Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 239 c. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha adalah pidana denda Pasal 62; Pidana tambahan berupa: 1.Perampasan barang tertentu;2.Pengumuman keputusan hakim;3.Pembayaran ganti rugi;4.Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulanya kerugian konsumen;5.Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau 6.Pencabutan izin usaha Pasal 63. Ancaman pidana dalam Pasal 62 di atas berlaku sama untuk semua pelaku usaha, baik orang perorangan maupun badan usaha badan hukum, untuk pidana denda. seyogyanya ada perbedaan antara pelaku perorangan pribadi dengan badan usaha badan hukum, karena dampak timbulnya korban kerugian konsumen dari perbuatan badan usaha badan hukum kemungkinan lebih besar daripada perbuatan orang perorangan. 190 Pembedaan pidana denda itu dapat ditempuh dengan menentukan maksimum denda yang berbeda, atau dengan menentukan jumlah minimum khusus pidana untuk badan usaha badan hukum. 191

83. Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi objek pengaturannya meliputi badan usaha akan tetapi tidak disebutkan badan usaha yang bagaimana apakah badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, namun kerena defenisi dari korporasi meliputi badan usaha berbetuk badan hukum dan bukan badan hukum sehingga dengan status apapun badan usaha ini tetap dapat dikatakan sebagai korporasi, hal itu dapat dibuktikan pada Pasal 4 ayat 190 Barda Nawawi Arief, Op-Cit, hal. 173. 191 Dwidja Priyatno, Op-Cit, hal. 193. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 240 1 yang menyatakan bahwa ”jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi...” ketentuan itu jika dikaitkan dengan defenisi yang terdapat pada Pasal 1 maka akan diketahui bahwa objek pengaturannya meliputi korporasi. 192 1. Pasal 41 :Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif danatau pidana atas pelanggaran undang-undang ini tidak disebutkan pada Pasal 41 pasal-pasal berapa saja yang tercakup dalam pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh penyelenggara pekerjaan konstruksi, dan defenisi dari penyelenggara pekerjaan konstruksi tidak ada dirumuskan dalam undang-undang ini, sehingga dikhawatirkan terjadi kerancuan dalam penerapannya Undang-undang ini tidak menempatkan ketentuan pidana seperti rumusan perbuatan yang dilarang dan sanksi pidana pada satu bab, akan tetapi ketentuan tersebut dibuat tersebar pada pasal-pasal dalam undang-undang. Bab X tentang sanksi tidak disebutkan pasal berapa saja yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidanaya. Ketentuan yang dimaksud tersebut meliputi: 192 Pasal 1 Point 3: Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaanproyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi; Point 4: Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi; Point 8:. Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat; Point 9: Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain; 10. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain; 11. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 241 2. Pasal 42 ini tidak merumuskan perbuatan apa yang menyebabkan dapat dimintanya pertanggungjawaban pidana kepada penyedia jasa dan kepada siapa yang dikatakan sebagai penyedia jasa apakah termasuk mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau meliputi mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu ataukah kepada korporasi itu dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana langsung. 1 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha danatau profesi; d. pembekuan izin usaha danatau profesi; e. pencabutan izin usaha danatau profesi. 2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha danatau profesi; d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 3 Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 3. Pasal 43 ayat 1 tidak menyebutkan “barangsiapa” ini meliputi siapa saja. 1 Barangsiapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 lima tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10 sepuluh per seratus dari nilai kontrak. 2 Barangsiapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 242 kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 lima tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 lima per seratus dari nilai kontrak. 3 Barangsiapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 lima tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10 sepuluh per seratus dari nilai kontrak . Sayangnya masih banyak kewajiban dan larangan yang tidak memiliki saksi dalam undang-undang ini sehingga akan sulit mewujudkannya kepastian hukum dalam undang-undang in undang-undang tersebut diantaranya: 1. Pasal 18 ayat 2 Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa. 2. Pasal 20: Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas. 3. Pasal 23: ayat 2 Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 4. Pasal 24 ayat 3 Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 5. Pasal 25:1 Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.

84. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia