Semarang, 7 Oktober 2015
93
PENGEMBANGAN KONSEP HUMAN-CENTERED DESIGN DALAM
PENGELOLAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG
Novie Susanto
1
, Thomas Triadi Putranto
2
, Dwijanto, J.S.
2
, Sharanica A.Sahara
1
, Dyah Ayu
Puspaningtyas
1
1
Program Studi Teknik Industri
2
Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239 Telp. 024 7460052
Email: novie.susantoft.undip.ac.id
ABSTRAK Kota Semarang merupakan kota dengan morfologi yang cukup bervariasi sehingga berdampak langsung
pada potensi gerakan tanah atau potensi bencana longsor. Faktor manusia dalam manajemen bencana tanah longsor harus dipertimbangkan karena manusia merupakan pemegang peranan penting dalam
peristiwa tersebut baik sebagai penyebab maupun korban bencana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model manajemen bencana berbasis kepentingan manusia yang terstandar dengan studi
kasus di daerah rawan longsor di Kota Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pemetaan perilaku warga di daerah rawan longsor Kota Semarang untuk mengetahui
kondisi fisik dan mental warga menghadapi potensi bencana longsor. Analisis faktor kemudian digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dan faktor yang terbentuk dalam manajemen
bencana. Dari hasil penelitian, didapatkan desain detail model yang digunakan dalam manajemen bencana tanah longsor. Model dikembangkan berdasarkan human factor toolkit yang diadaptasi untuk
mengakomodasi kepentingan stakeholder dalam manajemen bencana seperti warga di daerah rawan bencana, pemerintah lokal dan satuan pelaksana. Tahapan yang didapatkan untuk model manajemen
bencana berbasis kepentingan manusia adalah major disaster scenario, human error analysis, safety critical task dan penentuan Performance Influencing Factors PIF yang didapatkan berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner bagi warga di daerah rawan bencana. Hasil kuesioner ini akan dianalisis untuk mendapatkan peta perilaku warga di daerah rawan bencana untuk kemudian digunakan sebagai input
untuk analisis faktor yang perlu diperhatikan lebih lanjut dan detail dalam desain model manajemen bencana berbasis kepentingan manusia.
Kata Kunci:
manajemen bencana, human factor toolkit, peta perilaku, analisis faktor, tanah longsor longsor
1. PENDAHULUAN
Bencana alam merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat diduga terjadinya. Pengetahuan dan pendidikan mengenai bencana alam mutlak diperlukan oleh masyarakat daerah rawan
bencana untuk mencapai kondisi aman, tanggap dan tangguh dalam pengelolaan bencana. Sebagai Ibukota Propinsi Jawa Tengah Kota, Semarang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat ditandai
dengan pelaksanaan pembangunan di semua bidang yang sedang berjalan saat ini. Perkembangan ini harus diimbangi dengan penanganan yang lebih spesifik terhadap pengendalian bencana untuk
melindungi aset dan hasil pembangunan yang telah dicapai serta memberikan rasa aman dari bahaya bencana baik sebelumpra maupun saat terjadi bencanatanggap darurat maupun pasca bencana.
Prakiraan curah hujan pada bulan Maret 2015 di Kota Semarang yang mencapai 150-400 mmbulan BMKG Semarang, 2015 selain memberikan sisi positif yakni terjaminnya pasokan
bagi sumber air baku tentu juga mendatangkan kekhawatiran akan timbulnya bahaya geologi lainnya, yakni bencana tanah longsor di beberapa tempat yang rawan terhadap longsor. Tercatat pada bulan
Januari 2015, k ejadian di Kampung Trangkil Baru, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota
Semarang, itu terjadi selama dua hari berturut-turut sejak Rabu hingga Kamis, 23 Januari 2014 Faisol, 2015. Selain itu dari catatan Badan Penanggulangan Bencana DaerahBPBD Kota Semarang untuk
Tahun 2012 Purba, 2014 sebanyak 27 kejadian tanah longsor di Kota Semarang dipicu oleh hujan deras yang terjadi selama beberapa waktu. Lokasi longsor terjadi di Kecamatan Candisari, Gajahmungkur,
Ngalian, Semarang Barat, Pedurungan dan Tembalang. Selain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi,
Semarang, 7 Oktober 2015
94 kondisi geologi yang meliputi morfologi daerah tersebut seperti perbukitan dan slope, keberadaan struktur
geologi sesar yang mengontrol, serta kondisi litologibatuan yang menyusun daerah tersebut. Purba 2014 melakukan kajian pembuatan zona rawan longsor di Kota Semarang dengan
melalukan pembobotan parameter meyimpulkan bahwa Kota Semarang dibagi dalam 5 lima tingkat kerawanan bencana longsor yakni:
a. Sangat rawan b. Rawan
c. Cukup rawan d. Agak rawan
e. Tidak rawan
Gambar 1. Peta kerawanan longsor Kota Semarang Purba, 2014.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa daerah yang sangat rawan tersebar setempat-setempat di bagian selatan Mijen, Banyumanik, Semarang Barat dan Ngalian sekitar 0,31, sementara zona rawan tersebar
sebesar 1,2 tersebar di Ngalian, Mijen, Gunungpati, Candisari, Banyumanik, Tembalang, Pedurungan. Zona cukup rawan tersebar sebesar 13,32 sedangkan dominan adalah agak rawan sebanyak 60,51
sisanya 24,66 tidak rawan yang terletak di utara Kota Semarang. Lokasi cukup rawan dan agak rawan longsor tersebar dominan dari bagian tengah Perbukitan Candi hingga kawasan perbukitan di selatan
Kota Semarang.
Dari faktor manusia, pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan penanganan bencana. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat diwujudkan melalui
pemahaman perilaku masyarakat terhadap pencegahan bencana, pemahaman mengenai faktor peralatan dan pembentukan komitmen masyarakat terhadap rencana pengamanan yang dibuat oleh Pemerintah Kota
Semarang bersama dengan masyarakat. Kebijakan dan program yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang selama ini masih berfokus kepada institusi pemerintah sebagai pihak yang melayani tanggap
darurat dan pasca bencana padahal masyarakat umum terutama penduduk di daerah rawan bencana sangat memerlukan pembinaan dan pendidikan memadai mengenai kondisi daerahnya. Hal ini memerlukan
pemetaan kesiapan fisik dan mental warga terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam dilanjutkan dengan peningkatan pengetahuan warga tentang kondisi daerah rawan bencana tersebut melalui
rekomendasi dan sosialisasi pengelolaan bencana berdasarkan hasil pemetaan tersebut. Kesiapan masyarakat dalam pengelolaan bencana dapat dipetakan melalui wawancara berbasis kuesioner untuk
Semarang, 7 Oktober 2015
95 mendapatkan data perilaku masyarakat dalam mencegah, menghadapi dan menanggulangi bencana tanah
longsor. Tujuan penelitian ini adalah memetakan perilaku penduduk dalam mencegah, menghadapi dan
menanggulangi bencana tanah longsor.
2. STUDI PUSTAKA
a Bahaya Longsor di Kota Semarang dan Penyebabnya
Kota Semarang merupakan salah satu kota besar yang memiliki keunikan dari segi morfologi. Kota ini terbagi dalam dua morfologi yang kontras dengan jarak sangat berdekatan. Kawasan kota bawah
di bagian utara berbatasan langsung dengan pantai. Sementara kawasan perbukitan di bagian selatan jaraknya sangat pendek. Kawasan kota yang berada di bawah tentu rawan banjir dan rob, sementara
daerah perbukitan rawan longsor. Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang memiliki titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran, Gunungpati, Gajahmungkur, Tembalang,
Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur tanah di kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan dengan struktur tanah yang labil.
Skepton dan Hutchinson 1969 menyatakan bahwa tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Banyak faktor semacam kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas
lereng yang mengakibatkan terjadinya longsoran. Gerakan massa tanah terjadi jika dipenuhi tiga keadaan, yaitu:
1. Kelerengan cukup curam. 2. Terdapat bidang gelincir di bawah permukaan tanah yang kedap air.
3. Terdapat cukup air dari hujan di dalam tanah di atas lapisan kedap, sehingga tanah jenuh air.
b Manajemen Bencana
Pengelolaan bencana didefinisikan sebagai pengaturan tentang manajemen efek yang berpotensi merugikan dari sebuah peristiwa, termasuk contohnya pengaturan mitigasi, pencegahan, persiapan,
respond dan pemulihan dari sebuah bencana. Penelitian mengenai bencana dapat dipahami secara luas sebagai sebuah penyellidikan sistemastis mengenai situasi sebelum dan sesudah bencana serta
permasalahan manajemen bencana yang relevan Office of the Queensland Parliamentary Counsel, 2003.
Strategi pengelolaan manajemen yang direkomendasikan dari berbagai literatur selalu mengacu pada Office of the Queensland Parliamentary Counsel 2003 dan dapat diringkas sebagai berikut:
1. Identifikasi, dukungan dan pengaturan prioritas sumber daya. 2. Pemahaman pelajaran yang diidentifikasi untuk mengembangkan kebijakan, mengatur alokasi
penelitian, perencanaan dan sumber daya. 3. Membangun sebuah web yang berisi infomasi terkini dan up-to-date yang dapat diakses oleh
stakeholder untuk berbagi informasi mengenai manajemen bencana.
4. Transfer pengetahuan ke arah praktek melalui ulasan rencana dan sistem prosedural dan proses. 5. Memungkinkan akses penelitian
6. Membangun hubungan formal dengan para peneliti dan institusi penelitian untuk mendapatkan pengetahuan tentang manajemen bencana menjadi kebijakan dan latihan yang efektif.
7. Mengenali dan menggabungkan prinsip-prinsip properti intelektual di semua aktivitas penelitian. 8. Menggunakan metode berbasis bukti untuk mengukur, memonitor dan meningkatkan hubungan
dan pendidikan komunitas. Upaya manajemen bencana harus direncanakan dengan baik berdasarkan 4 fase yang
direkomendasikan yaitu pencegahan, persiapan, respon dan pemulihan. Fase pertama dan diprioritaskan dalam penelitian ini adalah pencegahan yang dilakukan melalui sisi teknis dengan penentuan karakteristik
bidang gelincir pada masing-masing zona rawan longsor dan pengembangan konsep human-centered design
untuk pengelolaan bencana terfokus pada warga yang bertempat tinggal di zona rawan tersebut.
c Human Factors Toolkit
Kunci utama pemahaman konsep keselamatan manusia dalam fungsi ergonomi adalah penurunan tingkat kesalahan dan perilaku yang terpengaruh oleh kesalahan tersebut. Definisi faktor
manusia human factors meliputi 3 aspek yang saling berkorelasi yaitu pekerjaan, individual dan organisasi. Detail untuk setiap aspek dapat dilihat pada Gambar 2.