Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
120 Panitia PusatPanitia Daerah tidak cukup mempunyai keterangan-
keterangan atau bahan-bahan yang dianggap perlu untuk dapat mengambil putusan, maka Panitia PusatPanitia Daerah dapat memutuskan untuk
mengadakan enquete. 2 Enquete dapat pula diadakan bila dalam suatu perselisihan akan atau telah dilakukan tindakan oleh sesuatu pihak yang
berselisih dan perselisihan itu dapat membahayakan kepentingan umum atau kepentingan Negara. Dalam hal yang demikian pihak-pihak yang
berselisih wajib menerima perantaraan atau penyelesaian perselisihan oleh Panitia PusatDaerah atau melanggar Pasal 1 8 ayat 5; yakni: Selama
diadakan enquete pihak-pihak yang berselisih tidak boleh melakukan tindakan.
7. Barangsiapa tidak tunduk pada putusan jurudewan pemisah yang telah mempunyai kekuatan hukum termaksud pada Pasal 19 ayat 4 yakni :
Putusan juru pemisah atau dewan pemisah sesudah disahkan oleh Panitia Pusat mempunyai kekuatan hukum sebagai putusan Panitia Pusat
8. Barangsiapa tidak memenuhi kewajiban menurut Pasal 25 ayat 1 dan 2 yakni : 1 Barangsiapa diminta bantuannya oleh Pegawai, Panitia Daerah,
Panitia Pusat, Panitia Enquete, juru atau dewan pemisah atau Menteri Perburuhan guna penyelidikan untuk keperluan penyelesaian perselisihan
berdasarkan undang-undang ini, berkewajiban untuk memberikannya dengan tiada bersyarat, begitu pula atas permintaan berkewajiban
membukakan buku-buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. 2 Barangsiapa dipanggil oleh pejabat-pejabat atau badan-badan tersebut
pada ayat 1 untuk, menjadi saksi atau ahli, berkewajiban untuk memenuhi panggilan itu dan memberikan keterangan atau jasanya, jika
perlu di bawah sumpah.
2. Sanksi pidana yang diberikan berupa pidana pokok dengan rumusan alternatif, dapat dilihat pada Pasal 26: Dihukum dengan hukuman kurungan setinggi-
tingginya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
3. Undang-Undang No. 74 Tahun 1957 tentang Pencabutan Regeling Po De
Staat Van Oorlog En Beleg Dan Penetapan Keadaan Bahaya.
a. Bentuk pertanggungjawaban korporasi yang dianut pada undang-undang ini adalah model pengaturan pertanggungjawaban korporasi yang kedua yakni
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
121 korporasi yang berbuat dan pengurus yang bertanggungjawab. Pasal yang
mengatur tentang pertanggungjawaban pengurus atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh korporasi dirumuskan pada Pasal 56 yakni apabila tanggung
jawab atas suatu tindak pidana menurut atau berdasarkan undang-undang ini ada pada suatu badan hukum, maka tuntutan hukum dapat dilakukan dan
hukuman dapat dijatuhkan terhadap anggota-anggota pengurus atau wakilnya. Namun tidak disebutkan kapan anggota-anggota pengurus dapat diwakilkan
sehingga wakil dari anggota pengurus tersebut dapat dikenakan tuntutan hukum.
b. Rumusan tentang tindak pidana dan sanksi pidana yang dikenakan terhadap badan badan hukum dapat dilihat pada Pasal 47 sampai dengan Pasal 55.
Perumusan sanksi pidana yang dianut oleh undang-undang ini adalah kumulatif-alternatif. Kumulatif Pasal 47, alternatif berdasarkan Pasal 48,
Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52. Khusus pasal 53 dengan sanksi
tunggal dan jika dalam keadaan bahaya melakukan perbuatan yang
dirumuskan dalam Pasal 211, 212, 213, 214, 216, 217, 218 dan 219 KUHP dapat ditambah 13. Rumusan perbuatan yang dilarang dan ancaman
pidananya yakni :.
