Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 250 c. Rumusan sanksi pidana berupa ancaman pidana secara kumulatif dan ancaman pidananya lebih berat dari pada undang-undang sebelumnya yakni undang- undang No. 3 Tahun 1997. Ancaman pidananya juga dirumuskan dengan menatapkan minimum dan maksimum penjara dan denda, jika dilakukan dalam keadaan tertentu maka dapat dikenakan pidana mati, untuk korporasi berupa Pidana denda yang diperberat 13 sepertiga, pada Pasl20 ayat 7.

86. Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi merumuskan korporasi pada penjelasan Pasal 1 point 8, point 9 dan point 10: Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa: ”Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan Usaha Milik Daerah BUMD, Badan Usaha Milik Negara BUMN, badan usaha swasta...”;9: ”Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum...” 10: ”Pemakai adalah perseorangan, badan hukum...”. meskipun badan hukum sebagai objek undang-undang ini namun tidak dirumuskan mengenai konsep pertanggungjawban pidana korporasi sedangkan mengenai rumusan perbutan pidana yang mungkin dilakukan oleh korporasi di sebutkan pada beberapa pasal. Korporasi dalam undang-undang ini diatributkan kepada penyelenggara telekomunikasi, Pelanggan dan Pemakai, akan tetapi sayangnya rumusan mengenai kapan badan hukum melakukan tindak pidana yang dirumuskan pada Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 251 bab VII yang disebutkan hanyalah perbuatan pidana yang mungkin dilakukan oleh Penyelenggara, sedangkan Pelanggan dan Pemakai tidak dirumuskan sebagai pelaku tindak pidana pada undang-undang ini. Meskipun pada bab VII tentang ketentuan pidana disebutkan sebagai objeknya berupa ”penyelenggara” dan ”barangsiapa”. Namun sayangnya defenisi barang siapa tidak disebutkan dalam undang-undang ini. Pasal-pasal yang menyebutkan rumusan kapan perbuatan dilakukan oleh ”penyelenggara” dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Pasal 47: ”Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1...”. 197 2. Pasal 48: ”Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19...” 198 3. Pasal 49: Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20...” 199 4. Pasal 51” Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 atau Pasal 29 ayat 2...” 200 5. Pasal 57: Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 1...” 201

87. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan