108
3. riwayat singkat Kegiatan Usaha
Perseroan didirikan tanggal 15 Maret 2006 dengan tujuan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan termasuk investasi dan jasa manajemen khususnya pada sektor pertambangan. Atas target investasi
yang telah dievaluasi, Perseroan melakukan akuisisi dan pengembangan lebih lanjut. Pada tahun 2007, Perseroan mengakuisisi 30 kepemilikan saham AKT dilanjutkan dengan melakukan pengembangan
infrastruktur penambangan dengan mengakuisisi BMS pada bulan Mei 2008. Perseroan melakukan percobaan produksi pertama kali di Kohong pada akhir bulan September 2008, melakukan pengiriman
produksi coking coal pertama kali pada bulan Maret 2009 dan menunjuk Glencore sebagai marketing agent pada bulan Juli 2009. Izin produksi komersial Perseroan dimulai pada akhir bulan September 2009
dan kemudian menambah kepemilikan saham di AKT menjadi 99 pada bulan Desember 2009. Sejak pendiriannya sampai saat ini, Perseroan, melalui Anak Perusahaan memiliki kegiatan usaha melakukan
investasi dan jasa manajemen khususnya pada sektor pertambangan batubara coking coal. Saat ini, kegiatan usaha Perseroan adalah berusaha di bidang pertambangan melalui Anak Perusahaan,
dengan pencapaian kapasitas produksi 2,4 mtpa pada bulan Desember 2009 dan sedang dalam proses akhir untuk meningkat sampai 3,6 mtpa selambat-lambatnya pada akhir tahun 2010 dan berencana bisa
mencapai kapasitas produksi 5,0 mtpa pada akhir tahun 2011. Secara singkat, perjalanan kegiatan usaha Perseroan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Maret 2006 : Pendirian Perseroan
Oktober 2007 : Akuisisi 30 kepemilikan saham AKT
Januari 2008 : Kegaitan operasional AKT
Mei 2008 : Akuisisi 99,99 kepemilikan saham BMS dan mengembangkan infrastruktur
penambangan September 2008 : Diperolehnya izin dan dimulainya percobaan produksi pertama kali
Maret 2009 : Pengiriman produksi coking coal pertama kali
Juli 2009 : Penunjukan Glencore sebagai marketing agent
September 2009 : Diperolehnya izin dan dimulainya produksi komersial Desember 2009 : Akuisisi 69 kepemilikan saham AKT
4. Keunggulan Kompetitif
Perseroan berkeyakinan keunggulan kompetitif utamanya adalah sebagai berikut:
a. Posisi yang tepat untuk memperoleh keuntungan dari terbatasnya pasokam hard coking coal dunia
Berdasarkan SMGC, Perseroan melalui Anak Perusahaan, AKT saat ini merupakan produsen hard coking coal satu-satunya di Indonesia dan berkeyakinan untuk memperoleh keuntungan dari peluang pasar hard
coking coal dunia yang sangat menarik. Industri coking coal dunia sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan produksi baja. AME memperkirakan
produksi baja mentah global tumbuh dari 848 juta ton di tahun 2000 menjadi sekitar 1.219 juta ton di tahun 2009, dengan CAGR sebesar 4 atau turun dari CAGR sebesar 6 pada periode tahun 2000 dan 2008.
Dalam lima tahun kedepan, produksi baja global diperkirakan akan meningkat seiring dengan pulihnya permintaan. Di wilayah Asia Pasiik, permintaan diperkirakan akan didorong oleh produksi baja di Cina dan
India. Dengan estimasi produksi baja sebesar 568 juta ton pada tahun 2009, Cina menjadi penyumbang 47 dari total produksi baja dunia, meningkat dibandingkan tahun 2008 dimana Cina menyumbang 38
dari total produksi baja dunia. Didorong oleh adanya urbanisasi, pertumbuhan produksi di Cina diperkirakan akan tetap tinggi. AME memperkirakan bahwa produksi baja pada tahun 2012 dapat mencapai 694 juta
ton, atau setara dengan CAGR sebesar 8 dari tahun 2009. India telah meningkatkan produksi bajanya pada tahun 2009. Pada tahun 2009, India diperkirakan telah memproduksi 57 juta ton baja, atau 4,6
dari total produksi baja dunia. Dengan cadangan coking coal yang terbatas dan permintaan yang terus meningkat, yang didorong oleh Kebijakan Pemerintah India untuk meningkatkan produksi baja, India
diperkirakan akan tetap bergantung pada impor coking coal. Produksi baja di India diperkirakan akan mencapai 66 juta ton pada tahun 2012, atau setara dengan CAGR sebesar 5 dari tahun 2009.
109 Perseroan berkeyakinan bahwa pertumbuhan produksi baja India akan dipengaruhi oleh keterbatasan
cadangan hard coking coal domestik, sedangkan pertumbuhan produksi baja Cina akan dipengaruhi oleh potensi intervensi pemerintah, masalah infrastruktur yang dihadapi oleh produsen coking coal domestik
dan tingginya biaya pengangkutan domestik untuk coking coal. Dalam jangka panjang, ketergantungan India dan Cina atas impor batubara dan kemampuan pasokan batubara memenuhi permintaan akan
menjadi kunci utama dalam industri tersebut. Pertumbuhan permintaan diharapkan akan melampaui pasokan di pasar coking coal global. AME
memperkirakan bahwa Australia, sebagai pemasok coking coal terbesar di dunia, akan meningkatkan produksinya pada tahun 2010 sebesar lebih dari 11 untuk memenuhi pertumbuhan permintaan dari
Cina. Walaupun Australia memiliki potensi cadangan batubara yang besar, pertumbuhan ekspor coking coal dihambat oleh permasalahan terkait pelabuhan dan akses kreta api, ketersediaan pendanaan
dan ketidakpastian pasar atas kebijakan pemerintah Australia seperti rencana pemberlakuan Mineral Resource Rent Tax. Mozambique dan Mongolia diharapkan akan muncul sebagai produsen coking coal
baru. Walaupun demikian, sebagian besar atau seluruh pasokannya tidak akan mencapai pasar ekspor karena diperkirakan akan diserap oleh Cina. Selain itu, permasalahan terkait intervensi pemerintah dan
infrastruktur yang terbatas di Mongolia juga diperkirakan akan menghambat pasokan batubara dalam waktu dekat.
Berdasarkan AME, jumlah ekspor coking coal dari Indonesia lebih terbatas dibandingkan dengan thermal coal akibat keterbatasan proyek coking coal yang ada. Coking coal yang diproduksi di Indonesia umumnya
coking coal berperingkat rendah seperti semi-soft coking dan PCI coal. Dengan perkiraan permintaan coking coal dunia yang tinggi, khususnya dari Cina dan India, maka sebagai satu-satunya produsen hard
coking coal saat ini di Indonesia, Perseroan memiliki posisi yang tepat untuk mengambil keuntungan dari peluang pasar hard coking coal dunia yang sangat menarik.
b. Cadangan yang besar untuk mendukung peningkatan produksi yang berkesinambungan