1. Pasal 47 1. Barangsiapa melanggar peraturan yang dikeluarkan dan diumumkan
oleh Penguasa Darurat atau penguasa keadaan perang berdasarkan undang-undang ini, dihukum dengan hukuman kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya tiga ribu rupiah,
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
122 apabila tindak-pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih
berat lagi dalam atau berdasarkan Undang-undang ini. 2 Selain daripada hukuman yang tersebut dalam ayat 1 di atas, dapat
dirampas: a. Barang-barang yang digunakan dalam tindak-pidana yang
dimaksudkan dalam ayat 1 tersebut di atas; b. Barang-barang yang menurut keputusan hakim harus dipandang
sama kedudukannya seluruhnya atau sebagian dengan barang- barang yang dimaksud dalam pasal ini ayat 2 sub a;
c. Barang-barang yang diperoleh dari pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam ayat 1 tersebut di atas atau barang-barang yang
dipakai dalam melakukan pelanggaran-pelanggaran itu. 3. Perampasan barang-barang yang dimaksud dalam ayat 2 dilakukan
juga terhadap barang-barang yang bukan kepunyaan terhukum. 2. Pasal 48: Barangsiapa melanggar peraturan-peraturan yang dikeluarkan
dan diumumkan oleh Penguasa Darurat atau penguasa keadaan perang berdasarkan pasal 19, pasal 21 ayat 1, pasal 27, pasal 28 angka 1, 2, 5 dan
6, pasal 32, pasal 33, pasal 35 ayat 1, pasal 36 ayat 1, pasal 37 ayat 1 dan pasal 40 angka 2 dan 3 Undang-undang ini, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.
3. Pasal 49: Barangsiapa tidak menuruti perintah Penguasa Darurat atau penguasa keadaan perang berdasarkan Undang-undang ini atau peraturan-
peraturan penguasa-penguasa tersebut, dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya
sepuluh ribu rupiah, apabila tindak-pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat lagi dalam atau berdasarkan Undang-undang
ini.
4. Pasal 50: Barangsiapa menolak atau dengan sengaja melalaikan memenuhi kewajiban yang termaktub dalam pasal 18 ayat 1, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 3 tahun atau denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.
5. Pasal 51: Anggota-anggota badan Pemerintahan Sipil atau pegawai- pegawai sipil yang menolak atau yang sengaja melalaikan untuk
memenuhi kewajiban kewajiban yang termaktub dalam pasal 18 ayat 1, pasal 26 ayat 2 dan pasal 41 Undang-undang ini, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
6. Pasal 52 : Barangsiapa tidak menaati suatu syarat yang ditentukan oleh Penguasa darurat atau penguasa keadaan perang berhubung dengan
pembebasan terhadap suatu peraturan yang diberikan oleh penguasa itu, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau
denda setinggi-tingginya seribu rupiah, apabila tindak-pidana itu tidak
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
123 tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat lagi dalam atau
berdasarkan Undang-undang ini. 7. Pasal 53:
1.Barangsiapa yang tidak menuruti perintah yang diberikan berdasarkan pasal 22 ayat 1, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
tiga tahun. 2. Mereka yang disangka atau didakwa melakukan kejahatan yang
tersebut dalam ayat 1 di atas, diperbolehkan ditahan menurut cara yang dilakukan terhadap tersangka-tersangka atau terdakwa-terdakwa yang
melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara selama- lamanya lima tahun atau lebih.
3 Semua peraturan tentang hukum acara pidana mengenai penahanan sementara dilakukan terhadap mereka yang dimaksudkan dalam ayat 2
di atas. 4 Tersangka atau terdakwa yang dalam penahanan sementara
berdasarkan pasal ini, bebas dengan sendirinya menurut hukum, apabila keadaan bahaya tidak ada lagi dalam daerah yang
bersangkutan.
8. Pasal 54 : Apabila salah satu kejahatan yang dimaksudkan dalam pasal- pasal 211, 212, 213, 214, 216, 217, 218 dan 219 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dilakukan dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya, maka hukuman-hukuman yang disebut dalam pasal-pasal tersebut
dapat ditambah dengan sepertiga.
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing