Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 196 jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka badan hukum tersebut dikatakan telah melakukan tindak pidana. Pasal-pasal yang dimaksud meliputi : 1. Pasal 70 ayat 2: Kegiatan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah. 2. Pasal 71 ayat 2: Usaha penunjang scbagaimana dimaksud dalam ayat 1 dise- lenggarakan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah. 3. Pasal 94 ayat 2: Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia. Akan tetapi kepada siapa pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintakan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang ini, mengenai sanksi pidana dirumuskan secara alternatif, berupa pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- enam juta rupiah pada Pasal 122 dan dipidana dengin pidana kurungan paling lama 1satu tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 24.000.000,- dua puluh empat juta rupiah pada Pasal 128, namun sanksi ini bukanlah sanksi yang ditujukan secara khusus kepada korprorasi.

64. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan meskipun dirumuskan dalam pasal pada undang-undang tersebut bahwa peneyelenggara jaminan pemeliharaaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum, dengan kata lain objek pengaturannya meliputi badan hukum, akan tetapi pada undang-undang ini mengenai konsep pertanggungjawaban pidana korporasi tidak Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 197 ada diatur. Begitu juga mengenai rumusan perbuatan yang dilarang dan dengan sendirinya sanksi pidana untuk badan hukum juga tidak ada diatur.

65. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian pada Pasal 30 diantaranya menyatakan bahwa pengurus bertugas mengelola koperasi dan usahanya, mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Pasal 30 ayat1. Wewenang yang dimiliki korporasi adalah wewenang untuk mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan Pasal 30 ayat 2 a , melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota. Hal ini terjadi karena pengurus merupakan organ dari koperasi sehingga apapun yang dilakukan oleh pengurus dalam lingkup usaha koperasi akan menjadi tanggungjawab dari pengurus tersebut. Begitu pula jika terjadi kerugian yang diderita oleh korporasi maka pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggungnya karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya Pasal 34 ayat 1.

66. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

a. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan merumuskan ajaran pertanggungjawaban pidana pada Pasal 108 ayat 1 dengan mengadopsi ajaran identifikasi dan agregasi. 166 166 Sutan Remi, Op-Cit, hal. 140. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 198 Dalam hal suatu tindak pidana dalam undang-undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada : 1. Badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan atau 2. Mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau melalaikan pencegahannya. Tindak pidana tersebut dapat juga dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun bredasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan badan hukum perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, ketentuan ini dirumuskan pada ayat 2. 167 1. Pasal 102 :”Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan...” b.Rumusan perbuatan yang dilarang terdapat pada bab XIV tentang ketentuan pidana terdapat pada Pasal 102 sd Pasal 104. Kata ”barangsiapa” yang terdapat pada pasal-pasal tersebut berarti berupa orang sedangkan defensisi orang pada Pasal 1 point 12 dinyatakan bahwa “orang adalah orang perseorangan atau badan hukum”. 2. Pasal 103, barangsiapa yang : 167 Pasal 108 ayat 2 UU Kepabeanan Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga oleh atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 199 a. Menyerahkan Pemberitahuan Pabean danatau dokumen pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban Pabean; b. Mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk danatau pungutan negara lainnya dalam rangka impor; c. Membuat, menyetujui, atau serta dalam penambahan data palsu ke dalam buku atau catatan; atau d. “Menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102...” 3. Pasal 104, barangsiapa yang : a. Mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102; b. Memusnahkan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut Undang-undang ini harus disimpan; c. Menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan; atau d. Menyimpan danatau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean menurut Undang-undang ini..., dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun danatau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah. 4. Pasal 105, barangsiapa yang : a. Membongkar barang impor di tempat lain dari tempat yang ditentukan menurut Undang-undang ini; b. Tanpa izin membuka, melepas atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh Pejabat Bea dan Cukai, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun danatau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah. c. Sanksi pidana untuk badan hukum dirumuskan secara khusus, disamping rumusan yang ditetapkan oleh bab XIV pada Pasal 102 sd 105. Pengkhususan tersebut terdapat pada Pasal 108 ayat 3 yakni jika pidana pidana pokok Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 200 berupa pidana denda diberikan terhadap badan hukum maka jumlah maksimal yang dikenakan adalah Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. 168

67. Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai