Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta Undang-Undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 180 Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan dilakukan oleh korporasi namun karena korproasi mendapatkan izin usaha sehingga dalam melakukan aktifitasnya di delegasikan secara keseluruhan periahal usaha kepada pengurus. 3. Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, Pemegang Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan juga diwajibkan untuk memberi ganti rugi. 3. Pasal 22 1 Pemegang Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang tidak menaati ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 enam bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,- lima juta rupiah. 2 Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Ketenagalistrikan. Berdasarkan ketentuan di atas dapat diketahui kepada korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit yakni didasarkan pada pemberian pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha Pasal 22 ayat 2 dikuatkan lagi dengan ketentuan pasal 22 yakni kepada pemegang ketenagalistrikan atau kepada pemegang izin usaha ketenagalistrikan BUMN.

49. Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta

Undang –Undang No. 7 Tahun 1987 merupakan perubahan atas undang- undang No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada Perubahan pasal dalam undang-undang ini sama sekali tidak ada di bahas penambahan mengenai hal-hal Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 181 yang berhubungan dengan badan hukum, baik mengenai pertanggungjawaban pidana, rumusan perbuatan yang mnyebabkan dapatnya dimintakan pertanggungjawaban pidana maupun mengenai perumusan sanki pidana, semuanya masih tetap mengacu pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1982.

50. Undang-Undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi

a. Hakekatnya Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara, dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Telekomunikasi diselenggarakan oleh badan penyelenggara telekomunikasi dan badan lain yakni Badan penyelenggara badan usaha milik negara dan badan hukum di luar badan penyelenggara berbentuk koperasi, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta nasional. Pasal 39 ayat 1 mengatur mengenai prinsip pertangungjawban pidana badan hukum, jika tindak pidana dilakukan oleh atau atas tanggung jawab suatu badan hukum, penuntutan dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap: 1. Pengurus; atau 2. Penanggung jawab. Pada undang-undang ini juga dianut asas pembuktian terbalik yang disebutkan pada Pasal 39 ayat 1 tersebut “…kecuali pengurus atau penanggungjawab tersebut dapat membuktikan bahwa hal tersebut tidak karena kesalahannya”. Tidak ada dijelaskan mengenai siapa yang berkedudukan sebagai penaggungjawab, serta bagaimana kedudukan antara keduanya dalam Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 182 mempertanggungjawabkan perbuatannya. Diluar semua itu apabila pengurus atau penanggung jawab tersebut dapat membuktikan bahwa hal tersebut terjadi tidak karena kesalahannya maka penuntutan dan pemidanaan dapat dielakkan. b. Pasal 39 ayat 1 juga mengatur mengenai kejahatan-kejahatan apa saja yang dapat menyebabkan dapat dimintanya pertangggungjawaban pidana badan hukum, meliputi Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38: 1. Setiap perbuatan yang dilakukan tanpa hak dan dengan sengaja untuk mengubah jaringan telekomunikasi danatau memanipulasi penyelenggaraan telekomunikasi sehingga menimbulkan kerugian pada penyelenggara atau pun pemakai jasa telekomunikasi. 2. Sengaja melanggar ketentuan mengenai penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan gelombang radio dan gelombang elektromagnetik lainnya. 3. Sengaja atau lalai melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan penyelenggaraan telekomunikasi. 4. Melanggar ketentuan mengenai pengusahaan, pemilikan, atau pemasangan pemancar radio. 5. Memasukkan pemancar radio ke dalam wilayah Indonesia, memperdagangkan, membuat, atau merakit pemancar radio yang akan digunakan di dalam negeri tidak memenuhi persyaratan teknis. 6. Badan penyelenggara dan badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 wajib menjamin kerahasiaan berita yang dikirim dan diterima dengan menggunakan jasa telekomunikasi. c. Sistem sanksi yang dianut dalam undang-undang ini secara alternatif selain itu semua alat telekomunikasi dan barang-barang lainnya yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 dapat disita dan dirampas untuk negara. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 183

51. Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten