Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 214 disimpulakn siapa yang dapat dimintakan pertanggungawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama korporasi. Begitu juga mengenai sanksi pidana, tidak disebutkan secara khusus sanksi yang diberikan terhadap korporasi jika korporasi melakukan tindak pidana, yang disebutkan hanya mengenai rumusan sanksi pidana secara umum untuk wajib pajak. Ketentuan mengenai kapan tindak pidana dilakukan oleh badan hukum disebutkan pada bab VII ketentuan pajak pada Pasal 37. pasal tersebut merumuskan bahwa: 1 Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan atau denda paling banyak 2 dua kali jumlah pajak yang terutang. 2 Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan atau denda paling banyak 4 empat kali jumlah yang terutang.

73. Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Pajak Menganalisa undang-undang ini untuk mengetahui apakah korporasi termasuk dalam obejek pengaturannya dapat diketahui dengan cara hampir sama dengan undang-undang No. 18 Tahun 1997 di atas. Hanya saja pada undang-undang ini yang akan dianalisa adalah dengan mengetahui siapa yang dikatakan sebagai wajib bayar, bukan wajib pajak. Pasal 1 point 5 menyatakan wajib bayar dalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 215 menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan defenisi badan berdasarkan Pasal 1 point 3 adalah : ”Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap berupa cabang, perwakilan, atau agen dari perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, serta bentuk badan usaha lainnya” Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa cakupan objek pengaturan undang-undang ini termasuk juga korporasi, namun sayangnya tidak ada dirumuskan mengenai siapa yang dapat mempertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama korproasi. Rumusan yang dimuat pada undang-undang ini hanya mengenai rumusan perbuatan yang dilarang, dimana jika perbuatan tersebut dilakukan maka kepada wajib bayar dapat dikenakan ketentuan pidana dan lagi-lagi sanksi yang dirumsukan tidak mengkhususkan untuk korporasi. Ketentuan itu dapat dilihat pada ketentuan pidana pada Pasal 20 bab VI, pasal tersebut menyatakan bahwa: 1. Pasal 20: Wajib bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2, yang karena kealpaannya: a. Tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang; atau b. Menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar, atau tidak melampirkan keterangan yang benar, Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda paling Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 216 banyak sebesar 2 dua kali jumlah Penerima Negara Bukan Pajak yang Terutang. a. Pasal 21 1 wajib bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 yang terbukti dengan sengaja: a. Tidak membayar, tidak menyetor dan atau tidak melaporkan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang; b. Tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya pada waktu pemeriksaan, atau memperlihatkan buku, catatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah- olah benar; c. Tidak menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang; atau d. Menyampaikan laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar , atau tidak melampirkan keterangan yang benar, Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak 4 empat kali jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

74. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah