Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
81
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pertanggungjawaban korporasi dalam hukum positif Indonesia dapat diidentifikasi dengan beberapa hal yakni, penetapan dan tempat korporasi sebagai
subjek tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan indonesia, disamping itu perlu juga diketahui dan dipahami bagaimana perumusan atau penyebutan korporasi
sebagai subjek tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan di indonesia, setelah itu bagaimana pula menetapan korporasi sebagai pelaku tindak pidana atau
dengan kata lain kapan dikatakan korporasi melakukan tindak pidana dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan serta jenis sanksi apa yang dapat diberikan. Identifikasi
legislasi tersebut secara tidak langsung dapat juga dijadikan sebagai evaluasi kebijakan legislasi merupakan kebijakan faktual.
114
A. Penetapan Korporasi sebagai Subjek Tindak Pidana dalam Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia
Penetapan korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia terdapat dan diatur di luar KUHP, karena KUHP sifatnya
statis jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat maka KUHP tersebut tidaklah sepenuhnya memenuhi aspirasi dan kebutuhan hukum bangasa Indonesia.
115
114
Dwidja Priyatno, Op-cit, hal. 162.
115
Zainal Abidin Farid, Op-cit, hal. 64. KUHP yang dipakai oleh negara Republik Indonesia adalah KUHP buatan pemerintah Belanda, yang dibuat pada saat Belanda menjajah Indonesia. Koninklijk Besluit Van Strafrecht Voor Nederlandsch
Indie dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 S. 1915 Nomor 732. Setelah Indonesia diduduki oleh Jepang pada Tahun 1942, Pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang menetapkan bahwa S.1915 Nomor 732 tetap berlaku. Demikian
pula setelah proklamasi kememerdekaan Indonesia, sesuai dengan pasal II atauran peralihan UUD 1945, maka dengan sendirinya S. 1915 Nomor 732 tersebut diatas dinyatakan tetap berlaku yang kemudian dengan Undang-Undang No. 1 tahun
1946 diubah namanya menjadi Wetboek Van Strafrecht W.V.S atau bisa disebut dengan Kitap Undang-Undang Hukum Pidana KUHP.
Salah
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
82 satu contohnya adalah perkembangan korporasi sebagai subjek tindak pidana yang
diakui di luar KUHP dalam perundang-undangan khusus. Hukum pidana khusus maksudnya adalah UU pidana yang berada di luar hukum pidana umum yang
mempunyai penyimpangan dari hukum pidana umum baik dari segi hukum pidana materil maupun dari segi hukum pidana formal. Hukum tindak pidana khusus berlaku
terhadap perbuatan tertentu dan atau untuk golongan orang-orang tertentu. Ruang lingkup tindak pidana khusus tidaklah bersifat tetap, akan tetapi dapat berubah
tergantung dengan apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari UU pidana yang mengatur substansi tertentu.
Kekhususan hukum pidana khusus dibidang hukum pidana materil dapat berupa:
116
1. Hukum pidana bersifat elastis; 2. Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman.
menyimpang; 3. Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran;
4. Perluasan berlakunya asas teritorial ekstera teritorial; 5. Hukuman ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan perekonomian negara;
6. Pegawai negeri merupakan substansi hukum tersendiri; 7. Mempunyai sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan
tindak pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU lain itu menentukan menjadi tindak pidana;
116
Lucky Raspati, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, http:raspati.blogspot.com200706pertanggungjawaban-
pidana-korporasi.html , diakses tanggal 23 Maret 2009.
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
83 8. Pidana denda + 13 terhadap korporasi;
9. Perampasan barang bergerak dan tidak bergerak; 10. Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu;
11. Tindak pidana bersifat transnasional; 12. Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi.
13. Tindak pidananya dapat bersifat politik; Penyimpangan terhadap hukum pidana formal pada tindak pidana khusus
berupa:
117
1. Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk kasus korupsi.
2. Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain; 3. Penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara;
4. Dianutnya Peradilan In absentia; 5. Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank;
6. Dianut pembuktian terbalik; Dasar hukum dari UU pidana khusus adalah pada Pasal 103 KUHP. Pasal
103 ini mengandung pengertian:
118
1. Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepenjang UU itu tidak menentukan lain.
117
Ibid, hal.3.
118
Loc-Cit
Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009
84 2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU pidana di luar KUHP, karena KUHP
tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap.
KUHP masih tetap menganut subjek tindak pidana berupa “orang”
119
namun dengan adanya berbagai perundang-undangan di luar KUHP akhirnya korporasi
diakui sebagai subjek tindak pidana dan menjadikan pertumbuhan tidak terkendali pada peraturan-peraturan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menghentikan pertumbuhan tidak terkendali tersebut adalah dengan melakukan perubahan KUHP dan memasukkan korporasi sebagai subjek tindak pidana umum,
120
B. Perumusan Penyebutan Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana dalam