Kejahatan Korporasi Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP

Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 48 Dwidja Priyatno menyatakan jenis-jenis korporasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 57 1. Korporasi publik adalah korporasi yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi dibidang urusan publik. Contohnya: Di Indonesia seperti pemerintah kabupaten atau kota. 2. Korporasi privat adalah sebuah korporasi yang didirikan untuk kepentingan privat pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan, industri dan perdagangan, sahamnya dapat dijual kepada masyarakat, maka istilah penyebutannya ditambah dengan istilah ”publik” contoh PT. Garuda, Tbk terbuka, yang menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah go public atau sahamnya telah dijual kepada masyarakat melalui bursa saham. 3. Korporasi publik quasi, lebih dikenal dengan korporasi yang melayani kepentingan umum public Quasi. Seperti PT. Kereta Api Indonesia, Pertamina, Perusahaan Listrik Negara.

3. Kejahatan Korporasi

Kejahatan korporasi menurut Muladi sering dikatakan sebagai salah satu bentuk white collar crime kejahatan kerah putih. 58 57 Dwidja Priyatno, Op-cit, hal, 14. 58 Muladi, Fungsionalisasi Hukum Pidana di Dalam Kejahatan yang Dilakukan Oleh Korporasi, Makalah Seminar Nasional Kejahatan Korporasi. Semarang: Universitas Hukum Diponegoro, 23-24 November 1989 dalam Setiyono, Op-cit, hal. 20. White collar crime menurut Sutherland sebagaimana yang dikutip oleh Setiyono adalah crime committed by person of respectability and high social status in the course of their occupation Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 49 kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaanya. 59 Kejahatan korporasi pada umumnya dilakukan oleh orang-orang dengan status sosial tinggi dengan memanfaatkan kesempatan dan jabatan tertentu yang dimilikinya, dengan kadar keahlian tinggi di bidang bisnis untuk mendapatkan keuntungan di bidang ekonomi. 60 Kejahatan korporasi harus dibedakan dari kejahatan ekonomi pada umunya, karena kejahatan korproasi hanya dilakukan dalam konteks bisnis besar dan oleh orang-orang dengan status sosial tinggi, bukan dilakukan oleh kelompok bisnis kecil, sehingga unsur-unsur kejahatan korporasi dapat dirumuskan sebagai berikut: 61 1. Kejahatan; 2. Dilakukan oleh orang yang terpadang dan terhormat; 3. Status sosial tinggi; 4. Dilakukan dalam hubungan pekerjaannya; 5. Melanggar kepercayaan publik. Hatrik Hamzah menyatakan ruang lingkup kejahatan meliputi: 62 1. Crimes for corporation, adalah pelanggaran hukum dilakukan oleh korporasi dalam usaha mencapai tujuan korporasi untuk memperoleh profit; 59 Setiyono, Op-cit, hal. 36. 60 Mahrus Ali, Op-cit, hal. 18. 61 Mardjono Reksodiputro, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kejahatan Korporasi , Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Kejahatan Korporasi FH UNDIP 23-24 November 1989, hal. 3. dalam Mahrus Ali,Op- cit,hal. 20. 62 Hatrik Hamzah, Op-cit, hal. 41. Lihat juga Bobby Manalu, Meminta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Pelaku Delik Korupsi, http:bobbymanalu.blog.friendster.com200704meminta-pertanggungjawaban-pidana-korporasi- sebagai-pelaku-delik-korupsi , diakses tgl 1 Juni 2009. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 50 2. Criminal corporation, yaitu korporasi yang bertujuan semata-mata untuk melakukan kejahatan; 3. Crimes againts corporations, yaitu kejahatan-kejahatan terhadap korporasi seperti pencurian atau penggelapan milik korporasi, dalam hal ini yang menjadi korban adalah korporasi. Didasarkan pada pembedaan tersebut, maka yang merupakan kejahatan korporasi adalah crimes for corporation dan criminal corporation. Berkaitan dengan hal ini Mardjono Reksodiputro mengemukakan bahwa kejahatan korporasi sebagai bagian dari white collar crime, namun perlu dibedakan antara corporate crime yang dilakukan oleh small business dan big business, karena: 63 1. Kejahatan korporasi tidak dapat dikaitkan dengan small businees offenses, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha atau usaha dagang yang lingkup kegiatannya sekala kecil; 2. Konsepsi kejahatan korporasi hanya ditujukan kepada kejahatan yang dilakukan oleh bisnis besar; 3. Kejahatan korporasi sebagai bagian white collar crime, harus dibedakan antara ordinary crimes committed by upper class people dan small business offenses. Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi white collar crime dengan kejahatan konvensional tradisional, terletak pada karakteristik yang melekat pada korporasi itu sendiri, antara lain: 64 63 Ibid, hal. 43. 64 Harkristuti Harkrisnowo, Tindak Pidana Oleh Korporasi: Suatu Tinjauan Yuridis dan Kriminologis, Makalah pada Ceramah di Program Pasca Sarjana, Program Ilmu Hukum USU. FH USU 11 Juni 2000. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 51 1. Kejahatan tersebut sulit dilihat low visibility, karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional dan sisitem organisasi yang kompleks. 2. Kejahatan tersebut sangat kompleks complexity karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan dan pencurian bahkan sering kali berkaitan dengan yang ilmiah, tekhnologis, finansial, legal, terorganisasikan dan melibatkan banyak orang selama bertahun-tahun. 3. Terjadinya ketidak jelasan tanggungjawab difffusioan of responsibility yang terjadi akibat semakin kompleksnya organisasi. 4. Terjadinya ketidak jelasan korban diffusioan of victimization seperti penipuan. 5. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan detection and prosecution sebagai akibat profesionalitas yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan pelaku kejahatan. 6. Peraturan yang tidak jelas ambiguitas law yang sering menimbulkan kerugian dalam penegakan hukum. 7. Sulit untuk dideteksi dan dilakukan penuntutan weak detection and prosecution, yang terjadi karena pelaku tindak pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi perbuatan tersebut illegal. Frank E. Hagan mengemukakan enam jenis kejahatan tindak pidana yang sering dilakukan oleh korporasi, yakni kejahatan yang berkaitan dengan : 65 65 Frank E. Hagan, Introduction To Criminology, second edition, Chicago: Nellson-Hall,1990, hal. 374. Lihat juga Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi,Jember: Bayu Media, 2004, hal. 126. Bandingkan juga dengan Hamzah Hatrik, Op-cit, hal.42. Kejahatan korporasi dapat dipahami melalui contoh : Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 52 1. Kejahatan di bidang administratif Kejahatan di bidang administratif meliputi tidak memenuhi perintah pejabat pemerintah atau pengadilan. Pelanggaran administratif ini dapat terjadi pada semua aspek usaha korporasi seperti di bidang lingkungan hidup, industri, perdagangan dll. 2. Kejahatan di bidang lingkungan hidup Pelanggaran di bidang lingkugan hidup dapat meliputi pencemaran udara, air, dan tanah. Pelanggaran yang terjadi contohnya pelanggaran terhadap surat izin yang mensyaratkan kewajiban penyediaan perlengkapan pengendalian polusi udara, air maupun tanah. Kewajiban penyediaan perlengkapan pengendalian tersebut meliputi melengkapi setiap kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting dengan studi AMDAL RKL dan RPL dan terhadap kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting tidak dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan UPL 66 1. Defrauding stockholder contohnya: tidak melaporkan keuntungan perusahaan. atau melaksanakan persyaratan tersebut tetapi dengan cara yang tidak sebagaimana mestinya, karena pertimbangan untuk menghemat waktu, biaya dan tenaga. Apa lagi jika kemudian kegiatan itu menimbulkan pencemaran atau 2. Defrauding the public contohnya: persengkokolan dalam penetapan harga, pengiklanan produk dengan cara meneyesatkan. 3. Endangering the public welfare seperti kegiatan produksi menimbulkan polusi dalam bentuk limbah cair, debu dan suara. 4. Endangering employee seperti tidak memperdulikan keselamatan kerja para karyawan. 5. Illegal intervention in the political process, seperti memberikan sumbangan kampanye politik secara tidak sah atau bertentangan dengan undang-undang. 66 Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara. Medan: Pustaka Bangsa Pers. 2004, Hal. 168. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 53 perusakan sehingga menyebabkan timbulnya kasus yang diselesaikan melalui proses pengadilan pidana. 67 Berlandaskan pada argumen tersebut maka dokumen ANDAL dapat dijadikan sebagai alat bukti surat dan sebagai tolak ukur bentuk kesalahan. Dokumen AMDAL juga sangat penting untuk dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan siapa-siapa yang bertanggungjawab diantara pengurus suatu badan hukum yang harus memikul beban pertanggungjawaban pidana tersebut. 68 a. Kasus pencemaran lingkungan di Tembagapura dan Timika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia Company FIC. Pencemaran lingkungan tersebut di ikuti dengan penurunan kualitas air bersih bagi penduduk sekitar. Contoh kasus yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan misalnya: b. Kasus pencemaran lingkugan di teluk buyat yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Selama 20 Tahun PT tersebut melakukan kegiatan eksplorasi pertambagan emas, membuang limbah lumpur sisa penghancur batu tambang, akibatnya masyarakt di sekitar perusahaan menjadi korban, dengan timbulnya berbagai macam penyakit aneh yang sebelumnya tidak pernah diderita oleh masyarakat setempat. Penyakit tersebut diidentikkan dengan penyakit Minamata. 69 c. Pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Inti Teksturindo Megah ITM dengan cara membuang limbah soda api dari tempat pembuangan 67 Harun M. Husein, Berbagai Aspek Hukum Analisi Mengenai Dampak Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. 1992, Hal. 225. 68 Ibid, Hal. 180. 69 Arief Amrullah, Op-cit, hal. 110. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 54 perusahaan ke sungai Citarik. Soda apa yang di buang tersebut telah melampaui ambang batas pembuangan sampai 22 ton dari 7-6 ton setiap hari. Akibatnya 107 warga harus dirawat di rumah sakit. 70 3. Kejahatan di bidang keuangan Kejahatan di bidang keuangan dapat terjadi dalam hal pembayaran secara tidak sah atau mengabaikan untuk menyikap pelanggaran tersebut seperti penyuapan di bidang bisnis guna membujuk pemerintah mengikuti kepentingan korporasi untuk melawan kepentingan publik, sumbangan politik secara tidak sah, penghindaran pajak, suap untuk pejabat-pejabat asing, pemberian persen secara ilegal; Pelanggaran transaksi penjualan seperti penjualan yang terlalu mahal terhadap langganan. Pelanggaran yang berkaitan dengan surat-surat berharga yakni memberikan informasi yang salah, mengeluarkan pernyataan salah misalnya: kecurangan dalam praktek bisnis pasar modal. Guna menarik investor biasanya perusahaan yang akan go public memberikan keterangan atau informasi dalam prospektus mereka. Misalnya dalam prospektus dikatakan bahwa keuangan perusahaan dalam keadaan sehat yang di dukung oleh data-data yang sangat optimistis sehingga mendorong masyarakat berlomba-lomba untuk membeli saham perusahan tersebut. Padahal sesungguhnya keadaan perusahaan tidak sebaik yang digambarkan dalam prospektus. 71 4. Kejahatan di bidang ekonomi 70 http:www.kompas.com , diakses tanggal 2 Maret 2009. 71 Arief Amrullah, Op-cit, 94. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 55 Kejahatan di bidang ekonomi adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang tindak pidana ekonomi dan perbuatan-perbuatan ketentuan di luar undang-undang tindak pidana ekonomi yang berpengaruh tehadap perekonomian dan keuangan negara. Tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi ini luar biasa besarnya jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan konvensional seperti perampokan, pencurian dll. 5. Kejahatan perburuhan Kejahatan perburuhan dapat dibagi menjadi empat tipe utama, yaitu diskriminasi tenaga kerja ras, jenis kelamin atau agama, keselamatan pekerja, praktik perburuhan yang tidak sehat, upah dan pelanggaran jam kerja. Contoh pelanggaran dalam keselamatan pekerja misalnya menimbulkan kecatatan mesin sebagai akibat kesalahan pada pemasangan bagian yang tidak benar, kerusakan sistem dan desain yang tidak baik. Kematian atau cacat yang diakibatkan oleh industri bukan hanya kecelakaan di tempat kerja semata, akan tetapi sebagaian besar diakibatkan oleh penyakit yang pada umumnya karena kondisi di luar kontrol pekerja. Peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah cukup memberikan perlindungan kepada buruh namun masih banyak perusahaan- perusahaan korporasi yang tidak menghiraukan akan keamanan dan keselamatan kerja buruhnya. Hal ini bisa merupakan kesengajaan atau kealpaan korporasi. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 56 Apabila hal ini merupakan kesengajaan korporasi tentu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. 72 6. Paraktek perdagangan yang tidak jujur dan kejahatan terhadap konsumen Praktek perdagangan yang tidak jujur seperti, iklan yang salah, penyalahgunaan persaingan monopolisasi, informasi yang tidak benar, diskriminalisasi harga. Perubahan minat para pelaku bisnis merupakan pengaruh lain yang ditimbulkan oleh kejahatan korporasi yakni, dari efisiensi di bidang produksi ke efisisiensi dalam tindakan manipulasi terhadap masyarakat, termasuk manipulasi terhadap pemerintah dalam usaha mencapai tujuan untuk memperoleh keuntungan yang diinginkan sehingga cenderung memiskinkan orang-orang miskin seolah-olah berbuat amal kepada penguasa atas beban masyarakat bahakan cenderung membuat pemerintah korupsi. 73 Pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dapat di bebankan dengan melihat terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya harus diperhatikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana tertentu. Subjek tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan oleh pembuat B. Konsep Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana 1. Sistem pertanggungjawaban pidana korporasi 72 Setitono, Op-cit, hal. 78. 73 Alvi Syahrin, Op-cit, hal. 8. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 57 undang-undang. Setelah ditentukan pelakunya maka selanjutnya mengenai pertanggungjawaban pidana dapat ditempuh melalui tiga sistem pertanggungjawaban pidana yaitu:

a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah bertanggungjawab

Pengurus korporasi dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu, kewajiban- kewajiban tersebut sebenarnya merupakan kewajiban dari korporasi, sehingga kepada pengurus yang tidak memenuhi kewajiban tersebut diancam dengan pidana. 74 Pada sistem ini terdapat suatu alasan yang menghapuskan pidana, dasar pemikirannya adalah bahwa korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang melakukan tindak pidana itu, sehingga penguruslah yang diancam pidana dan dipidana. Jadi Sistem pertanggungjawaban pidana ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan, sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi itu. Sistem ini membedakan antara tugas pengurus dengan pengurus. 75 Pengurus akan bertanggungjawab secara personal untuk perbuatan kriminalnya jika pengurus secara langsung bertindak, menginstuksikan, membantu, mempermudah, mendukung, ataupun berkonspirasi dengan karyawan lain ataupun bawahan unutuk terlibat dalam aktivitas kriminal. Sehingga pengurus 74 Muladi Dwidja Priyato, Op-Cit, hal. 68. 75 Alvi syahrin, Makalah: Tindak Pidana Korporasi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008, hal.3. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 58 korporasi bisa juga bertanggungjawab di bawah doktrin ”pengurus bertangungjawab” jika pengurus berposisi dalam menghindari akrivitas kriminal dan perundang-undangan yang terlibat tidak membutuhkan penemuan mens rea supaya sebuah pelanggaran kriminal terjadi. 76 KUHP menganut sistem yang pertama karena korporasi tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana dan tidak dapat memiliki kalbu yang salah, tetapi yang melakukan perbuatan itu adalah pengurus korporasi yang dalam melakukan perbuatan itu dilandasi oleh sikap kalbu tertentu baik berupa kealpaan atau kesengajaan, maka pengurus dari korporasi itulah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukannya sekalipun perbuatan tersebut dilakukan untuk dan atas nama korporasi yang dipimpinnya. 77 a. Berkaitan dengan keterkaitan fungsi, yakni apabila perbuatan yang dilakukan atau diperintahkan oleh pelaku tindak pidana pengurus atau pegawai korporasi, tetapi perbuatan tersebut tidak ada kaitannya dengan tugas dan pekerjaan pengurus atau pegawai korporasi sehingga ia tidak berwenang untuk mengambil keputusan yang mengikat korporasi dalam melakukan atau Acuan yang dapat digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban korporasi dengan sistem ini dapat ditentukan melalui beberapa ilustrasi yakni : 76 Joel M. Androphy, General Corporate Criminal Liability Texas Bar Journal Vol. 60 No. 2 Februari 1997, hal. 5. 77 Lucy Raspati, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, http:raspati.blogspot.com.pertanggungjawaban-pidana- korporasi . Diakses pada 29 Januari 2009. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 59 tidak melakukan perbuatan itu. Dengan kata lain apabila perbuatan itu merupakan perbuatan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan korporasi, maka pertanggungjawabannyapun pribadi dan tidak dapat dibebankan kepada korporasi. 78 b. Begitu juga apabila tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus atau pegawai korporasi yang tidak ada kaitannya dengan tugas dan pekerjaan pengurus atau pegawai korporasi tersebut, sehingga ia tidak berwenang untuk mengambil keputusan yang mengikat korporasi dalam melakukan atau tidak melakukan perbuatan itu agar dilakukan oleh orang lain, akan tetapi merupakan perbuatan yang ultra vires yaitu tidak sesuai dengan maksud dan tujuan korporasi sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya, maka korporasi yang bersangkutan tidak dapat di bebani pertanggungjawaban pidana. Contohnya yaitu: perbuatan di bidang perkeriditan bank yang merupakan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh direktur logistik atau yang diperintahkan olehnya untuk dilakukan oleh orang lain. Maka pertanggungjawaban pidana tersebut tidak dapat dibebankan keapada korporasi tetapi harus dipikul sendiri secara pribadi karena sekalipun yang bersangkutan adalah seorang direktur namun yang bersangkutan bukan direktur kredit yang berwenang mengambil keputusan di bidang perkreditan. 79 78 Sutan Remi Sjahdeni, Op-cit, hal. 122. 79 Ibid., hal: 119. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 60 b. Korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab. Sistem pertanggungjawaban korporasi yang kedua ditandai dengan pengakuan yang timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha korporasi, akan tetapi tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum korporasi tersebut. Menetapkan korporasi sebagai pembuat dapat dilakukan dengan berpatokan pada kriteria pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan-tujuan badan hukum tersebut dan juga apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut. Sifat dari perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggungjawab atas tindak pidana itu, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu, untuk hal tersebut Roeslan Saleh setuju bahwa prinsip ini hanya berlaku untuk pelanggaran saja. 80 Suatu perbuatan dapat dianggap sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi hanya apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh personil korporasi yang memiliki kewenangan untuk dapat bertindak sebagai directing mind direksi dan komisaris korporasi. Namun pada kenyataannya secara formal yuridis bukan saja direksi yang menjadi directing mind tetapi 80 Roeslan Saleh, Op-cit, hal. 51 Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 61 pemegang saham pengendali juga disebut sebagai directing mind karena ia dapat mempengaruhi direksi atau komisaris karena sebagai pemegang saham terbanyak. Dalam hal korporasi sebagai pembuat pelaku dan pengurus yang bertanggungjawab, dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran dasarnya 81 dan juga dari surat keputusan pengurus yang berisi pengangkatan pejabat-pejabat menagers untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu. Pembedaan faktor antara pegawai yang merupakan directing mind dan pegawai biasa terletak pada derajat kewenangan untuk membuat keputusan yang dilaksanakan seseorang. 82 Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab, maka ditegaskan bahwa korporasi mungkin sebagai pembuat. Apabila pengurus ditunjuk sebagai yang bertanggungjawab maka yang dipandang dilakukan oleh korporasi adalah apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenag anggaran dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang tertentu sebagai pengurus badan hukum tersebut. 83 Acuan lain yang dapat digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban korporasi dengan sistem ini dapat ditentukan apabila tindak pidana yang dilakukan atau diperintahkan oleh korporasi agar dilakukan oleh orang lain 81 Sutan Remi Sjahdeini, Op-cit, hal. 105. 82 Ibid., hal. 104. 83 Dwidja Priyatno, Op-cit, hal. 55. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 62 merupakan perbuatan yang ultra vires yaitu tidak sesuai dengan maksud dan tujuan korporasi sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya, maka korporasi yang bersangkutan tidak dapat dibebani pertanggungjwaban pidana.

c. Korporasi sebagai pembuat korporasi

dan pengurus yang bertanggungjawab. Sistem pertanggungjawaban yang ketiga ini sebagai permulaan adanya tanggungjawab yang langsung dari korporasi, maka terbuka kemungkinan menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana., motivasinya adalah: 84 1. Memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri, yaitu ternyata untuk beberapa delik tertentu, ditetapkannya pengurus saja sebagai yang dapat dipidana ternyata tidak cukup karena dalam berbagai tindak pidana ekonomi dan fiskal, keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita masyarakat demikian besar sehingga tidak akan mungkin seimbang jika hanya dijatuhkan kepada pengurus saja. 2. Memidana pengurus saja tidak atau belum ada jaminan bahwa korporasi tidak akan mengulangi tindak pidana lagi. Memidana korporasi dengan jenis dan berat yang sesuai dengan sifat korporasi itu, diharapkan korporasi dapat menaatai peraturan yang bersangkutan. Aturan umum adalah bahwa korporasi perusahaan secara kriminal akan bertanggungjawab untuk tindakan-tindakan ilegal dari pengurus karyawan jika 84 Sutan Remi Sjahdeini,Op-cit, hal. 26 Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 63 pengurus bertindak dalam ruang lingkup wewenangnya dan perlakukannya menguntungkan perusahaan. Karyawan dianggap bertindak dalam ruang lingkup pekerjaannya jika karyawan memiliki wewenang aktual atau wewenang yang nyata untuk terlibat dalam sebuah tindakan khusus sehingga perusahaan akan bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan karyawan atas nama perusahaan. Wewenang aktual adalah sebuah wewenang yang diberikan oleh perusahaan secara sadar dan sengaja terhadap seorang karyawan, jika perlakukan kriminal karyawan secara layak berhubungan dengan kewajibanya sebagai karyawan, perusahaan akan sangat mungkin bertanggungjawab untuk perlakuan tersebut. 85 Supaya perusahaan bisa bertanggungjawab secara kriminal maka perlakuan pengurus harus demi keuntungan perusahaan. Perusahaan dianggap telah menerima keuntungan jika karyawan terlibat dalam perlakuan kriminal dengan maksud untuk menguntungkan perusahaan. Ketentuan keuntungan dipenuhi walaupun perlakuan karyawan dilakukan untuk perolehan sendiri dan perusahaanpun beruntung dari perlakuan itu. Misalnya suatu kasus melibatkan perusahaan yang dihukum mengatakan bahwa dia tidak akan bertanggungjawab karena aktivitas kriminal dimaksudkan semata-mata untuk menguntungkan karyawan dalam usaha untuk menaiki tangga perusahaan. Namun hakekatnya perusahaan juga menerima kuntungan, dengan memperhatikan fakta promosi 85 Joel M. Androphy, Op-Cit, hal. 1. Karyawan dianggap memiliki wewenang yang nyata jika karyawan terlibat dalam sebuah tindakan khusus. Karyawan dianggap memiliki wewenang yang nyata jika karyawan terlibat dalam perlakuan yang diyakini oleh pihak ketiga kayawan punya wewenang untuk itu, misalnya: seorang karyawan tidak diberikan wewenang untuk memasuki kontrak atas nama majikan namun karena perlakuan kayawan dan status dalam perusahaan pihak ketiga yakin bahwa karyawan memiliki wewenang ekspres untuk secara kontraktual mengikat perusahaan,dalam sekenario demikian perusahaan kemudian secara kontraktual akan bertanggungjawabatas kontrak yang dilakukan oleh karyawan atas nama perusahaan. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 64 karyawan dikondisikan pada keberhasilan perusahaan. Dengan demikian sepanjang karyawan bermaksud untuk menguntungkan perusahahaan atau perusahaan menerima keuntungan insidential dari perlakuan karyawan maka perusahaan dianggap telah menerima keuntungan. 86 Doktrin agregation atau pengetahuan kolektif juga bisa digunakan untuk meminta pertanggungjawaban pidana korporasi, doktrin ini membantu proeksekusi dengan mempertalikan pengetahuan seluruh karyawan terhadap perusahaan. Penerapan doktrin ini cocok untuk konteks perusahaan karena perusahaan-perusahaan mengkompartementalisasikan pengetahuan, membagi- bagikan elemen-elemen kewajiban spesifik dan operasi ke dalam komponen- komponen yang lebih kecil. Perusahaan tidak bisa tidak mau tahu karena perusahaan dianggap memiliki pengetahuan kolektif atas seluruh karyawan. 87 Hal selanjutnya yang bisa dijadikan pertimbangan untuk menjerat pertanggungjawaban pidana korporasi adalah jika korporasi melakukan ”kesepelean sengaja willful blindness” terhadap aktivitas kriminal. Hal ini berlaku jika seseorang menjadi dicurigai melakukan kriminal namun secara sengaja memilih tetap tidak mau tahu dengan tidak membuat penyelidikan lebih lanjut. Dengan sengaja tidak mau tahu untuk menghindari pengetahuan perlakuan kriminal akan mensubjekkan satu pihak ke pertangungjawaban pidana. Walaupun umumnya doktrin ini berlaku untuk individu namun berlaku juga untuk korporasi, karena keadaan-keadaan terjadi yang akan membuat orang dalam posisi 86 Loc-cit. 87 Ibid, hal. 2. Misalnya karyawan A mengetahui satu fakta mengenai sebuah situasi, B mengetahui fakta relevan yang kedua dan c mengetahui fakta bahwa relevan yang ketiga. Jika seluruh fakta secara kolektif akan menimbulkan pelanggaran criminal, maka perusahaan dianggap sebagai yang mengetahui seluruh fakta yang dibutuhkan untuk menentukan pertanggungjawaban pidana. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 65 pengawasan untuk menyelidiki legalitas perlakuan tersangka tertentu, korporasi akan dianggap memiliki pengetahuan atas pelanggaran kriminal yang timbul. 88 Pertanggungjawaban korporasi juga dapat dimintakan jika perusahan memiliki standar kelalaian negligence, akan ditemukan di mana kegagalan korporasi menimbulkan tidak adanya tindakan pencegahan yang diambil untuk menghindari resiko. Kelalaian perusahaan bisa juga ditemukan jika tidak ada kebijakan perusahaan untuk menyoroti situasi-situasi resiko yang bisa diharapkan muncul dalam bidang aktivitas dimana perusahaan beroperasi. Kelalaian tidak lagi tergantung pada kegagalan individu untuk mengamibil tindakan pencegahan dalam situasi tertentu, namun bisa ditemukan dalam kegagalan umum perusahaan untuk memperhatikan situasi-situasi resiko. Pendekatan demikian akan lebih baik menunjukkan realitas, dimana bahaya perusahan sering merupakan hasil dari kesilafan kolektif ataupun inersia umum dalam hal membentuk pengaman yang tepat terhadap resiko. 89 Korporasi juga bisa bertangungjawab secara kriminal untuk perlakuan karyawannya, terlepas dari status ataupun posisi karyawan dalam perusahaan, selanjutnya agen-agen di luar perusahaan yang bertindak untuk perusahaan juga bisa secara kriminal mengikat perusahaan, walaupun pejabat eksekutif dan direktur tidak mau tahu atas perlakuan kriminal. Satu-satunya batasan adalah bahwa karyawan atau agen harus bertindak dalam ruang lingkup wewenangnya serta bertindak dengan maksud untuk menguntungkan perusahaan. Akhirnya 88 Loc-Cit. 89 Jennifer A. Quaid, The Assessment of Corporate Criminal Libility on the Basis of Corporate Identity: An Analisis Coulumbia : McGill Law Journal No. 67, 1998, hal.111. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 66 perusahaan bisa dibuat bertanggungjawab untuk perlakuan berbagai karyawan dan agen-agen, berupa: 90 1. Pejabat eksekutif dan direktur Perusahaan bertanggungjawab karena mereka berpartisipasi dalam perlakuan illegal selama ruang-lingkup pekerjaannya; 2. Manajer non-eksekutif dan pengawas Perusahaan juga bertanggungjawab secara kriminal untuk tindakan-tindakan manajer tingkat menengah dan pengawas yang dilakukan ketika mempergunakan wewenang yang dilimpahkan karena bisa menciptakan liabilitas kriminal korporasi; 3. Karyawan tingkat rendah Selain itu korporasi juga bisa bertanggungjawab secara pidana untuk tindakan-tindakan bawahan dan bahkan karyawan manial terendah karena untuk menentukan pertanggungjawaban kriminal dari terdakwa ”korporasi” harus berfokus terhadap wewenang agen perusahaan yang terlibat dalam tindakan khusus pada waktu perlakuan kriminal terjadi dengan syarat karyawan bertindak dalam ruang lingkup wewenang aktual ataupun wewenang nyatanya dan dengan maksud untuk menguntungkan majikannya. 4. Kontraktor independen 90 Ibid, hal. 2-4. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 67 Korporasi juga bisa bertanggungjawab secara kriminal untuk tindakan- tindakan dari kontraktor independen yang bertindak demi keuntungan perusahaan karena korporasi untuk keuntungannya sendiri telah memilih untuk menunjuk tanggungjawab guna melakukan aktivitas korporasi seperti mengolah dan mendistribusikan produk kepada kontraktor, sehingga korporasi tidak bisa secara sederhana dengan mentransfer fungsi pengolahan dan distribusi terhadap kontaraktor idependen. Selain itu Pasal 12.32 Australian Criminal Code Act 1995 bisa dijadikan pedoman dalam hal merumuskan pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada korporasi, apabila mampu dibuktikan bahwa: 91 1. Direksi korporasi secara sengaja, atau mengetahui atau dengan sembrono telah melakukan tindak pidana yang dimaksud, atau secara tegas atau mengisyaratkan, atau secara tersirat telah memberi wewenang atau mengizinkan dilakuknnya tindak pidana tersebut; 2. Pejabat tinggi dari korporasi tersebut dengan sengaja atau mengetahui atau dengan sembrono telah melakukan tindak pidana yang dimaksud, atau secara tegas atau mengisyaratkan atau secara tersirat telah memberi wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak pidana tersebut. 3. Korporasi memiliki suatu budaya kerja yang mengarahkan, mendorong, menolerir atau mengakibatkan tidakdipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait. 91 Sutan Remi Sjahdeini, Op-cit, hal. 113. Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 68 4. Korporasi tidak membuat memiliki dan memelihara suatu budaya kerja yang mengharuskan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Pertanggungjawaban tindak pidana dapat dibebankan kepada korporasi hanya jika pemberi perintah memiliki maksud dan tujuan bahwa tindak pidana yang diperintahkannya itu akan memberikan manfaat bagi korporasi. Sekalipun tindak pidana itu gagal memberikan manfaat bagi korporasi, tetap saja korporasi harus memikul pertanggungjawaban pidana, degan kata lain bahwa korporasi hanya terikat secara hukum dan bertanggungjawab apabila perbuatan pengurus sesuai dengan maksud dan tujuan korporasi sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya hanya bertanggungjawab apabila perbuatan itu adalah perbuatan yang intra vires. Guna menetukan pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada korporasi, dapat didasarkan pada beberapa perbuatan yang dilakukan korporasi, yakni apabila: a. Perbuatan dari personel yang menjadi directing mind korporasi itu termasuk dalam bidang kegiatan yang ditugaskan kepadanya. b. Tindak pidana tersebut bukan merupakan kecurangan terhadap korporasi yang bersangkutan c. Badan hukum yang dalam kenyataannya kurang tidak melakukan dan mengupayakan kebijakan kewajiban pengamanan dalam rangka mencegah dilakukannya tindakan terlarang dapat diartikan bahwa badan hukum itu Rise Karmila : Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Ketentuan Pidana Di Luar KUHP, 2009. USU Repository © 2009 69 menerima terjadinya tindakan terlarang tersebut, sehingga badan hukum dinyatakan bertanggungjawab atas kejadian tersebut. 92 d. Tindak pidana itu dimaksudkan untuk memperoleh atau menghasilkan manfaat bagi korporasi.

2. Teori-teori pertanggungjawaban pidana korporasi