risiko keterlambatan pengangkutan batubara

46 berlaku, melanggar ketentuan tentang syarat-syarat penambangan termasuk perlindungan kesehatankeselamatan karyawan dan lingkungan hidup, Pemerintah atau pemerintah daerah yang bersangkutan dapat mengakhiri konsesi Perseroan danatau tidak memberikan izin, persetujuan atau perpanjangan yang diperlukan. Apabila PKP2B diakhiri atau hak Perseroan dibatasi atau izin, persetujuan dicabut atau tidak diperpanjang , maka Perseroan tidak akan dapat meneruskan penambangan batubara dalam wilayah konsesi yang berlaku. Hal tersebut secara materiil merugikan kegiatan usaha, kondisi keuangan, hasil kegiatan operasi dan prospek Perseroan di masa yang akan datang. Selain itu, PKP2B sesuai dengan peraturan KEMR dan UU Pertambangan sedang dalam taraf perundingan untuk menyesuaikannya dengan UU Pertambangan dimana perubahan yang disyaratkan mungkin dapat meningkatkan kewajiban dan biaya Perseroan. • Pihak ketiga dapat membantah keabsahan dari PKP2B. Di masa yang lampau keabsahan dari kontrak-kontrak pertambangan yang diadakan oleh Pemerintah sebelum bulan Oktober 1999 telah dipertanyakan. Karena PKP2B AKT ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1999, maka Perseroan tidak dapat menjamin bahwa pihak lainnya tidak akan membantah keabsahan dari PKP2B karena alasan politis atau alasan lainnya dan bahwa Pemerintah akan mengakhiri PKP2B melalui nasionalisasi kegiatan usaha Perseroan atau tetap mematuhi ketentuan PKP2B. Apabila PKP2B diakhiri, maka Perseroan tidak akan dapat melakukan penambangan batubara di dalam wilayah konsesi yang berlaku dan usaha, kondisi keuangan, hasil kegiatan operasi dan prospek Perseroan akan terkena dampak secara materiil yang merugikan. • Mungkin sulit untuk melaksanakan keputusan atau putusan arbitrase terhadap Pemerintah atau pemerintah daerah yang bersangkutan di pengadilan Indonesia. PKP2B mewajibkan para pihak dalam PKP2B untuk menyelesaikan perselisihan antara para pihak dalam PK2B selain perselisihan pajak melalui arbitrase di Jakarta, Indonesia dan untuk menyampaikan perselisihan pajak kepada pengadilan pajak Indonesia. Keputusan arbitrase atau pengadilan pajak Indonesia berkaitan dengan perselisihan berdasarkan PKP2B, mungkin sulit dilaksanakan terhadap Pemerintah di Indonesia. Selain itu, konsesi berdasarkan PKP2B berada dalam wilayah hutan produksi. Untuk sebagian wilayah konsesi pertambangan, Perseroan telah memperoleh Izin Pinjam Pakai yang diberikan oleh Departemen Kehutanan yang memperkenankan Perseroan untuk menggunakan sekitar 1.439 hektar lahan wilayah hutan produksi. Untuk konsesi pertambangan selebihnya Perseroan saat ini sedang melakukan pembahasan dengan pemerintah daerah untuk memperoleh rekomendasi untuk mengajukan permohonan kepada Departemen Kehutanan untuk memperoleh Izin Pinjam Pakai tambahan yang akan memungkinkan Perseroan untuk mengusahakan pertambangan dalam wilayah yang lebih luas dalam blok Kohong. Selain itu, Perseroan berencana untuk mengajukan permohonan Izin Pinjam Pakai tambahan dari Kementrian Kehutanan pada bulan Januari 2011 untuk mengusahakan blok Telakon. Apabila Perseroan tidak dapat memperoleh Izin Pinjam Pakai yang diperlukan untuk mengembangkan produksi bata bara Perseroan, maka keadaan tersebut akan secara merugikan kegiatan usaha, kondisi keuangan, hasil kegiatan operasi dan prospek Perseroan.

4. risiko keterlambatan pengangkutan batubara

Karena Perseroan mengandalkan Sungai Barito untuk mengangkut batubara Perseroan dari lokasi tambang ke titik-titik pengiriman di pantai, maka Perseroan mungkin tidak dapat mengangkut jumlah batubara yang memadai untuk memenuhi kebutuhan para konsumen Perseroan atau menyerahkan batubara Perseroan sesuai dengan jadwal. Perseroan mengandalkan rute angkutan tunggal untuk mengirimkan batubara Perseroan ke titik-titik pengiriman di pantai. Dari lokasi tambang Perseroan, Perseroan mengangkut batubara Perseroan melalui sebuah jalan pembalakan logging road sepanjang 42 km menuju pelabuhan muat tongkang di Sungai Barito dan dari titik tersebut, dengan tongkang sejauh 562 km menelusuri Sungai Barito menuju Taboneo. Saat ini, Perseroan menghadapi dua keterbatasan utama atas pemuatan tongkang dan angkutan. Pertama, Sungai Barito mengalami perubahan yang signiikan dalam ketinggian air dan akibatnya jarak 290 km pertama yang harus ditempuh oleh tongkang tidak terbuka untuk angkutan tongkang sepanjang tahun. Tingkat ketinggian air pada fasilitas pemuatan tongkang di Sungai Barito tidak stabil dan sangat tergantung pada curah hujan setempat. Pada musim kemarau, ketinggian air pada bagian hulu Sungai Barito tidak memadai untuk tongkang bermuatan untuk bergerak ke hilir atau untuk kapal tarik yang menarik tongkang tidak bermuatan untuk bergerak ke hulu. Setiap tahun, selama sekitar dua sampai 47 dengan tiga bulan tidak selalu terus-menerus, ketinggian permukaan sungai sering terlalu dangkal bagi tongkang untuk mengangkut batubara. Keterbatasan angkutan Perseroan yang kedua adalah jembatan di atas Sungai Barito di Muara Teweh. Sementara lebar antara tiang-tiang dalam sungai memadai untuk memungkinkan tongkang dengan bobot 4.000 ton untuk lewat, jembatan dapat menjadi penghalang apabila beberapa tongkang tiba di jembatan pada waktu yang bersamaan dan harus antre sebelum tongkang-tongkang tersebut dapat melalui jembatan dengan menggunakan kapal tarik tambahan untuk mengendalikan jalur pelayaran. Saat ini, terdapat beberapa kelompok batubara dan kelompok kehutanan yang memanfaatkan Sungai Barito ini di atas Jembatan Muara Teweh. Karena kapasitas dari kegiatan operasi kelompok-kelompok tersebut meningkat, maka penggunaan jembatan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan Perseroan untuk mengangkut batubara Perseroan sesuai dengan jadwal. Selain perubahan iklim yang bersifat musiman, Perseroan juga harus menghadapi pola iklim seperti El Niño atau La Niña yang mempengaruhi mata rantai angkutan Perseroan. Di tahun lalu, tingkat permukaan sungai yang rendah diperburuk oleh jangka waktu musim kemarau yang lebih panjang karena kurangnya curah hujan selama El Niño. Tahun ini, La Niña mengakibatkan curah hujan yang berlebih selama bulan Juni. Kondisi cuaca yang tidak menentu Perseroan dapat menghambat kegiatan operasi penarikan truk Perseroan, yang dapat mempengaruhi kemampuan Perseroan untuk menyerahkan batubara dan untuk memperoleh pasokan utama dan bahan pendukung yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan operasi Perseroan. Selain itu, pihak berwenang setempat kadang-kadang dapat membangun atau memperbaiki infrastruktur atau melakukan tindakan lain yang membatasi kemampuan Perseroan untuk menggunakan Sungai Barito. Misalnya, pada bulan Juli 2010, pihak berwenang setempat mengubah jembatan yang telah ada di Kelahian pada bagian yang lebih rendah dari Sungai Barito, dengan melarang tongkang besar lewat dari jembatan tersebut. Akibatnya, Perseroan tidak dapat mengangkut batubara melalui titik ini pada Sungai Barito selama jangka waktu sepuluh hari. Penundaan yang dihadapi Perseroan di Sungai Barito atau sebaliknya dalam mata rantai logistik batubara Perseroan dapat mengakibatkan klaim kelebihan berlabuh demurrage oleh pemilik kapal untuk penundaan pemuatan. Selama enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2010, Perseroan telah dikenakan biaya kelebihan waktu berlabuh sekitar 521.743 Dolar AS. sebagai akibat dari tertundanya pengangkutan batubara Perseroan sepanjang Sungai Barito. Kemungkinan bahwa hal tersebut akan terulang kembali. Yang menyebabkan , Perseroan terlambat untuk menyerahkan jumlah batubara yang bagi pemenuhan komitmen penyerahan batubara Perseroan. Ketidakmampuan Perseroan untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian dan permintaan konsumen Perseroan di masa yang akan datang dapat mengakibatkan para konsumen dapat mengajukan klaim kepada Perseroan atau sebaliknya merusak hubungan Perseroan dengan para konsumennya, yang dapat menimbulkan kerugian materiil terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, hasil kegiatan operasi dan prospek Perseroan.

5. risiko terkait dengan perubahan cuaca