Releksi Aksi Perkawinan dalam Tradisi Katolik

38 Kelas XII SMASMK

D. Tantangan dan Peluang untuk Membangun Keluarga

yang Dicita-citakan Kompetensi Dasar 3.1 Memahami panggilan hidupnya sebagai umat Allah Gereja dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut 4.1 Melaksanakan panggilan hidupnya sebagai umat Allah Gereja dengan menentukan langkah yang tepat dalam menjawab panggilan hidup tersebut Indikator • Menganalis tantangan-tantangan untuk membangun keluarga yang dicita-citakan berdasarkan artikel tentang konferensi tentang keluarga di Manila • Menganalisis peluang-peluang untuk membangun keluarga yang dicita-citakan berdasarkan artikel tentang keluarga katolik • Menjelaskan ajaran-ajaran Gereja tentang membangun keluarga yang dicita- citakan Pastoral Keluarga, KWI, 1976 No. 22–23. • Menjelaskan releksi pribadi tentang membangun keluarga Katolik yang dicita- citakan. Bahan Kajian 1. Tantangan-tantangan membangun keluarga 2. Peluang-peluang membangun keluarga yang dicita-citakan 3. Ajaran Kitab Suci tentang dan Ajaran Gereja Katolik tentang membangun keluarga yang dicita-citakan Sumber Belajar 1. Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru 2. Dokpen KWI penterj Dokumen Konsili Vatikan II, Obor, Jakarta, 1993 3. KWI, Iman Katolik, Kanisius, Yogyakarta, 1995 4. Katekismus Gereja Katolik, Nusa Indah, Ende Flores, 1995 Pendekatan Saintiik dan kateketis Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 39 Metode Cerita, dialog, tanya-jawab, diskusi, wawancara, informasi Sarana 1. Kitab Suci Alkitab 2. Buku Siswa SMASMK, Kelas XII, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Waktu 3 x 45 menit Pengelolaan waktu untuk kegiatan pembelajaran subtema ini dapat disesuaikan dengan pengaturan jam pelajaran di sekolah masing-masing. Pemikiran Dasar Ada pelbagai tantangan yang dihadapi keluarga-keluarga pada zaman ini. Tantangan tersebut datang baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar lingkungan keluarga. Tantangan paling dirasakan dalam keluarga-keluarga saat ini adalah komunikasi. Menurut para pemerhati keluarga, tampaknya kini makin berkurangnya komunikasi antaranggota keluarga; antara suami–isteri dan anak-anak yang karena kesibukan kerja atau karena terpisah oleh tem pat yang jauh telah melebarkan kelangkaan kesempatan bertemu antarang gota keluarga. Di samping kebutuhan eko nomi yang menghimpit, kurangnya kesediaan berkorban, mudahnya muncul perasaan cemburu sebagai akibat dari kurangnya penghayatan akan sakramen perkawinan dan minimnya kemampuan orangtua dalam mengembangkan iman anak telah menyeret keluarga keluar dari misi utamanya yaitu semakin menghayati kasih Tuhan dan mengembangkannya. Selain masalah komunikasi dan ekonomi dalam keluarga, persoalan kawin campur yang kini menjadi suatu fenomena masyarakat karena kita hidup di tengah masyarakat yang pluralistik, juga persoalan keluarga berencana dengan menggunakan alat kontrasepsi yang tidak dikehendaki Gereja, dapat memperparah kondisi ini. Gereja Katolik memberikan perhatian yang sangat serius pada kehidupan keluarga, karena keluarga adalah sel dari Gereja dan masyarakat. Maka keluarga yang sejahtera adalah harapan sekaligus perjuangan Gereja. Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya “Familiaris Consortio” melihat keluarga sejahtera dalam kesetiaan pada rencana Allah sebagai sebuah perkawinan. Ditegaskan pula bahwa pribadi manusia sebagai citra Allah diciptakan untuk mencintai. Keluarga, menurut Paus, adalah suatu komunitas pribadi-pribadi yang membentuk masyarakat dan Gereja.