152 •
Mamahak: Kangaroo Resources Limited baru-baru ini mengakuisisi proyek coking coal Mamahak di
Kalimantan Timur. Mamahak memiliki sumber daya semi-soft coking coal sebesar 10,2 mt JORC berkualitas tinggi dan infrastruktur yang baik dan mampu mendukung produksi batubara sebesar 1,5
mtpa. Kualitas batubaranya diindikasikan memiliki kalori tinggi, kandungan debu rendah, kelembaban rendah dan kandungan belerang medium ke tinggi dengan kisaran nilai kalori 7.526-7.570 kcalkg
air-dried basis dengan nilai kadar air tinggi. Meskipun Indonesia berencana untuk meningkatkan produksi coking coal, pertumbuhan persediaancoking
coal dapat terhambat mengingat kebutuhan proyek rel kereta yang besar, tidak tersedianya pendanaan dan ketidakpastian kebijakan Pemerintah. Berikut adalah fakta coking coal di Indonesia:
• Sumber daya yang berdekatan dengan pelabuhan dan relatif mudah untuk ditambang tergolong sangat jarang di Indonesia, sehingga biaya terkait infrastruktur perlu menjadi perhatian serius, khususnya
bagi pembangunan proyek baru. • Industri batubara di Indonesia dapat terganggu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pertambangan
baru pada Januari 2009 terkait pemisahan izin eksplorasi dan penambangan untuk proyek-proyek baru, yang saat ini merupakan tanggung jawab pemerintah lokal. Oleh karena itu, apabila suatu
perusahaan telah menyelesaikan kegiatan eksplorasi, maka perusahaan tersebut harus melakukan negosiasi memperoleh izin penambangan mungkin diberikan untuk jangka waktu yang pendek.
Walaupun Pemerintah Pusat memiliki kuasa untuk mengeluarkan izin penambangan jangka panjang, namun masih terdapat ketidakjelasan dalam penerapannya. Adanya kemungkinan untuk kehilangan
izin penambangan atas eksplorasi yang telah dilakukan dapat mengendurkan niat perusahaan untuk melakukan investasi, khususnya untuk proyek-proyek besar berjangka panjang.
• Pertentangan atas penggunaan lahan sejumlah mining leases, pengenaan pajak yang lebih dari satu kali oleh beberapa tingkat Pemerintahan dan bervariasinya regulasi Pemerintah lokal terkait
aktivitas penambangan dapat memberikan dampak negatif terhadap ekspansi pasokan coking coal Indonesia.
• Hal lain yang mungkin menjadi permasalahan masa mendatang adalah terkait pajak ekspor atas thermal coal. Sejak penghapusan bea ekspor batubara 5 di tahun 2006, Indonesia tidak berencana
untuk mengenakan pajak ekspor atas batubara yang dapat menghambat investasi. Produsen batubara wajib membayar royalti 13,5 kepada Pemerintah, walaupun Indonesia Pengenaan pajak baru atas
ekspor batubara akan memberikan dampak negatif terhadap iklim investasi di industri batubara dan secara tidak langsung terhadap ekspansi coking coal.
6. Harga Batubara
a. Latar Belakang Penentuan Harga Batubara
Batubara secara tradisional cenderung dijual dengan harga yang terkait dengan biaya marjinal produksi untuk produsen berbiaya tinggi, dengan variasi yang besar hanya dalam waktu lebih dari jangka pendek
atau undersupply. Harga batubara Thermal tergantung terutama pada tingkat energi tertentu batubara, bagaimanapun juga umum untuk menerima premi atau diskon untuk faktor-faktor lain seperti abu dan
belerang. Sebaliknya, harga coking coal sangat tergantung pada karakteristik coking, seperti CSN, luiditas dan sifat penggumpalan, daripada kandungan energi.
Negosiasi kontrak tahunan ekspor batubara bervariasi sehubungan dengan tinjauan waktu tonase dan tinjauan harga. Tidak selalu ada kesepakatan harga dan volume pada awal tahun kontrak baru dan dalam
kasus tertentu, pengiriman biasanya melanjutkan dengan harga yang ada atau harga sementara yang disepakati kedua belah pihak. Penyesuaian harga retrospektif kemudian diterapkan untuk pengiriman
batubara selanjutnya. Pembeli coking coal di Asia-Pasiik secara historis mengikuti pasar Jepang yang dominan, dengan kontrak
yang didasarkan pada Tahun Fiskal Jepang JFY, dari 1 April hingga 31 Maret. Negosiasi untuk kontrak baru umumnya dimulai pada bulan Desember atau Januari dan selesai pada bulan Maret. Sebagian
besar batubara Eropa diperoleh berdasarkan tahun kalender. Harga tidak selalu mencerminkan kondisi harga di Asia karena kondisi pasar yang berbeda dan kekuatan persaingan usaha.
153 Untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2010, produsen coking coal akan beralih ke rezim
harga triwulan, sesuai dengan kontrak yang ditandatangani oleh perusahaan bijih besi. Langkah ini telah ditempuh oleh BHP Billiton, yang telah lama mendorong harga yang lebih erat terkait dengan mekanisme
pasar misalnya harga spot yang lebih tinggi untuk coking coal dan produk bijih besi. Pada bulan Juni 2010, BHP memperoleh hard coking coal untuk kuartal September dengan harga USD225 per ton FOB.
Wesfarmers Limited kemudian memperoleh harga yang sama untuk hard coking coal yang diekspor dari Curragh di Queensland.
Di bawah rezim kontrak harga tahunan sebelumnya, produsen coking coal diminta untuk menunggu setidaknya satu tahun sebelum harga dapat dinegosiasi ulang untuk mencerminkan perubahan dalam
dinamika pasar. Dikarenakan sensitif terhadap perubahan pasar, selama kondisi tidak menentu, harga pasar spot untuk coking coal umumnya lebih tinggi dari harga kontrak. Produsen batubara harus memiliki
preferensi untuk menegosiasikan harga lebih sering untuk mencerminkan harga spot terdekat di pasar yang sedang tumbuh.
Baru-baru ini, peningkatan konsolidasi pasar melalui merger dan akuisisi, dan kekurangan pasokan produsen telah memberikan kekuatan untuk menentukan harga yang lebih besar. Mengingat kondisi
pasar yang bergejolak dan harga spot yang relatif tinggi, produsen utama coking coal telah memilih untuk harga kontrak triwulanan. Kondisi pasar yang bergejolajk dan peningkatan frekuensi dalam penyesuaian
harga mungkin mendukung kenaikan harga coking coal dalam jangka pendek di masa akan datang. Pada tahap ini, industri ini tampaknya berada dalam tahap transisi, yang mana produsen coking coal
telah mengalihkan sebagian penentuan harga terhadap sistem harga triwulanan. Pemasok utama seperti BHP Billiton, Rio Tinto, Xstrata dan Wesfarmers telah mengumumkan secara terpisah, komitmen output
coking coal produsen tersebut untuk sistem harga triwulanan untuk kuartal yang berakhir Juni 2010. Namun, para pemasok kecil dan menengah memiliki kemungkinan untuk melanjutkan kontrak yang
bersifat tahunan karena keterbatasan volume dan untuk mengurangi ketidakpastian harga jangka panjang. Misalnya, Riversdale Mining telah memutuskan rencana untuk melanjutkan penentuan harga batubara
setiap tahunnya, setidaknya dalam jangka pendek dan menengah. Harga coking coal diperkirakan akan tetap tinggi untuk periode 2010 sampai dengan 2012, yang didukung
oleh berbagai faktor: •
Kurangnya persediaan coking coal saat ini, khususnya hard coking coal dengan kualitas tinggi; •
Target produksi baja yang meningkat yang mendukung permintaan yang tinggi atas coking coal dari Cina dan India;
• Kelanjutan Cina sebagai importir coking coal yang signiikan;
• Sejumlah importir seperti Eropa, Amerika Utara dan Jepang yang masih berangsur pulih dari krisis
inansial global •
Pertumbuhan persediaan yang dibatasi oleh kurang memadainya infrastruktur pelabuhan dan rel kereta api, ketersediaan pendanaan dan kebijakan Pemerintah yang dapat mengakibatkan dampak
negatif. •
Produser memiliki pricing power yang lebih besar sebagai akibat dari konsolidasi pada industri dan penggunaan pricing yang dilakukan secara kuartal dibandingkan dengan pricing secara annual
pada kondisi pasar yang bergejolak; dan •
Kurangnya persediaan coking coal berkualitas tinggi dan semakin dapat diterimanya penggunaan campuran coking yang lebih rendah dalam blast furnaces sehingga dapat meningkatkan permintaan
atas coking coal yang berkualitas lebih rendah. Diyakini bahwa kurangnya persediaan coking coal secara global akan mendorong peningkatan harga
dalam jangka pendek sampai jangka menengah. Permintaan yang tinggi dan kondisi persedian yang kurang tersebut dapat dilihat dari peningkatan harga yang terjadi sejak tahun 2009.
Acuan harga kontrak hard coking coal premium Australia meningkat dari sekitar USD96 per ton pada awal tahun 2008 menjadi sekitar USD300 per ton pada bulan April 2008. Harga kontrak menurun pada bulan
April 2009 menjadi sekitar USD129 per ton dan meningkat menjadi sekitar 55 pada bulan April 2010 menjadi sekitar USD200 per ton. Acuan harga kontrak meningkat kembali pada bulan Juni 2010 menjadi
sekitar USD225 per ton untuk kuartal yang berakhir pada bulan September 2010. Sedangkan harga
154 spot untuk hard coking coal Australia mencapai USD248 per ton pada bulan Mei 2010, atau meningkat
sebesar 136 dari harga spot rata-rata selama bulan Mei 2009 USD105 per ton FOB. Pada periode yang berakhir pada bulan September 2010 telah terjadi penurunan di harga spot dan
kontrak kuartalan. Patokan harga kontrak untuk premium hard coking coal pada kuartal yang berakhir pada bulan Desember 2010 telah ditetapkan sebesar USD209 per ton FOB, turun sekitar 7 dari kuartal
sebelumnya. Harga spot juga turun pada bulan Juli dan Agustus. Harga rata-rata spot untuk premium hard coking coal Australia adalah sekitar USD203 per ton FOB pada bulan Juli. Harga spot kembali
meningkat pada akhir Agustus yang mencapai USD218 per ton FOB dan harga rata-rata pada bulan September adalah sebesar USD217 per Ton pada bulan September.
Selain itu, kurangnya persediaan dan kondisi pasar yang bergejolak telah memberikan pricing power yang tinggi dan mendorong para supplier untuk mengalokasikan persediaan yang lebih banyak dengan
adanya sistem pricing kuartal. Sistem pricing yang dilakukan secara kuartalan memungkinkan produsen coking coal untuk menyesuaikan perubahan lebih cepat atas penentuan harga spot. Pada saat ini,
industri batubara masih berada dalam masa transisi, dimana produsen-produsen batubara besar belum sepenuhnya berkomitmen untuk menggunakan sistem pricing kuartal. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan bahwa para produser batubara berskala kecil untuk menggunakan kontrak secara annual mengingat dengan terbatasnya jumlah produksi.
Pendorong utama atas meningkatnya harga adalah ekspektasi dimana tingkat pertumbuhan permintaan melebihi pertumbuhan persediaan, yang dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut:
• Para pemasok besar yang cenderung menggunakan penetapan harga secara kuartalan dibandingkan
tahunan pada kondisi pasar yang bergejolak saat ini, mengingat harga kuartalan lebih berkaitan dengan harga spot dan dinamika pasar.
• Kurangnya persediaan coking coal berkualitas tinggi di pasar, yang diperkirakan akan terus
berlangsung selama kuartal ketiga dan Cina dan India yang terus menjadi importir utama coking coal.
Permintaan atas coking coal berkualitas tinggi akan meningkatkan permintaan dan juga akan meningkatkan harga coking coal berkualitas lebih rendah, termasuk semi-soft coking dan PCI coals.
Secara historis, semi-soft coking coal, high volatile PCI dan low-volatile PCI memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga hard coking coal.
Dalam satu dekade terakhir, diskon yang diterapkan terhadap batubara tersebut diatas berkisar antara 14-49 untuk semi-soft coking coal, 27-47 untuk high-volatile PCI dan 19-33 untuk low-volatile
PCI. Rata-rata tingkat diskon yang diterapkan selama periode 2002-2010 adalah masing-masing sekitar 33 untuk semi-soft coking dan high-volatile PCI dan 27 untuk low-volatile PCI. Dengan
korelasi yang positif antara harga hard coking coal, semi-soft coking dan PCI coal, peningkatan atas harga hard coking coal diperkirakan akan berdampak positif terhadap harga batubara yang
berkualitas lebih rendah. •
Permintaan dari negara-negara produsen baja yang mulai meningkat seiring dengan mulai pulihnya krisis keuangan global.
• Peningkatan persediaan yang dibatasi dengan keterbatasan infrastruktur pelabuhan dan rel kereta
dan adanya intervensi Pemerintah. •
Sejumlah laporan dari pelabuhan di Newcastle dan Australia memberitakan bahwa walaupun jumlah ekspor batubara yang meningkat, namun waktu tunggu yang dibutuhkan kapal untuk
mengangkut batubara juga telah meningkat dari 14 hari menjadi 15 hari. Hal ini merupakan indikasi semakin seringnya fenomena bottleneck sehingga menyebabkan keterlambatan dalam
penyediaan coking coal. •
Pembangunan terminal ekspor Wiggins Island Coal sebesar AUD4 miliar di Gladstone berpotensi untuk tertunda dengan banyaknya rumor yang beredar bahwa salah satu anggota konsorsium
memiliki kesulitan dalam memperoleh pendanaan. Resource Super Proit Tax RSPT merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kekhawatiran tersebut. Pengumuman
bahwa RSPT akan diganti oleh MRRT dapat menjaga kepercayaan terhadap proyek tersebut. Terminal tersebut diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2014.
155 •
Pemerintah Rusia telah mengimplementasi aturan terkait keselamatan pada seluruh pertambangan batubara di Rusia, sehubungan dengan terjadinya ledakan pada tambang
Raspadskaya. Hal tersebut dapat menyebabkan keterlambatan pada coking coal value chain dan berimbas pada tutupnya tambang-tambang yang tidak tergolong aman.
• Kekhawatiran atas kurangnya persediaan coking coal domestic telah mendorong Pemerintah
Rusia untuk membatasi ekspor coking coal secara sementara bagi para produser batubara. Penurunan pada harga kontrak diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Diperkirakan
peningkatan harga mulai reda pada tahun 2014 ketika persediaan dapat mengimbangi permintaan, khususnya dengan munculnya negara-negara low-cost producer seperti Mongolia dan Mozambique.
Dalam jangka panjang, Mongolia dan Mozambique akan berada dalam posisi yang tepat untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari industri baja di Cina dan India.
Selain itu, diasumsikan bahwa dalam jangka panjang, infrastruktur rel kereta akan mulai dibangun untuk menghindari bottleneck yang terjadi di Australia. Penambahan kapasitas baru tersebut dipercaya dapat
menciptakan harga kontrak yang lebih stabil. Berikut adalah harga referensi kontrak tahunan hard coking coal 2006 – 2010:
Japan-Australia Benchmark Annual Coal Contract Prices
Japanese Fiscal Year, USt, FOB, nominal 2006-09, real-2010
2006 2007
2008 2009
2010
Premium Hard Coking 114
96 300
129 217
Standard Hard Coking 107
89 289
120 206
Semi-Soft Coking 58
64 240
83 164
High Volatile PCl 60
66 215
80 158
Low Volatile PCl 66
68 245
90 165
NOTE: Prices for 2010 refer to AME forecast of average annual contract prices Source: AME
Berikut adalah graik yang menggambarkan pergerakan harga hard coking coal bulan Juni 2006 - 2010:
7. Perbandingan Batubara