Nitrit NO Ammonium NH

2.3.2 Faktor-faktor Kimia

Dahuri et al. 2004 menyatakan bahwa kualitas air suatu perairan pesisir dicirikan oleh karakteristik kimianya yang sangat mudah dipengaruhi oleh masukan dari daratan maupun laut sekitarnya. Pada kenyataannya perairan pesisir merupakan penampungan storage system akhir segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Karenanya karakteristik kimia pesisir bersifat unik dan ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh interaksi kegiatan-kegiatan di atas serta kondisi hidrodinamika perairan pesisir seperti difusi diffusion, disolusi dissolution dan pengadukan turbulance terhadap substansi kimia. Komposisi kimia air laut, khususnya di perairan estuaria sangat dipengaruhi oleh masukan massa dari sistem sungai yang bermuara. Pengaruh terhadap kualitas kimia perairan estuaria akan lebih nyata apabila massa air sungai yang bermuara ke estuaria mengandung buangan limbah cair industri, limbah domestik dan pertanian yang berlangsung secara kontinu dan relatif lama. Kadar unsur kimia perairan sungai yang masuk ke estuaria memiliki perbedaan dengan kadar unsur kimia air laut, hal ini dapat dilihat di Tabel 3 berikut: Tabel 3. Perbedaan kadar unsur Kranskopf, 1977 dalam Dahuri et al. 2004 Elemen Air Sungai ppm Air Laut 35 ‰ ppm Ca 4.30 – 44.4 21.13 412 SiO 3 8.10 – 30.4 15.76 2.0 SO 4 0.80 – 59.5 14.37 905 Na 3.70 – 23.5 09.58 10.770 Cl 1.70 – 13.9 06.13 18.800 Mg 1.50 – 12.4 05.52 1290 K 1.20 – 3.00 02.09 380 CO 3 7.90 – 80.8 44.79 28 C NO 3 0.02 – 1.15 0.26 150 N Fe 2 O 3 0.00 – 0.34 0.08 0.002 Fe

2.3.2.1 Salinitas

Salinitas adalah kandungan garam-garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan per seribu Nybakken 1992. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan, aliran sungai, lamanya pasang surut yang akan membawa masuk air laut ke daerah muara dan pasokan air tawar yang berasal dari sungai. Salinitas dapat mempengaruhi keadaan nitrat dan ortofosfat, semakin tinggi salinitas umumnya kadar nitrat dan ortofosfat semakin rendah. Hal ini dapat dijelaskan karena, apabila suatu perairan mengandung salinitas yang tinggi maka kandungan ion-ion garam juga akan tinggi, sehingga akan menurunkan kemampuan perairan dalam melarutkan zat-zat lain nitrogen. Sementara salinitas perairan teluk, khususnya di bagian pesisir tempat bermuaranya sungai akan berfluktuasi tergantung pada keadaan musim. Perubahan salinitas lebih sering terjadi pada perairan pantai daripada perairan terbuka. Hal ini disebabkan banyaknya air tawar yang masuk, terutama dari sungai dan pada musim hujan. Pendapat ini didukung oleh Newman dan Pierson 1966 yang menyatakan bahwa di perairan pantai khususnya perairan estuari atau muara salinitasnya rendah, hal ini dikarenakan adanya pengenceran adanya pengaruh air sungai. Nilai salinitas perairan tawar biasanya 0,5 , perairan payau 0,5 – 30 sedangkan untuk perairan laut 30 – 40 . Gambaran dominan lingkungan estuaria ialah berfluktuasinya salinitas. Secara definitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu, tetapi pola gadien bervariasi bergantung kepada musim, topografi estuaria, pasang surut, dan jumlah air tawar Nybakken 1992. Selanjutnya Kennis 1994 menyatakan bahwa salinitas di estuaria berkisar 0.5 – 35 ‰. Salinitas ini dapat bervariasi baik secara vertikal maupun horizontal tergantung dari perbandingan antara limpasan air dari darat, masukan air hujan dan penguapan. Perubahan salinitas musiman di estuaria biasanya merupakan akibat perubahan penguapan musiman danatau perubahan aliran air tawar musiman. Di daerah dimana debit air tawar berkurang atau kering sama sekali selama setengah waktu dalam setahun, salinitas tertinggi biasa didapat lebih jauh ke hulu. Dengan mulainya kenaikan aliran air tawar, gradien salinitas digeser ke hilir ke arah mulut estuaria. Oleh karena itu, pada berbagai musim, suatu titik tertentu di estuaria dapat mengalami salinitas yang berbeda-beda Nybakken 1992.

2.3.2.2 Derajat Keasaman pH

Nilai pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat akan meningkatkan kebasaan air, namun adanya asam-asam mineral dan asam bikarbonat meningkatkan keasaman di lingkungan perairan Saeni 1989. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut. Keberadaan unsur hara di laut dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Apabila suatu perairan mengalami proses blooming plankton, maka nilai pH perairan tersebut bersifat asam yang berarti bahwa kandungan oksigen terlarut di laut rendah. Hal ini akan mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Salah satunya terjadi proses denitrifikasi yaitu proses mikrobiologi, ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul nitrogen N 2 . Produksi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan gas inert yang tidak dapat dipakai secara langsung. Akibatnya kandungan unsur hara yang dimanfaatkan akan menurun Saeni, 1989. Mukhtasor 2007 menyebutkan bahwa perairan yang produktif ideal bagi kehidupan biota akuatik adalah perairan yang pH airnya bersifat antara 6,5 – 8,5. Keasaman suatu perairan umumnya dapat disebabkan oleh tingginya kandungan bahan organik di perairan danatau oleh adanya senyawa-senyawa asam anorganik misal H 2 SO 4 yang berasal dari oksidasi pirit yang masuk kedalamnya. Menurut Hutagalung dan Rozak 1997 dalam air laut ammonium NH 4 + dan ammonia NH 3 berada dalam keadaan keseimbangan. Senyawa ammonium tidak beracun, sedangkan ammonia bersifat racun bagi organisme peerairan. Keseimbangan asam-basa ini sangat dipengaruhi oleh pH, dalam air yang bersifat sedikit basa pH 7, NH 3 lebih banyak dari NH 4 + . Hal ini yang menyebabkan ammonia lebih beracun dalam air laut daripada dalam air tawar.