Kerangka Pendekatan Penelitian Model Dinamika Fluks Nitrogen dan Kaitannya dengan Ekosistem Mangrove dalam Pengelolaan Perairan Pesisir Pulau Pulau Kecil

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Definisi wilayah pesisir coastal zone, coastal area secara ringkas mencakup daratan yang masih dipengaruhi oleh aspek-aspek kelautan seperti pasang-surut pasut laut dan bagian perairan laut yang masih dipengaruhi aspek- aspek daratan seperti kekeruhan air dari darat. Definisi ini telah dimunculkan tahun 1976 oleh panitia perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang pengembangan Lingkungan Hidup Manik 2009 dan kemudian dikemukakan dalam definisi yang agak berbeda oleh bakosurtanal tahun 1988 dengan menambahkan unsur bentang alam. Meskipun batas fisik wilayah pesisir secara umum susah ditentukan, namun dalam konsep pengembangan wilayah dapat dikemukakan batas-batas secara mudah apabila memang dikehendaki atau dibutuhkan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Menurut Dahuri et al. 2004 wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang dengan air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengeruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Wilayah pesisir dan laut meliputi wilayah daratan dan lautan dengan karakteristik yang khas. Banyak pendapat yang berbeda dalam menetapkan batas wilayah pesisir dan laut. Pendapat yang ekstrim mengatakan, wilayah pesisir dan laut meliputi kawasan yang sangat luas, dimulai dari batas lautan terluar zona ekonomi eksklusif, ZEE sampai daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pendapat ekstrim lainnya mengatakan, wilayah pesisir dan laut hanyalah sebuah kawasan yang sangat sempit, dimulai dari pasang tertinggi sampai 200 meter ke arah darat; sedangkan ke arah laut sampai dengan garis pantai pada saat surut terendah. Dalam konteks interaksi daratan-lautan, Joseph and Balchand 2000 mengatakan bahwa wilayah pesisir dan laut merupakan perluasan dataran pantai sampai bibir luar paparan benua continental shelf, daerah yang selalu tergenang selama fluktuasi muka air laut terjadi. Terdapat suatu kesepakatan umum di dunia bahwa pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai coastline, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas boundaries, yaitu: batas yang sejajar garis pantai longshore dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai crosshore. Bagi kepentingan pengelolaan batas-batas wilayah pesisir dan laut yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah. Namun penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini masih berbeda antara satu negara dengan negara lain, hal ini dapat dimengerti sebab suatu negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem pemerintahan tersendiri Bengen 2004. Adapun daerah kepulauan merupakan suatu daerah yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil. Sebagaimana didefinisikan bahwa pulau-pulau kecil PPK adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 dua ribu kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007. Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 UNCLOS, 1982 pasal 121 mendefinisikan pulau sebagai daratan yang terbentuk secara alami dan dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan air pada saat pasang naik tertinggi. Dijelaskan bahwa sebuah pulau tidak boleh tenggelam pada saat air pasang naik. Implikasinya ada empat syarat yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai pulau, yakni 1 memiliki lahan daratan, 2 terbentuk secara alami, bukan lahan reklamasi, 3 dikelilingi oleh air, baik air asin laut maupun tawar, 4 selalu berada di atas garis pasang tertinggi. Alternatif batasan pulau kecil dikemukakan pada pertemuan CSC 1984 yang menetapkan pulau kecil adalah pulau dengan luas area maksimum 5.000 km 2 . Selanjutnya berlandaskan pada kepentingan hidrologi ketersediaan air tawar, ditetapkan batasan pulau kecil sebagai pulau dengan ukuran kurang dari 1.000 km 2 atau lebarnya kurang dari 10 km. Namun batasan ini mengalami perubahan UNESCO 1990 yang memberikan batasan sebagai pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 Bengen dan Retraubun 2006. Ditinjau dari segi luasan, UNESCO 1994 menetapkan bahwa pulau-pulau yang luasnya kurang dari 200 km 2 tergolong pulau kecil, sedangkan yang luasnya kurang dari 100 km 2 tergolong pulau sangat kecil. Definisi lainnya menyebutkan, pulau kecil adalah ruang daratan yang berelevasi di atas muka air pasang dari perairan yang mengelilinginya dengan luas kurang dari 100 km 2 . Umumnya pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki karakteristik biogeofisik yang tersendiri, yakni: 1 terpisah dari habitat pulau induk mainland island dan bersifat insulair, 2 memiliki sumberdaya air terbatas, baik air permukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan air yang relatif kecil atau sangat terbatas sehingga sebagian aliran air permukaan dan sedimen akan diteruskan ke laut, 3 rentan terhadap pengaruh dari luar, baik yang bersifat alami badai dan gelombang besar maupun akibat kegiatan manusia pencemaran, pengubahsuaian lahan, 4 memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi, 5 area perairan lebih luas dari pada daratan, serta relatif terisolir, 6 tidak memiliki hinterland yang jauh dari pantai. Pulau-pulau kecil merupakan bagian dari pengelolaan wilayah pesisir. Dikatakan bahwa wilayah pesisir merupakan sistem yang kompleks, di dalamnya terjadi interaksi berbagai proses: alami misalnya hidrologi dan geomorfologi, sosial, budaya, ekonomi, administrasi dan pemerintahan French 2004. Dalam perspektif ekonomi-ekologi, wilayah pesisir dan laut merupakan sistem yang dicirikan oleh adanya inter relasi secara fisik, biokimia dan sosial-ekonomi Turner et al. 2003. Kompleksitas sistem baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun biofisik inilah yang menandai keunikan wilayah pesisir dan laut Dahuri 2004. Wilayah pesisir dan laut juga dikenal karena keunikan historis dan arkeologisnya Meulen and Haes 1996. Wilayah pesisir memiliki kondisi lingkungan yang sangat beragam dan rentan, karena posisinya yang berada di daerah perbatasan antara daratan dan lautan. Faktor-faktor biofisik yang menyusun keunikan wilayah ini ditunjukkan dengan sangat nyata, misalnya tingkat elevasi rendah-sedang-tinggi, jenis air asin-payau-tawar, tingkat pasang-surut dan jenis tanah pasir-tanah liat. Dijumpai jenis-jenis tumbuhan asli indigenous pantai yang bersifat endemik dan rentan terhadap pengaruh lingkungan. Disebabkan hal tersebut, wilayah pesisir dinilai penting dimonitoring dan dikelola secara terintegrasi. Clark 1998 menilai perlindungan terhadap kekayaan sumberdaya wilayah pesisir pada sisi wetside lautan perlu dilakukan melalui kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya yang berada pada sisi dryside daratan. Wilayah pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya yang tidak dapat pulih, serta jasa-jasa lingkungan Xue 2004. Menurut Dahuri et al . 2004 beberapa ekosistem utama yang terdapat di wilayah peisisr adalah estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai berbatu, berpasir dan berlumpur, dan pulau kecil. Menurut Schaffelke 2005 wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem mangrove, terumbu karang, lamun, estuaria, pantai berpasir, pantai berbatu yang satu samalain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Petubahan atau kerusakan yang menimpa salah satu ekosistem akan berpengeruh terhadap ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia seperti aktivitas masyarakat urban, industri, maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland area maupun laut lepas oceans. Kondisi semacam ini mengindikasikan bahwa pengelolaan wilayah pesisir harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis ekological linkages yang dapat mempengeruhi suatu wilayah pesisir. Disamping itu, wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki