memunculkan kalus paling cepat yaitu 7 hari setelah tanam hst dengan persentase kalus hidup paling tinggi yaitu 100 . Penggunaan sinar gamma pada 25 gy ternyata juga merupakan dosis yang tepat untuk 129 menghambat regenerasi pathogen yang terdapat dalam bahan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kimia yang terjadi cukup menyebabkan terjadinya efek biologis yaitu menghambat sintesis dna pada patogen mokroorganisme yang terbawa pada jaringan kentang, terutama pada bagian lingkaran coklat pada kentang yang disebabkan gula pereduksi yang pembentukannya sangat aktif pada kentang yang akan bertunas. Terhambatnya sintesis dna pada pathogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat sehingga proses kehidupan normal dalam sel pathogen akan terganggu. Pada penelitian tahap II dengan perlakuan asam fusarat 30 ppm menghasilkan persentase kalus yang hidup paling tinggi 80 dengan warna kalus putih susu kekuningan. Pada konsentrasi asam fusarat 15 ppm ternyata kalus yang hidup hanya 30 dan kalus berwarna coklat gelap. Selanjutnya kalus akan menjadi hitam secara keseluruhan dan mengalami kematian. Kematian tersebut merupakan reaksi sel dan jaringan kelompok kalus dalam proses ketahanan terimbas. Reaksi tersebut berhubungan zat fungitoksisitas didalamnya Agrios,1996. Pada kontrol tidak terdapat bahan pengimbas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kalus kentang. Pada asam fusarat 30 ppm warna kalus putih susu kekuningan yang menunjukkan kalus embrionik Sulistianingsih, 1999. Tabel 2. Persentase Kalus Hidup dan Warna Kalus Konsentrasi asam fusarat ppm Persentase kalus hidup Warna kalus P o = 0 50 b Coklat P 1 = 15 30 a Coklat gelap P 2 = 30 80 c Putih susu kekuningan Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5. Sumber: Hasil pengamatan 2012 Hasil penelitian tahap III, menunjukkan bahwa penaburan eksplan yang dilakukan pada enkas maupun Laminair Air Flow LAF tidak berbeda nyata untuk semua parameter penting pertumbuhan kalus yang diamati, disajikan pada Tabel 3. Hal ini mengartikan bahwa peralatan enkas meskipun bentuknya sederhana, mudah penggunaannya, murah harganya tetapi menghasilkan produk yang sama bagusnya jika dibandingkan dengan Laminair Air Flow LAF yang bentuknya lebih rumit dan mahal harganya, Tabel 3. Saat Tumbuh Tunas, Persentase Tumbuh Tunas, Tinggi Tunas, Jumlah Tunas dan Jumlah Akar Perlakuan Saat tumbuh tunas hari Persentase tumbuh tunas Tinggi tunas cm Jumlah tunas Jumlah akar Laminair Air Flow M 1 MS + 2 ppm NAA + 0,1 ppm Kinetin 9 a 60 c 4,6 b 3 b 5 b M 2 MS+2 ppm NAA + 0,2 ppm Kinetin 12 b 65 b 5,0 b 4 b 6 b M 3 MS+2 ppm NAA + 0,3 ppm Kinetin 12 b 80 a 6,9 a 11 a 10 a M 4 MS+2 ppm NAA + 0,4 ppm Kinetin 13 b 70 b 4,2 b 3 b 5 b Enkas M 1 MS + 2 ppm NAA + 0,1 ppm 10 a 60 c 5,3 ab 4 b 3 b 130 Perlakuan Saat tumbuh tunas hari Persentase tumbuh tunas Tinggi tunas cm Jumlah tunas Jumlah akar Kinetin M 2 MS+2 ppm NAA + 0,2 ppm Kinetin 14 b 75 b 4,7 b 8 a 9 a M 3 MS+2 ppm NAA + 0,3 ppm Kinetin 9 a 90 a 6,5 a 8 a 12 a M 4 MS+2 ppm NAA + 0,4 ppm Kinetin 16 c 45 d 4,9 b 5 b 4 b - - - - - Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5. Tanda - menunjukkan tidak signifikan antara LAF dan enkas Gamb ar 2. g Sumber: Dokumentasi pribadi 2012 Gambar 2. Planlet yang dihasilkan menggunakan LAF T4 dan Enkas T5 Pada tabel 3 terlihat saat tumbuh tunas antara perlakuan enkas dan LAF tidak ada beda nyata sedangkan antara keempat macam media ternyata media M1 tunas muncul lebih cepat dibanding media yang lain. Respon awal yang terjadi pada sebagian besar eksplan yang telah ditanam adalah terjadinya pembengkakan jaringan eksplan. Menurut Andrini 1993 perubahan pada eksplan ini terkait dengan tingkat osmolaritas dari media yang digunakan. Media culture merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Dalam media kultur jaringan diperlukan penambahan zat pengatur tumbuh yang cepat untuk mendukung pertumbuhan eksplan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hoesen 1998 yang menyatakan bahwa semakin meningkat konsentrasi sitokinin maka saat muncul tunas akan semakin lama. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap persentase tumbuh tunas dimana pengaruh kinetin terhadap sel adalah peranannya dalam menstimulasi proses pembelahan sel dan differensiasi sel. Pengaruh utamanya dalam penggandaan DNA.sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas. Media tanam yang digunakan juga sangat menentukan pertumbuhannya, pada media M3 MS+2 ppm NAA + 0,3 ppm Kinetin mampu memacu pertumbuhan tunas sehingga lebih tinggi dan lebih banyak, demikian juga jumlah akarnya. Perakaran pada planlet penting bagi pertumbuhan selanjutnya, karena jumlah akar yang semakin banyak bagus untuk penyerapan nutrisi bagi media. Hal itu disebabkan karena semakin banyak maka bidang penyerapan nutrisi dari media akar semakin luas pula. Jumlah akar akan berguna untuk aklimatisasi tanaman dirumah kaca, sehingga dengan meningkatnya jumlah akar akan meningkatkan pula bidang serapan hara Srilestari, 2003 Penerapan di tingkat petani menunjukkan bahwa petani tidak kesulitan dalam menggunakan enkas, meskipun untuk tingkat keberhasilannya perlu pelatihan lebih lanjut dan perlu keberlanjutan pendampingan. Penggunaan enkas dan LAF ternyata dapat 131 memberikan hasil yang sama-sama bagus untuk pengembangan kentang secara in vitro, meskipun masih perlu ketrampilan agar lebih luwes dalam penggunaannya. Sumber: Dokumentasi pribadi 2012 Gambar 3. Petani yang Dilatih Khusus di Laboratorium Kultur Jaringan

4. KESIMPULAN