Mengamati gambar Menelusuri kekhasan agama- agama di Indonesia

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 209

b. PendalamanDiskusi

1 Guru mengajak peserta didik untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan setelah mengamati gambar. 2 Guru mengajak peserta didik untuk berdialog, dengan memformulasi pertanyaan-pertanyaan yang muncul, misalnya: a Apa makna gambar-gambar itu? b Apa ciri-ciri khas agama-agama di Indonesia? c Mengapa semua umat beragama perlu hidup berdampingan? d Bagaimana pengalamanmu dalam bergaul dengan umat beragama lain?

c. Peneguhan

1 Guru memberikan penjelasan atau rangkuman setelah melakukan dialog, misalnya: a Gambar-gambar itu adalah rumah-rumah ibadat dari agama-agama yang ada di Indonesia. Setiap agama memiliki ciri khas masing- masing, baik dari segi ajaran, doktrin, ibadat, maupun dari segi bangunan atau tempat ibadat. b Semua umat beragama dari agama apapun perlu hidup berdampingan, rukun dan damai karena kita semua adalah sesama ciptaan Tuhan. 2 Setelah guru memberikan penjelasan sebagai rangkuman dari dialog tentang simbol-simbol, gedung atau rumah ibadat, guru mengajak peserta didik untuk mendalami satu per satu, ciri khas agama-agama di Indonesia sehingga peserta didik dapat memahami keberadaan agama- agama lain di sekitarnya. Langkah Kedua: Mendalami kekhasan agama-agama di Indonesia

1. Mendalami kekhasan agama Kristen Protestan

a. Menggali pengalaman peserta didik

Guru mengajak peserta didik mengungkapkan pengalamannya bergaul dengan umat Kristen Protestan

b. Pendalaman pengalaman

Guru mengajak peserta didik untuk bertanya atas pengalaman-pengalaman yang telah disampaikan oleh beberapa peserta didik.

c. Mengenal Lebih jauh tentang agama Kristen Protestan

Setelah para peserta didik menyampaikan hasil diksusinya, guru mengajak peserta didik menyimak uraian tentang agama Kristen Protestan berikut ini. lihat buku “Iman Katolik; Buku Informasi dan Referensi”, oleh KWI, diterbitkan oleh Kanisius, Yogyakarta, 1996, halaman 355-359. 210 Kelas XII SMA 1 Sejarah singkat Pemisahan Gereja a Gereja Lutheran Keadaan Gereja pada abad XVI mengalami pasang surut atau terjadi kemerosotan moral yang sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi oleh karena Gereja terlalu jauh terlibat dalam banyak urusan duniawi. Paus saat itu menjadi sangat berkuasa dan memegang supremasi, baik dalam urusan Gereja maupun kenegaraan. Paus tampil sebagai penguasa tunggal yang cenderung otoriter. Sebagaimana pemilihan presiden atau kepala daerah di Indonesia yang selalu diwarnai dengan politik uang, begitu pula situasi pemilihan Paus kala itu. Pemilihan Paus Aleksander VI dan Leo IX, misalnya diwarnai kasus money politic atau korupsi. Komersialisasi jabatan Gereja dipertontonkan secara terbuka. Banyak pejabat Gereja menjadi pangeran duniawi dan melalaikan tugas rohani mereka. Banyak imam-imam paroki tidak terdidik, hedonistis, bodoh, tidak mampu berkhotbah, dan juga tidak mampu mengajar umat. Keadaan semacam ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Teologi skolastik menjadi mandul dan masalah dogmatis dianggap sebagai perdebatan tentang hal sepele antara aneka aliran teologis. Banyak persoalan teologi mengambang dan tidak pasti. Banyak kebiasaan dalam umat belum seragam. Iman bercampur takhayul, kesalehan berbaur dengan kepentingan duniawi. Kegiatan Agama dianggap sebagai sebuah rutinitas sosial sehari-hari, serta mencampur adukan hal-hal profan dengan hal-hal yang suci atau sakral. Dalam situasi seperti itu, banyak orang merasa terpanggil untuk memperbaharui hidup Gereja, namun tidak ditanggapi. Kemudian, tampillah Martin Luther. Luther mula-mula menyerang masalah penjualan indulgensi, yaitu orang dapat menghapus dosanya dengan cara memberikan sejumlah uang kepada gereja. Kemudian, Martin Luther, yang seorang pastor itu membela beberapa pandangan baru khususnya ajaran tentang “pembenaran hanya karena iman” Sola ide. Luther menyerang wewenang paus dan menolak beberapa ajaran teologi sebelumnya dengan bertumpu hanya pada Alkitab sesuai dengan tafsirannya. Pada dasarnya, Luther tidak menginginkan perpecahan dalam Gereja. Ia ingin memelopori pembaharuan dalam Gereja. Tetapi ia terseret oleh arus yang disebabkan oleh rasa tidak puas yang umum dalam umat yang mendambakan pembaharuan yang bentuknya kurang jelas. Ajaran-ajaran para teolog yang mendukung perbuatan- perbuatan saleh, kini diragukan Luther.