Analisis Teknik Lotting Usulan

Semarang, 7 Oktober 2015 79 Teknik yang diusulkan adalah teknik lotting Wagner-Whitin yang telah dilakukan penyesuaian. Kelebihan teknik lotting Wagner-Whitin yaitu dapat memberikan hasil yang optimal dan biaya yang minimum karena menggunakan program dinamis serta pendekatan yang matematis. Namun dengan teknik lotting tersebut maka perhitungan yang dilakukan pun sangat rumit sehingga hal tersebut menjadi kekurangan teknik lotting Wagner-Whitin. Pada penelitian ini, teknik lotting Wagner-Whitin yang digunakan untuk bahan baku level 1 telah dilakukan penyesuaian jumlah ukuran lot dimana disesuaikan dengan jumlah minimum pembelian dari pemasok. Setelah menghitung kebutuhan bahan baku dengan diperoleh total biaya setup dan total biaya simpan untuk produk jadi level 0 dengan menggunakan teknik lotting Wagner-Whitin masing-masing memperoleh sebesar Rp 385.012.020 per tahun dan Rp 42.347.191 per tahun. Total biaya produk jadi level 0 yang diperoleh menggunakan teknik lotting Wagner-Whitin adalah sebesar Rp 427.359.211 per tahun. Pada bahan baku level 1 dilakukan perhitungan dengan menggunakan teknik lotting Wagner- Whitin penyesuaian. Hal tersebut disebabkan supplier telah menetapkan ukuran pemesanan minimum, sehingga pada saat menghitung teknik lotting Wagner-Whitin penyesuaian, jumlah ukuran lot harus disesuaikan dengan jumlah Fixed Lot dari supplier. Total biaya pesan dan total biaya simpan untuk bahan baku level 1 dengan menggunakan teknik lotting Wagner-Whitin penyesuaian masing-masing memperoleh sebesar Rp 2.561.796 per tahun dan Rp 169.297.502 per tahun. Total biaya bahan baku level 1 yang diperoleh menggunakan teknik lotting Wagner-Whitin adalah sebesar Rp 188.807.027 per tahun. Dengan demikian, total biaya keseluruhan yang diperoleh sebesar Rp 616.166.238. 4.6 Analisis Perbandingan Total Biaya Pengendalian Persediaan Metode Perusahaan dan Metode Usulan Setelah melakukan perhitungan MRP produk jadi level 0 dan bahan baku level 1 didapat hasil total biaya per masing-masing produk jadi dan masing-masing bahan baku untuk tiap teknik lotting. Pada perhitungan kebutuhan bahan baku dengan teknik lotting Wagner-Whitin, dilakukan penyesuaian pada saat menentukan seberapa besar ukuran lot yang akan dipesan. Hal tersebut dikarenakan supplier telah menetapkan ukuran pemesanan minimum, sehingga pada saat menghitung teknik lotting Wagner-Whitin, jumlah ukuran lot harus disesuaikan dengan jumlah Fixed Lot dari supplier. Dari segi biaya setup terlihat pada saat perhitungan Wagner-Whitin, terdapat beberapa produk yang melakukan penggabungan produksi sehingga biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan dengan teknik lotting Fixed Lot yang melakukan produksi di setiap periodenya. Dari segi biaya simpan, teknik lotting Fixed Lot kemungkinan besar akan selalu menyimpan persediaan akhir di setiap periodenya sehingga biaya simpan yang dikeluarkan mencapai nilai yang tinggi apabila dibandingkan dengan teknik lotting Wagner-Whitin . Total penghematan yang diperoleh dengan teknik lotting ini untuk produk jadi level 0 adalah sebesar Rp 103.376.089. Dengan demikian, untuk seluruh produk yang diteliti dipilih teknik lotting Wagner-Whitin sebagai metode pengendalian persediaan. Hal tersebut dikarenakan perusahaan dapat memperoleh biaya yang minimum dari segi biaya setup maupun biaya simpan. Total biaya pesan seluruh bahan baku level 1 dengan menggunakan teknik lotting perusahaan dan teknik lotting usulan memperoleh nilai yang sama yaitu sebesar Rp 2.561.796 per tahun. Hal tersebut disebabkan jumlah frekuensi pemesanan bahan baku dengan menggunakan teknik lotting perusahaan maupun teknik lotting usulan memperoleh nilai yang sama yaitu 12 periode. Total biaya simpan untuk bahan baku level 1 dengan menggunakan teknik lotting perusahaan adalah sebesar Rp 169.297.502 per tahun dan dengan menggunakan teknik lotting usulan adalah sebesar Rp 169.297.502 per tahun. Total biaya untuk bahan baku level 1 dengan menggunakan teknik lotting perusahaan adalah sebesar Rp 188.807.027 per tahun dan total biaya untuk bahan baku level 1 untuk teknik lotting usulan adalah sebesar Rp 188.807.027 per tahun. Total biaya simpan untuk seluruh 29 bahan baku memperoleh nilai yang sama sehingga tidak memperoleh penghematan. Hal tersebut dikarenakan teknik lotting Wagner- Whitin yang digunakan telah dilakukan penyesuaian sehingga pada saat melakukan pemesanan bahan baku jumlah ukuran lot yang dipesan harus disesuaikan dengan ukuran pemesanan minimum dari supplier. Pada perhitungan Wagner-Whitin, terlihat tidak adanya penggabungan pemesanan bahan baku sehingga frekuensi pemesanan yang dilakukan tetap sebesar 12 periode. Seandainya terdapat penggabungan pemesanan bahan baku, maka perusahaan dapat memperoleh biaya pesan yang lebih rendah daripada teknik lotting Fixed Lot. Dalam mengendalikan persediaan, dilakukan pemilihan teknik lotting agar memperoleh penghematan yang bermanfaat untuk perusahaan. Pemilihan teknik lotting untuk 12 produk jadi level 0 dipilih teknik lotting Wagner-Whitin karena memperoleh biaya yang minimum dan memperoleh penghematan sebesar Rp 103.376.089. Pemilihan teknik lotting untuk 29 bahan baku level 1 dipilih Semarang, 7 Oktober 2015 80 teknik lotting Fixed Lot karena apabila perusahaan menggunakan teknik lotting usulan, perusahaan tidak memperoleh penghematan biaya. Apabila perusahaan menggunakan teknik lotting Wagner-Whitin tetapi tidak diperoleh penghematan biaya namun harus mengubah teknik lotting maka akan lebih menyulitkan. Total biaya keseluruhan yang diperoleh apabila menggunakan teknik lotting perusahaan dan teknik lotting usulan, masing-masing memperoleh biaya sebesar Rp 719.542.327 dan Rp 616.166.238 maka persentase penghematan yang diperoleh adalah sebesar 14,37. Oleh karena itu, untuk pengendalian persediaan pada level 0 digunakan teknik lotting Wagner-Whitin dan untuk pengendalian persediaan pada level 1 digunakan teknik lotting Fixed Lot. 5. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis, dapat disimpulkan bahwa: 1. Saat ini, perusahaan menggunakan teknik lotting Fixed Lot untuk mengendalikan persediaannya. Kelebihan dari teknik lotting ini adalah mudah dalam perhitungannya dan mudah dalam pengecekan pada saat akan melakukan pemesanan bahan baku. Namun, kekurangan dari teknik lotting ini adalah tingginya biaya simpan karena kemungkinan besar selalu ada persediaan akhir setiap kali pemesanan. 2. Teknik yang diusulkan adalah teknik lotting Wagner-Whitin yang telah dilakukan penyesuaian dengan teknik lotting Fixed Lot dimana jumlah ukuran lot disesuaikan dengan jumlah minimum pembelian dari supplier. Kelebihan teknik lotting Wagner-Whitin adalah dapat memberikan hasil yang optimal dan biaya yang minimum. Namun, karena teknik tersebut menggunakan program dinamis serta pendekatan yang matematis, maka perhitungan yang dilakukan pun sangat rumit sehingga hal tersebut menjadi kekurangan teknik lotting Wagner-Whitin. 3. Total biaya pengendalian persediaan apabila menggunakan teknik lotting perusahaan adalah sebesar Rp 719.542.327, sedangkan apabila menggunakan teknik lotting usulan biayanya adalah sebesar Rp 616.166.238. Persentase penghematan yang diperoleh adalah sebesar 14,37. Oleh karena itu, untuk pengendalian persediaan pada level 0 digunakan teknik lotting Wagner-Whitin dan untuk pengendalian persediaan pada level 1 digunakan teknik lotting Fixed Lot. Dalam penelitian ini, penulis memberikan saran yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu sebaiknya perusahaan melakukan negosiasi dengan supplier terkait jumlah fixed lot agar dapat meminimasi persediaan akhir dan meminimasi biaya simpan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Selain itu, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kelemahan yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan periode yang digunakan dalam penerapan teknik lotting adalah per minggu agar penerapan teknik lotting lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Fogarty, D.W. 1991. Production and Inventory Management, 2 nd ed, Cincinnati: South Western Pub.Co. Gaspersz, V. 2001. Production Planning and Inventory Control, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kusuma, H. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yogyakarta: Andi. Rusdiana 2014. Manajemen Operasi, Bandung: Pustaka Setia. Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ristono, A. 2009. Manajemen Persediaan, Yogyakarta: Graha Ilmu. Tersine, R.J. 1994. Principles of Inventory and Materials Management, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Yamit, Z. 1999. Manajemen Persediaan, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Semarang, 7 Oktober 2015 81 ANALISIS DAN USULAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN PENJUALAN PADA KAFE STUDI KASUS: KAFE LUMIERE Indah Mentari, Christina, Melina Hermawan Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. Drg. Surya Sumantri no. 65, Bandung 40164 Telp. 022 2012186 E-mail: christinaeng.maranatha.edu ABSTRAK Tahun 2014 Kafe Lumiere mengalami penurunan rata-rata penjualan sekitar 22 dibandingkan tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah memberikan usulan strategi pemasaran agar dapat bersaing dengan Kafe lain, dan dapat meningkatkan penjualannya. Dalam melakukan penyusunan variabel kuesioner, digunakan bauran pemasaran 7P Product, Price, Place, Promotion, People, Process, Physical Evidence. Penelitian ini menggunakan Correspondence Analysis CA untuk menggambarkan posisi unggul ataupun kelemahan dari Kafe Lumiere terhadap Kafe Che.co, pesaingnya dan juga Importance Performance Analysis IPA untuk mengetahui variabel yang menjadi prioritas perbaikan, serta pengujian hipotesis untuk mengetahui kepuasaan konsumen. Hasil profil responden konsumen Kafe Lumiere adalah mahasiswa perguruan tinggi. Kafe Lumiere memberikan harga yang bisa dijangkau oleh mahasiswa dengan uang saku Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, memberikan beberapa jenis makanan dan snack serta menu minuman, khususnya minuman jenis kopi, memberikan kenyamanan bagi konsumen dengan fasilitas wifi yang tersedia. Berdasarkan positioning agar konsumen lebih teringat akan Kafe Lumiere, dapat dirancang sebuah slogan “Lumiere, time for you hanging out”. Dilihat dari segmentasi Kafe Lumiere, tujuan konsumen berkunjung adalah untuk makan. Menu keunggulan dari Kafe Lumiere adalah minuman jenis kopi. Usulan-usulan yang diberikan antara lain adalah melakukan inovasi produk, mendekor ulang ruangan digabungkan dengan fasilitas, memberikan pelatihan bagi pekerja, mengembangkan jaringan promosi dan usulan lainnya. Kata Kunci: Correspondence Analysis ; Importance Performance Analysis

6. LATAR BELAKANG MASALAH

Daerah Jatinangor merupakan salah satu kawasan di Bandung yang menjadi lokasi berdirinya beberapa kampus besar. Situasi daerah kampus yang ramai oleh mahasiswa menjadi lokasi yang cocok untuk membuka bisnis, baik bisnis kos-kosan dan juga bisnis dalam bidang makanan seperti kafe. Para mahasiswa yang kuliah di kampus di daerah ini seringkali berkumpul untuk makan bersama-sama sambil mengerjakan tugas-tugas di kafe. Dengan trend tersebut banyak sekali tempat makan atau juga tempat hangout di Daerah Jatinangor menggunakan konsep kafe. Kafe Lumiere adalah sebuah usaha yang bergerak dibidang jasa kafe di Daerah Jatinangor yang berlokasi tepat di Jalan Raya Jatinangor. Kafe Lumiere mulai beroperasional 17 Oktober 2012. Semenjak keberadaan dari Kafe Lumiere yang berdiri pada tahun 2012, Kafe Lumiere memiliki banyak pesaing yang juga menawarkan menu sejenis yang tentunya memiliki cita rasa berbeda. Masalah yang dihadapi oleh Kafe Lumiere terjadinya penurunan tingkat penjualan. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak pemilik, menyebutkan bahwa terjadi penurunan rata-rata penjualan pada tahun 2013 dan 2014 sekitar 22. Pihak pemilik menginginkan adanya perbaikan agar pendapatan bisa mencapai seperti pendapatan rata-rata tahun 2013 atau bahkan lebih.

7. STUDI PUSTAKA

Menurut Supranto, berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan penilaian performansipenampilan maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 1. Semarang, 7 Oktober 2015 82 Gambar 1. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis Menurut Supranto, tujuan dari Correspondence Analysis CA adalah untuk menggambarkan posisi dari sebuah obyek penelitian terhadap obyek yang lainnya dalam bentuk pembuatan grafik map, berdasarkan kemiripan similarity dari obyek-obyek tersebut. CA adalah sebuah peta yang menggambarkan representasi grafik dari posisi relatif merek dalam pasar, dimana titik-titik yang terdapat dalam peta tersebut merupakan positioning yang didasari oleh persepsi pelanggan yang diperoleh dari hasil riset pasar. CA dapat menjelaskan pasar dimana terdapat kunci karakteristik persepsi pembeli dari produk yang bersaing. Analisis CA berguna untuk memilih strategi penentuan sasaran pasar dan memutuskan bagaimana menentukan posisi produk dan merek. 8. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian pendahuluan dilakukan dengan wawancara, identifikasi masalah, pembatasan masalah yaitu bahwa penelitian ini tidak memperhatikan daya beli konsumen pada Kafe Lumiere. dan tujuan penelitian, yaitu mengetahui faktor apa saja yang dipentingkan konsumen dalam memilih kafe, mengetahui hasil kepentingan dan performansi dalam Kafe Lumiere menurut konsumen, mengetahui keunggulan maupun kelemahan Kafe Lumiere dibandingkan pesaingnya, mengetahui tingkat kepuasaan konsumen terhadap Kafe Lumiere, mengetahui hasil Segmentngi, Targetting dan Positioning dari penelitian baru, serta memberikan usulan strategi perbaikan mengenai hal-hal apa saja yang meningkatkan penjualan di Kafe Lumiere. Langkah selanjutnya adalah mencari variabel-variabel apa yang diidentifikasi, pengidentifikasian ini dilakukan dengan menyesuaikan keadaan objek penelitian, kemudian peneliti akan membuat pertanyaan mengenai atribut-atribut yang dianggap penting oleh pelanggan Kafe Lumiere. Penyusunan ini berdasarkan pada 7P, yaitu : product, price, place, promotion, people, process, dan physical evidance. Selain mencari atribut-atribut yang dianggap penting pada kuesioner pendahuluan ini juga mencari pesaing dari Kafe Lumiere. Kuesioner pendahuluan disebarkan sebanyak 30 buah, hal ini disesuaikan dengan syarat uji normal . Hasil kuesioner pendahuluan digunakan untuk mengetahui pesaing kafe lumiere dan faktor kepentingan konsumen dalam kafe tersebut. Adapun bentuk kuesioner pendahuluan adalah semi terbuka, karena kuesioner sebagian berupa isian dan sebagian berupa pilihan. Tempat penyebaran kuesioner pendahuluan ini dilakukan di Kafe Lumiere, karena ingin mendapatkan informasi dari orang yang sering berkunjung di Kafe Lumiere dan juga karena terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk Kafe Lumiere yang akan digunakan pada variabel penelitian. Setelah dilakukan penyebaran kuesioner pendahuluan maka kuesioner pendahuluan ini diolah dengan menggunakan metode Cochran Q test untuk mengetahui faktor apa saja yang dianggap penting bagi konsumen dalam mengunjungi sebuah kafe. Berikut pengujian variabel menggunakan metode Cochran Q test. Struktur Hipotesis H o : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang sama H 1 : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi Jawaban YA yang berbeda Taraf nyata :  Struktur Uji : 1 Dimana : k = Jumlah atribut pertanyaan Semarang, 7 Oktober 2015 83 C j = Kolom atribut R j = Baris responden Wilayah Kritis : Q Q ,v  Tabel Chi-Square Gambar 2. Wilayah Kritis Uji cochran Keputusan Terima H o atau Tolak H o Kesimpulan : Semua atribut yang diuji memilikitidak memiliki proporsi jawaban Ya yang sama Setelah itu diperoleh kesimpulan, namun apabila keputusan tolak Ho yang berarti kesimpulannya adalah semua atribut tidak memiliki proporsi jawaban Ya sama maka atribut yang nilai cj yang paling kecil dibuang hingga menghasilkan pengujian dengan keputusan terimaHo. Kuesioner penelitian disusun berdasarkan hasil kuesioner pendahuluan, kuesioner penelitian terbagi atas dua, yaitu kuesioner penelian bagian pertama dan kuesioner penelitian bagian kedua. Pada kuesioner penelitian bagian pertama, berisi profil responden adalah pilihan berganda serta skala likert untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih kafe. Perilaku konsumen dibentuk oleh faktor pengaruh lingkungan, faktor pribadi, faktor psikologis. Skala untuk perilaku konsumen terdiri dari 4 skala, yaitu 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, dan 4 = sangat setuju Pada kuesioner penelitian bagian kedua, ingin diukur pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu kejadian. Kuesioner ini dibuat untuk mengetahui tingkat kepentingan responden, tingkat performansi untuk IPA Important Performance Analysis dan memilih yang lebih baik dari setiap variabel antara kafe lumiere dengan kafe pesaingnya pada CA Correspondence Analysis . Skala Tingkat Kepentingan yang tertera pada kuesioner bagian 2 adalah 1 = sangat tidak penting, 2 = tidak penting, 3 = penting dan 4 = sangat penting. Sedangkan skala untuk Tingkat Performansi adalah 1 = sangat tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = baik dan 4 = sangat baik Teknik sampling yang dipakai adalah teknik non-probability sampling, jenis non-probability sampling yang dipakai untuk kriteria responden adalah purposive sampling. Kriteria responden untuk purposive sampling yaitu responden yang pernah berkunjung ke Kafe Lumiere dan kafe pesaing yaitu Kafe Che.co. Penentuan jumlah sampel kuesioner penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus Paul D. Leedy atau proporsi: 2 dimana : N : ukuran sampel z : standard score untuk α yang dipilih e : tolerable error kesalahan yang dapat ditolerir 1- α : tingkat kepercayaan 95 α : tingkat ketelitian 5 p : proporsi populasi yang akan diteliti, jika tidak dapat memperkirakan proporsi populasi maka diambil kemungkinan terburuk p = 0,5  Wilayah penerimaan Q