Perumusan Penyebutan Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana dalam

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 84 2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap. KUHP masih tetap menganut subjek tindak pidana berupa “orang” 119 namun dengan adanya berbagai perundang-undangan di luar KUHP akhirnya korporasi diakui sebagai subjek tindak pidana dan menjadikan pertumbuhan tidak terkendali pada peraturan-peraturan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan tidak terkendali tersebut adalah dengan melakukan perubahan KUHP dan memasukkan korporasi sebagai subjek tindak pidana umum, 120

B. Perumusan Penyebutan Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana dalam

Peraturan Perundang-undangan di Indonesia seperti yang terdapat dalam Rancangan KUHP 2006 pada Pasal 47 sampai dengan Pasal 53, akan tetapi faktanya Rancangan KUHP tersebut sampai sekarang belum juga disahkan. Pengertian atau perumusan korporasi dalam hukum perdata dibatasi pada badan hukum saja, sedangkan pada hukum pidana pengertian korporasi lebih luas yakni meliputi badan hukum dan bukan badan hukum. Di indonesia perkembangan korporasi sebagai subjek tindak pidana terjadi diluar KUHP dalam perundang- undangan khusus. Perumusan atau penyebutan korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dari tahun 1956 sampai dengan tahun 2008 dapat dikemukakan sebagai berikut : 119 Dwidja Priyatno, Op-cit, hal.168. 120 Ibid., hal. 200. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 85 1. Undang-Undang No. 21 Tahun 1956 tentang Larangan Untuk Mengumpulkan Uang Logam Yang Sah Dan Larangan Memperhitungkan Agio Pada Waktu Penukaran Alat-Alat Pembayaran Yang Sah. Penyebutan korporasi sebagai subjek hukum tidak disebutkan dalam Pasal 1 ketentuan umum melainkan langsung digabungkan dengan rumusan pertanggungjawaban pidana, yang dapat dilihat pada Pasal 7 : “Apabila perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 dilakukan oleh sesuatu badan hukum…” 2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Begitu juga pada undang-undang ini, penyebutan korporasi sebagai subjek hukum tidak dirumuskan dalam ketentuan umum, akan tetapi langsung dirumuskan dalam pasal yang mengatur tentang pertanggungjawaban pidana, yakni pada Pasal 27. Pasal 27: “Jika sesuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam undang-undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan…” 3. Undang-Undang No. 74 Tahun 1957 tentang Pencabutan Regeling Po De Staat Van Oorlog En Beleg Dan Penetapan Keadaan Bahaya. “Menurut Pasal 56: Apabila tanggung jawab atas suatu tindak pidana menurut atau berdasarkan undang-undang ini ada pada suatu badan hukum...” 4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing Pasal 13 : ”Jika sesuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam undang- undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan...” Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 86 5. Undang-Undang No. 17 tahun 1958 penetapan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1955, tentang Pemungutan Sumbangan Dari Pabrikan Pabrikan Rokok Bagi Badan Urusan Tembakau Pada Pasal 1 point a dinyatakan bahwa : “Pabrikan-pabrikan rokok; ialah orang atau badan hukum yang atas pertanggungan jawabnya sendiri menyelenggarakan suatu perusahaan pembikinan rokok…” 6. Undang-Undang No. 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer Berdasarkan Pasal 66 : “Jika sesuatu hal yang diancam dengan pidana dalam atau berdasarkan undang-undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan...” 7. Undang-Undang No. 77 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No.18 Tahun 1957 tentang Bank Tani dan Nelayan Pasal 1 menyatakan tentang badan hukum yakni : “…Pemerintah Republik Indonesia mendirikan suatu Bank Dagang, dan Nelayan yang berbentuk suatu perseroan terbatas termaksud dalam pasal 36 Kitab Undang-undang Hukum Dagang”. 8. Undang-Undang No. 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan Pasal 21: “Apabila suatu perbuatan yang dapat dihukum menurut atau atas dasar Pasal 19 atau Pasal 20 tersebut di atas, dilakukan oleh atau atas nama suatu perseroan terbatas, suatu perkumpulan atau yayasan atau badan-badan lain yang merupakan badan hukum...” 9. Undang-Undang No. 4 Tahun 1959 tentang Pos Pasal 11 ayat 4 : “Jika perbuatan pidana dilakukan oleh atau atas tanggungjawab suatu badan hukum...” 10. Undang-Undang No.16 Tahun 1959 tentang Badan Perusahaan Produksi Bahan Makanan Dan Pembukaan Tanah. Pasal 1 ayat 2 : B.M.P.T. termaksud dalam ayat 1 pasal ini adalah suatu perusahaan Negara yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Jakarta. 11. Undang-Undang No. 2 Tahun 1961 tentang Pengeluaran dan Pemasukan Tanaman Dan Bibit Tanaman Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 87 Pasal 5 : “Jika suatu perbuatan pidana itu dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya, atau suatu yayasan...” 12. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Dagang Pada Pasal 2 ayat 1 undang-undang ini membedakan antara seseorang dengan suatu badan, maka hal tersebut dapat dijadikan landasan bahwa undang-undang ini mengakui korporasi sebagai subjek hukum. “…barang-barang perniagaan seseorang atau sesuatu badan…”

13. Undang-Undang No. 5 Tahun 1964 tentang Telekomunikasi