Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 251 bab VII yang disebutkan hanyalah perbuatan pidana yang mungkin dilakukan oleh Penyelenggara, sedangkan Pelanggan dan Pemakai tidak dirumuskan sebagai pelaku tindak pidana pada undang-undang ini. Meskipun pada bab VII tentang ketentuan pidana disebutkan sebagai objeknya berupa ”penyelenggara” dan ”barangsiapa”. Namun sayangnya defenisi barang siapa tidak disebutkan dalam undang-undang ini. Pasal-pasal yang menyebutkan rumusan kapan perbuatan dilakukan oleh ”penyelenggara” dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Pasal 47: ”Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1...”. 197 2. Pasal 48: ”Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19...” 198 3. Pasal 49: Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20...” 199 4. Pasal 51” Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 atau Pasal 29 ayat 2...” 200 5. Pasal 57: Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 1...” 201

87. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

a . Konsep pertanggungjawaban pidana korporasi pada undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan pada Pasal 78 ayat 14 bahwa: 197 Pasal 11 ayat 1: Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri . 198 Pasal 19: Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi. 199 Pasal 20: Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut:a. keamanan negara; b. keselamatan jiwa. 200 Pasal 29: 1 Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya. 2 Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf c, dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran. 201 Pasal 42: 1 Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 252 ”Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap Pengurusnya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama...” b. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa Pasal 50 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 merumuskan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum. Perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana yang dilakukan oleh badan hukum tersebut meliputi: Pasal 50: 1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. 2. Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. 3. Setiap orang dilarang: a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. merambah kawasan hutan; c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: 1. 500 lima ratus meter dari tepi waduk atau danau; 2. 200 dua ratus meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3. 100 seratus meter dari kiri kanan tepi sungai; 4. 50 lima puluh meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5. 2 dua kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 6. 130 seratus tiga puluh kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. d. membakar hutan; e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau 10003 eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 253 untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; j. membawa alat- alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. . c. Jenis sanksi yang diberikan yaitu berupa sanksi pidana secara kumulatif berupa pidana penajara dan pidana denda serta ditambah dengan 13 sepertiga dari pidana yang dijatuhkan.

88. Undang-Undang No. 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih