Undang-Undang No.19 Tahun 1992 tentang Merek Undang-Undang No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 194 dapat dilihat dengan mengacu pada bab XIII. Hal tersebut diketauhi dengan cara memilah pasal-pasal pada bab XIII, pasal-pasal tersebut meliputi Pasal 33 ayat 1, Pasal 36 ayat 1 dan 2, Pasal 47 dan Pasal 48. 1. Pasal 33 1 Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan pesawat udara. 2. Pasal 36 1 Kegiatan angkutan udara niaga yang melayani angkutan di dalam negeri atau ke luar negeri hanya dapat diusahakan oleh badan hukum Indonesia yang telah mendapat izin. 2 Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan oleh Pemerintah atau badan hukum Indonesia, lembaga tertentu atau perorangan warga negara Indonesia yang telah mendapat izin. 3. Pasal 47 :Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dan Pasal 44 ayat 1. 4. Pasal 48 :Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerjakannya. b. Pengaturan mengenai siapa yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum tidak ada diatur dalam undang- undang ini. c. Perumusan sanksi pidananya secara alternatif berupa pidana kurungan atau denda namun tidak ditujukan secara khusus kepada korproasi.

62. Undang-Undang No.19 Tahun 1992 tentang Merek

Meskipun pada undang-undang No. 19 Tahun 1992 merumuskan mengenai badan hukum akan tetapi pada bab XI tentang Ketentuan Pidana dari Pasal 81 sd Pasal 84 undang-undang ini tidak ada merumuskan mengenai kapan badan hukum Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 195 melakukan tindak pidana, kapan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terdapat ketentuan tentang siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, begitu pula mengenai sanksi.

63. Undang-Undang No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran

Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Peleyaran tidak merumuskan secara eksplisit bahwa mereka yang dapat menjadi pelaku tindak pidana yang melanggar undang-undang ini adalah bukan saja manusia tetapi juga badan hukum. Namun dengan mengaitkan antara kata ”barangsiapa” pada Bab XIII tentang ketetuan pidana dengan pasal-pasal yang dimaksud dalam bab tersebut yang mengatur tentang badan hukum didapat suatu perumusan kapan tindak pidana dilakukan oleh badan hukum, pasal tersebut meliputi : 1. Pasal 122: “Barangsiapa menyelenggarakan usaha angkutan di perairan, kegiatan angkutan, atau usaha penunjang angkutan tanpa memiliki izin scbagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1, Pasal 70 ayat 2, Pasal 71 ayat 2…” 2. Pasal 128: “Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara yang tidak membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat 2, walaupun telah diberitahukan secara patut oleh pejabat pemerintah yang berwenang…” Mengetahui “barangsiapa” dalam Pasal 122 dan Pasal 128 dapat dilihat dari isi pasal yang dimaksud yakni pasal 70 ayat 2, Pasal 71 ayat 2 dan Pasal 94 ayat 2 sehingga didapatlah beberapa pasal dalam undang-undang pelayaran ini yang mengatur tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh badan hukum, Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 196 jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka badan hukum tersebut dikatakan telah melakukan tindak pidana. Pasal-pasal yang dimaksud meliputi : 1. Pasal 70 ayat 2: Kegiatan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah. 2. Pasal 71 ayat 2: Usaha penunjang scbagaimana dimaksud dalam ayat 1 dise- lenggarakan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah. 3. Pasal 94 ayat 2: Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia. Akan tetapi kepada siapa pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintakan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang ini, mengenai sanksi pidana dirumuskan secara alternatif, berupa pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- enam juta rupiah pada Pasal 122 dan dipidana dengin pidana kurungan paling lama 1satu tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 24.000.000,- dua puluh empat juta rupiah pada Pasal 128, namun sanksi ini bukanlah sanksi yang ditujukan secara khusus kepada korprorasi.

64. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan