Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 166 2 “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-undang ini …”. 148 3 “Pelanggaran terhadap perbuatan yang tercantum dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 29 ayat 1 dan ayat 3 Undang-undang ini…”. 149 c. Sistem sanksi pidana yang dianut dalam undang-undang ini adalah kumulatif- alternatif untuk kejahatan dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2. Sistem sanksi secara alternatif untuk pelanggaran atas Pasal 31 ayat 3.

36. Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan

di Perusahaan. a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan pada Pasal 11 mengatur tentang siapa yang dapat dipertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, pada pasal tersebut dinyatakan bahwa: 1. Persekutuan atau suatu badan hukum melakukan tindak pidana maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus dari persekutuan atau pengurus badan hukum tersebut. 148 Pasal 30: Dilarang menjual, menawarkan untuk dibeli, atau memperdagangkan dengan cara apapun juga, semua barang menurut ukuran, takaran, timbangan atau jumlah selain menurut ukuran yang sebenarnya, isi bersih, berat bersih atau jumlah yang sebenarnya.Pasal 31:Dilarang membuat, mengedarkan, membungkus atau menyimpan untuk dijual, atau menawarkan untuk dibeli, semua barang dalam keadaan terbungkus yang ukuran, isi bersih, berat bersih atau jumlah hitungannya: a. kurang daripada yang tercantum pada bungkus atau labelnya, atau b. menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 22 Undang-undang ini. 149 Pasal 22: 1 Semua barang dalam keadaan terbungkus yang diedarkan, dijual, ditawarkan atau dipamerkan wajib diberitahukan atau dinyatakan pada bungkus atau pada labelnya dengan tulisan yang singkat, benar dan jelas mengenai. a. nama barang dalam bungkusan itu; b. ukuran, isi, atau berat bersih barang dalam bungkusan itu dengan satuan atau lambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 Undang-undang ini; c. jumlah barang dalam bungkusan itu jika barang itu dijual dengan hitungan. 2 Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini harus dengan angka Arab dan huruf latin di samping huruf lainnya dan mudah dibaca. Pasal 23: 1 Pada tiap bungkus atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang ini wajib dicantumkan nama dan tempat perusahaan yang membungkus. 2 Semua barang yang dibuat atau dihasilkan oleh perusahaan yang dalam keadaan tidak terbungkus dan diedarkan dalam keadaan terbungkus, maka perusahaan yang melakukan pembungkusan diwajibkan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang- undang ini serta menyebutkan nama dan tempat kerjanya. Pasal 29:1 Dilarang menggunakan sebutan dan lambang satuan selain yang berlaku menurut Pasal 7 Undang-undang ini pada pengumuman tentang barang yang dijual dengan cara diukur, ditakar, ditimbang, baik dalam surat kabar, majalah atau surat tempelan, pada etiket yang dilekatkan atau disertakan pada barang atau bungkus barang atau pada bungkusnya sendiri, maupun pemberitahuan lainnya yang menyatakan ukuran, takaran atau berat. 3 Pada benda bergerak yang dijual menurut ukuran, takaran, atau timbangan di dalam bungkusnya yang asli harus dicantumkan sebutan atau lambang satuan yang berlaku menurut Pasal 7 Undang-undang ini tatkala benda itu dimasukkan ke wilayah Republik Indonesia. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 167 2. Terhadap persekutuan atau badan hukum lain yang bertindak sebagai pengurus dari suatu persekutuan atau badan hukum lain itu. 3. Jika pengusaha atau pengurus berkedudukan di luar wilayah Indonesia, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap wakilnya di Indonesia. b. Rumusan perbuatan yang dilarang dirumuskan pada Pasal 6 ayat 1, Pasal 7 ayat 1, Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 13 : 1. Pasal 6 1 : Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. 2. Pasal 7 1 : Setelah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 3. Pasal 8 1 : Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sebelum memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan. 4. Pasal 13 1 : Perusahaan yang telah dilaporkan dan perusahaan yang belum dikenakan wajib lapor berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1953, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan keadaan ketenaga kerjaan di perusahaannya selambat-lambatnya dalam waktu 3 tiga bulan sejak mulai berlakunya Undang-undang ini. c. Rumusan sanksi pidana terhadap pelanggaran pada pasal tersebut diatas dapat dikenakan sanksi pidana secara alternatif dengan pidana kurungan atau denda Pasal 10 ayat 1 sedangkan terhadap pengulangan pelanggaran untuk kedua kali atau lebih setelah putusan Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 168 yang terakhir tidak dapat diubah lagi hanya dijatuhkan pidana kurungan.

37. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan