Ekosistem Mangrove Sebagai Penyerap Nitrogen Anorganik
Nilai Pengurangan Limbah awal D1: D1 = VYb Q
........................................................... 10
D1 = nilai pengurangan limbah V = kecepatan percampuran
Y = kedalaman air limbah b = lebar efektif dari sistem penyebaran
Q = debit limbah
Nilai Dispersi D2
D2 =
2 3
1 5
, 1
1 5
, 1
− +
b x
Vb E
erf .....................................................
11
Dimana : D2 = nilai dispersi
Erf = error function E = koefisien penyebaran
V = kecepatan percampuran b = lebar efektif dari sistem penyebaran
x = jarak penyebaran
Nilai Penguraian limbah D3 D3 = exp [ 0,38 x TV ]
..................................................... 12 Dimana :
D3 = nilai penguraian limbah Exp = konstanta 2,718
x = jarak penyebaran t
= waktu untuk mencapai 90 bakteri mati v = kecepatan percampuran
c. Metode arus bermuatan partikel Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan cara
membandingkan konsentrasi limbah dengan konsentrasi air sungai yang nenerima limbah. Hal-hal yang diperhitungkan antara lain; kecepatan aliran,
perbedaan konsentrasi dan debit air sungai.
Kelebihan metode ini adalah adanya perbandingan antara konsentrasi limbah dan air sungaibadan perairan yang sangat penting bagi penentuan kapasitas
asimilasi. Kelemahan metode ini adalah kesulitan dalam penghitungan konsentrasi limbah berupa bahan kimia yang masuk ke sungai yang
membutuhkan waktu lama. d. Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps
Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor yang diperhitungkan dalam metode
ini antara lain waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam karbonat yang tetap pada saat perjalanan limbah. Kelebihan dari metode ini
adalah penghitungan akan lebih teliti karena dilakukan penghitungan waktu perjalanan limbah. Kelemahan metode ini adalah penghitungan dilakukan
terus menerus secara rutin sehingga membutuhkan waktu yang lama. Menurut Sastrawijaya 2009 beban pencemar adalah jumlah total bahan
pencemar yang masuk kedalam lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya pada areal tertentu dalam kurun waktu tertentu. Besarnya beban pencemar yang masuk ke perairan tergantung aktivitas manusia di sekitar daerah
aliran sungai yang masuk perairan tersebut. Besarnya beban pencemar perairan sangat dipengaruhi pula oleh keadaan pasang surut air laut. Pada saat pasang
umumnya beban masukan limbah sangat kecil karena aliran sungai akan tertahan oleh peningkatan massa air laut, sedangkan pada saat surut berlaku sebaliknya
Beban masukan limbah dari sungai ke suatu perairan dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi dengan debit air sungai per satuan waktu. Debit
air sungai diperoleh dengan mengalikan luas penampang sungai dengan kecepatan aliran sungai Jorgensen 1988. Kapasitas beban pencemar merupakan
kemampuan suatu perairan dalam menerima beban pencemar yang masuk. Kapasitas beban pencemar biasa disebut juga dengan kapasitas beban perairan
yang merupakan fungsi dari konsentrasi bahan pencemar dan volume perairan.
Menurut Sastrawijaya 2009 Sumber pencemar asal bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan pesisir dan laut ada 2 macam yaitu limbah
domestik dan limbah industri.
1. Limbah domestik limbah rumah tangga atau limbah perkotaan Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari aktivitas masyarakat urban
yang biasanya mengandung sampah padat berupa tinja dan cair yang berasal dari sampah rumah tangga. Limbah domestik memiliki lima karakteristik,
yaitu: mengandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus dalam jumlah banyak; serta mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga
nilai biological oxygen demand BOD-nya tinggi. Selain itu juga mengandung padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar perairan; memiliki
kandungan unsur hara terutama fosfor dan nitrogen yang tinggi, serta mengandung bahan-bahan terapung organik dan anorganik di permukaan air
atau berada dalam bentuk tersuspensi. Sumber limbah domestik berasal dari perumahan, perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, rekreasi dan
aktivitas lainnya. Limbah jenis ini sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, BOD5 dan COD. Limbah cair domestik adalah air buangan dari rumah tangga,
institusi, fasilitas komersil yang mengandung bahan organik dan anorganik yang berbentuk cair, suspensi dan koloid. Limbah domestik ada 2 jenis yaitu
jenis Limbah organik dan limbah anorganik; 2. Limbah Non-Domestik Industri
Limbah non-domestik atau limbah industri merupakan limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dll. Limbah
industri adalah berbagai jenis industri yang beroperasi di sepanjang aliran sungai dan garis pantai merupakan salah satu sumber pencemar di laut,
terutama akan mempengaruhi kandungan logam berat perairan. Dilihat dari lokasi sumber, pencemaran pesisir dan laut bersumber dari daratan land base
pollution sources dan Pencemaran yang bersumber dari laut :
Pencemaran yang bersumber dari daratan, misalnya limbah cair dan limbah padat sampah domestik dan limbah cair industri yang berasal dari
saluran pembuangan pabrik Pencemaran yang bersumber dari laut, yaitu: pembuangan limbah cair dari
aktivitas transportasi laut air ballast kapal, limbah produksi minyak, limbah pelabuhan, limbah kapal tanker, kapal penumpang, kecelakaan
tumpahan minyak dan kebocoran pipa.
2.6 Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Kontek Pengendalian Pencemaran Lingkungan Perairan Pesisir
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Integrited Coastel Zone Management ICZM
pertama kali dikemukakan pada konferensi pesisir dunia World Conference of Coastz yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada
forum tersebut, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk
kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus
hidrologi, berkurangnya sumberdaya pesisir, kenaikan muka air laut serta dampak akibat perubahan iklim dunia. Dahuri et al. 2004 mendefinisikan PWPT sebagai
suatu pendekatan pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu
integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu menyediakan suatu kerangka
perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menalukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti adanya pengaturan
institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi pada satu sektor, konflik kepentingan, kurangnya prioritas, kapasitas hukum, minimnya pengetahuan
kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya serta kurangnya informasi dan sumberdaya Dahuri et al. 2004.
Sebagai suatu paradigma baru untuk tatakelola pesisir, ICM Integrated Coastel Management
dikembangkan dari kebutuhan praktis untuk mengelola dan
merencanakan berbagai aktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah pesisir, mengatur perilaku behavior manusia, manajemen intervensi dan koordinasi
kebijakan, dan mengintegrasikan pemanfaatan perairan pesisir dalam perencanaan penggunaan lahan land-use. Tujuan akhir ICM adalah untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi tatakelola pesisir terkait dalam kemampuannya untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan sumberdaya pesisir dan jasa ekosistem
Ecosystems services di wilayah pesisir Chua 2006. Dalam mewujudkan pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan
sustainable, maka diperlukan keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang mencakup tiga dimensi ; dimensi sektoral, bidang
ilmu, dan keterkaitan ekologis Dahuri, et.al. 2004. Keterpaduan sektor diartikan sebagai perlunya koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antara sektor
atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu horizontal integration; dan antara tingkat pemerintah mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan
propinsi sampai tingkat pusat vertical integration. Prinsip keterpaduan sangat penting dalam konteks pengelolaan pesisir
karena wilayah pesisir memiliki fungsi yang dinamik. Cincin-Sain and Knecht 1998 dalam Adrianto 2005 memberikan acuan bahwa elemen keterpaduan
dalam pengelolaan pesisir adalah 1 keterpaduan sektoral, 2 keterpaduan pemerintahan, 3 keterpaduan spasial, 4 keterpaduan ilmu dan manjemen, dan
5 keterpaduan internasional. Didasari kenyataan bahwa wilayah pesisir terdiri dari sistem sosial dan alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis, maka
keterpaduan bidang ilmu mensyaratkan di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan interdisiplin ilmu, yang melibatkan
bidang ilmu; ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang terkait. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir terdiri dari berbagai ekosiostem
mangrove, terumbu karang, lamun, estuaria dan lain-lain yang saling terkait satu sama lain, disamping itu wilayah ini juga dipengaruhi oleh berbagai kegiatan
manusia, proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland areas maupun laut lepas, kondisi ini mensyaratkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu PWPT harus memperhatikan keterkaitan ekologis tersebut Dahuri et.al. 2004.