Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 13
membangun model bisnis baru sebagai sebuah respon terhadap situasi dan kondisi negara berkembang yang serba terbatas Krishnan, 2010. Perspektif ini muncul dalam konteks
pengurangan kemiskinan rakyat, dengan mengedepankan pendekatan pasar daripada sekedar pendekatan sosial. Strategi yang berakar pada filosofi memberdayakan masyarakat
society empowering ini dijalankan dengan menghubungkan pelaku bisnis dengan kelompok rumah tangga di piramida terbawah ini Prahalad, 2004.
Belajar dari negara India maupun Cina, inovasi yang mendukung kesejahteraan masyarakat secara luas dengan kondisi serba terbatas tersebut dikenal sebagai inovasi
frugal low cost innovation. Berbeda dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan corporate social responsibility, inovasi frugal bukan saja berdimensi sosial tetapi juga
berdimensi bisnis. Pendekatan ini muncul dari filosofi gelas terisi setengah penuh, bukan dari gelas setengah kosong, yang memandang optimis kemampuan kelompok masyarakat di
piramida terbawah tersebut. Hal ini yang ditegaskan Prahalad 2004 dalam bukunya ‘The
Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty through Profits’. Akan tetapi, Prahalad mengingatkan bahwa memasuki area bisnis seperti ini diperlukan
perubahan proses dan mental serta praktek-praktek bisnis good corporate practices bukan sebuah filantropi. Saatnya cara pandang demikian juga muncul di kelompok penghasil Ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memberikan kesempatan dan memberdayakan masyarakat di kelompok piramida terbawah ini termampukan dalam menjawab kebutuhan
hidupnya. Disisi lain, pengembangan inovasi frugal tersebut akan memacu kelompok penghasil iptek ini semakin terasah kreativitas dan kewirausahaan inovatifnya. Upaya ini
memerlukan kajian mendalam tentang berbagai kondisi awal yang dapat memacu tumbuh dan berkembangnya inovasi frugal.
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pra-kondisi di Indonesia yang berpotensi memacu inovasi frugal. Di bagian pertama dikemukakan terlebih dahulu kerangka pikir yang
melandasi analisis terhadap situasi dan kondisi ini. Selanjutnya dipetakan pra-kondisi berdasarkan kerangka pikir tersebut, yakni permintaan efektif masyarakat Indonesia,
kemampuan teknologi, dan kewirausahaan inovatif. Hasil pemetaan ini menjadi bahan bagi merumuskan gagasan untuk memacu inovasi frugal di Indonesia.
2. KERANGKA KERJA: KONDISI PENDORONG INOVASI
Schumpeter mengingatkan bahwa pengurangan kemiskinan, pertumbuhan dan distribusi di negara berpendapatan rendah mungkin dicapai, jika produsen mempunyai akses terhadap
teknologi padat tenaga kerja dan berskala kecil, dan menghasilkan produk dengan biaya rendah serta dapat diakses bagi konsumen berpenghasilan rendah Kaplinsky, 2011.
Berdasarkan hal tersebutlah rasional munculnya inovasi frugal di negara berkembang. Pada umumnya inovasi frugal merupakan inovasi yang berkembang di negara yang memiliki
jumlah penduduk yang besar dengan distribusi pendapatan yang belum seimbang, seperti India dan China. Penduduk yang besar ini menjadi dasar bagi inovasi frugal karena berskala
besar scallability sehingga dapat menekan harga produk. Terdapat empat karakteristik inovasi frugal Krishnan, 2010: 1 bertujuan menghasilkan
sesuatu yang lebih baik, bukan hanya sesuatu yang lebih murah; 2 Inovasi frugal juga memberikan pelayanan bukan hanya produk; 3 inovasi frugal menyangkut memodelkan
kembali bukan hanya menyederhanakan; 4 biaya rendah bukan berarti teknologi rendah, inovasi frugal dapat memenuhi atau dikombinasikan dengan iptek terdepan.
Inovasi frugal unggul dalam memahami pasar dan kondisi negara berkembang. Berbeda dengan inovasi pada umumnnya, inovasi frugal diciptakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat luas, mengandalkan sumberdaya yang ada dengan disain dan pengembangan produk yang murah sehingga produk inovatif tersebut dapat terjangkau harganya oleh
masyarakat luas. Untuk mencapai tujuan efisiensi tersebut, inovasi frugal menjadi adalah inovasi yang
menghubungkan antara teknologi kreatif dan keahlian wirausahawan dalam mengelola kebutuhan masyarakat umum. Dalam penciptaannya, inovasi frugal memerlukan beberapa
keahlian seperti ahli dalam bidang desain teknologi, aplikasi teknologi, manajemen dan
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 14
pemasaran. Produk yang dihasilkan juga memiliki intensitas teknologi tinggi seperti kendaraan bermotor, alat kesehatan, mesin dan lain-lain.
Upaya mendorong munculnya inovasi frugal seperti juga inovasi lainnya dapat dilakukan melalui Krishnan, 2010: 1 insentif untuk melakukan inovasi; dan 2 perubahan
kemampuan inovasi terus-menerus evolution of innovation capability. Kemampuan inovasi ini harus didukung oleh perubahan peraturan, kondisi permintaan, kekuatan bersaing, dan
inisiatif wirausaha. Pendapat yang hampir sama juga disampaikan Kaplinsky 2011. Ia menemukan tiga faktor kritikal yang harus dipertimbangkan untuk mendorong inovasi frugal
di negara berkembang, yakni: 1 terbatasnya kewirausahaan, yakni kelompok aktor yang melakukan inovasi secara sistematis yang menerapkan ide baru ke sektor produksi, daripada
hanya memperoleh teknologi dari aktor lain; 2 kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan ide baru untuk inovasi; 3 ketiadaan permintaan efektif di negara
berkembang secara umum, maupun konsumen miskin secara status ekonomi Gambar 1. Tulisan ini menggunakan pemikiran Kaplinsky tersebut untuk mengkaji pra-kondisi yang
dibutuhkan untuk mendorong inovasi frugal.
Sumber: Diadopsi dari Kaplinsky 2011
Gambar 1. Kondisi Yang Diperlukan Untuk Munculnya Inovasi Frugal Kebutuhan yang unik dari rumah tangga pada piramida sosial ekonomi terbawah BOP =
bottom of pyramid mendorong inovator menghasilkan produk dengan karakteristik berbeda. Inovasi produk bagi BOP ini lebih sederhana dan lebih murah, yang berbeda dengan produk
pada umumnya, kemudian dikenal sebagai inovasi frugal. Inovasi ini muncul dari disruptive technology yang memerlukan disain produk, penggunaan dan kombinasi teknologi, serta
praktek-praktek yang mendorong pengembangan produk baru. Ray dan Ray 2011 berpendapat bahwa untuk mendorong munculnya teknologi dengan karakteristik demikian,
diperlukan kombinasi tiga faktor berikut ini, yaitu: i inovasi arsitektural yang mengkombinasikan teknologi-teknologi yang ada saat ini; ii modularity yakni menghasilkan
produk yang memungkinan inovatornya berkreasi terus menerus; dan iii kemitraan yang kolaboratif dengan pemasok Gambar 2. Teknologi yang dihasilkan seharusnya memenuhi
dua parameter kunci, yakni terjangkau harganya affordability dan dapat diterima acceptability.
Prosiding Forum Tahunan Pengembangan Iptekin Nasional 2012 15
Sumber: Ray dan Ray 2011: figure-1: p. 219
Gambar 2. Inovasi Produk Bagi Rumah Tangga Pada Piramida Sosial Ekonomi Terbawah Disamping dua parameter frugal tersebut, terdapat 12 prinsip inovasi bagi pasar BOP,
yakni Prahalad, 2004: 1 menciptakan harga dan kinerja baru; 2 inovasi dengan berbagai solusi butuh teknologi yang maju dan berkembang; 3 solusi inovasi haruslah berskala besar
dan dapat dipakai antar negara, budaya, dan bahasa; 4 inovasi haruslah mengurangi penggunaan sumber daya; 5 memahami fungsi bukan saja bentuk inovasi yang dihasilkan;
6 inovasi proses untuk meningkatkan kemudahan akses; 7 disain produk atau jasa harus mempertimbangkan tingkat keterampilan, infrastruktur sumberdaya; dan lingkungan di
daerah pedalaman; 8 mengedukasi konsumen; 9 inovasi produk punya daya tahan dalam jangka waktu lama; 10 keragaman konsumen perlu dikaji; 11 inovasi didukung metode
distribusi dengan tingkat harga rendah; 12 produk harus cukup luas dalam sistem arsitekturnya, karena perubahan karakteristik dan fungsi di pasar BOP yang terkadang
cepat. Untuk memenuhi berbagai parameter dan prinsip tersebut, Ray dan Ray 2011
mengingatkan bahwa inovasi frugal seharusnya dipimpin oleh perusahaan lokal yang mempunyai sumber daya dan kapasitas tertentu, sehingga tidak semua perusahaan lokal
dapat melakukan inovasi semacam ini. Konsep champion tampaknya menjadi pilihan yang sesuai, yakni dengan mendorong munculnya beberapa perusahaan lokal yang kompeten
menghasilkan inovasi frugal tersebut.
3. PERMINTAAN EFEKTIF MASYARAKAT INDONESIA