Perumusan Masalah Model Dinamika Fluks Nitrogen dan Kaitannya dengan Ekosistem Mangrove dalam Pengelolaan Perairan Pesisir Pulau Pulau Kecil

diaplikasikan pada perairan pesisir pulau-pulau kecil. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber nitrogen dari kegiatan antropogenik di daratan yang berpotensi masuk ke perairan pesisir Tanjungpinang. 2. Menentukan dinamika fluks nitrogen anorganik terlarut, beban limbah dan kapasitas asimilasi di perairan pesisir Tanjungpinang. 3. Menentukan potensi penyerapan mangrove terhadap beban limbah nitrogen anorganik terlarut di perairan pesisir Tanjungpinang. 4. Merumuskan model pengelolaan fluks nitrogen anorganik dan kaitannya dengan ekosistem mangrove di perairan pesisir pulau-pulau kecil.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat : 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pengendalian pencemaran di perairan pesisir berdasarkan pertimbangan jumlah total nitrogen antropogenik yang masuk ke sistem perairan dan pengoptimalan peran ekosistem mangrove sebagai penyerap limbah nitrogen anorganik sebagai langkah penanggulangan pencemaran yang cukup tinggi di perairan pesisir pulau-pulau kecil, sehingga secara khusus dapat menjadi acuan dan pedoman bagi pemerintah Kota Tanjungpinang. 2. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menambah khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang ekologi perairan pesisir khususnya fluks nitrogen anorganik terlarut di perairan pesisir pulau-pulau kecil dan peran ekosistem mangrove yang dikembangkan dalam tataran sistem pengelolaan, sehingga akan memperkaya metodologi ilmu pengelolaan pesisir dan laut. 3. Bagi masyarakat setempat dan sekitarnya, penelitian ini bermanfaat untuk membantu memahami proses dinamika fluks nitrogen anorganik terlaut di perairan yang bersumber dari limbah daratan hasil buangan manusia yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap sistem perairan, sehingga masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif dalam mencegah terjadinya pencemaran atau penurunan kualitas lingkungan perairan pesisir.

1.7 Kebaruan Novelty

Kajian tentang nitrogen anorganik terlarut di perairan telah dilakukan oleh beberapa peneliti khususnya tentang pemodelan nitrogen anorganik di perairan pesisir. Penelitian Wade et al. 2005 tentang Modelling nitrogen fluxes from the land to the coastal zone in European systems: a perspective from the INCA project . Menggunakan pendekatan model nitrogen terpadu untuk catchments Eropa dalam konteks ELOISE European Land-Ocean Interaction Studies. Penelitian Lessin and Raudsepp 2007 tentang Modelling the spatial distribution of phytoplankton and inorganic nitrogen in Narva Bay, Southeastern Gulf of Finland, in the biologically active period . Penelitian ini menggunakan pendekatan model numerik untuk melihat distribusi spasial fitoplankton dan nitrogen anorganik pada suatu perairan Teluk. Mandal et al. 2005 meneliti tentang Modelling of the contribution of dissolved inorganik nitrogen from litterfall of adjacent mangrove forest to Hooghly-Matla estuary, India . Penelitian Mandal et al. menggunakan pendekatan pengembangan model dinamik untuk melihat kontribusi nitrogen anorganik terlarut yang berasal dari serasah hutan mangrove yang masuk ke perairan estuari di India. Dengan demikian, beberapa penelitian terdahulu tersebut belum mencoba menyusun konsep pengelolaan nitrogen anorganik terlarut di perairan terkait dengan peran mangrove sebagai penyerap senyawa nitrogen anorganik untuk pertumbuhan. Kebaruan novelty penelitian ini terletak pada pendekatan atau konsep pengembangan model dinamik dalam kerangka pengelolaan nitrogen anorganik terlarut di perairan dengan memperhitungkan peranan ekosistem mangrove sebagai penyerap nitrogen anorganik yang dirumuskan secara spesifik untuk perairan pesisir pulau-pulau kecil. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Definisi wilayah pesisir coastal zone, coastal area secara ringkas mencakup daratan yang masih dipengaruhi oleh aspek-aspek kelautan seperti pasang-surut pasut laut dan bagian perairan laut yang masih dipengaruhi aspek- aspek daratan seperti kekeruhan air dari darat. Definisi ini telah dimunculkan tahun 1976 oleh panitia perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang pengembangan Lingkungan Hidup Manik 2009 dan kemudian dikemukakan dalam definisi yang agak berbeda oleh bakosurtanal tahun 1988 dengan menambahkan unsur bentang alam. Meskipun batas fisik wilayah pesisir secara umum susah ditentukan, namun dalam konsep pengembangan wilayah dapat dikemukakan batas-batas secara mudah apabila memang dikehendaki atau dibutuhkan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Menurut Dahuri et al. 2004 wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang dengan air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengeruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Wilayah pesisir dan laut meliputi wilayah daratan dan lautan dengan karakteristik yang khas. Banyak pendapat yang berbeda dalam menetapkan batas wilayah pesisir dan laut. Pendapat yang ekstrim mengatakan, wilayah pesisir dan laut meliputi kawasan yang sangat luas, dimulai dari batas lautan terluar zona ekonomi eksklusif, ZEE sampai daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pendapat ekstrim lainnya mengatakan, wilayah pesisir dan laut hanyalah sebuah kawasan yang sangat sempit, dimulai dari pasang tertinggi sampai 200 meter ke