Semarang, 7 Oktober 2015
47
4.2.1. Stratifikasi Cacat
Stratifikasi bertujuan untuk mengelompokkan data jenis cacat yang terjadi berdasarkan kesamaan karakteristik cacat untuk menentukan seberapa serius suatu cacat. Pengelompokkan cacat
tersebut dibagi menjadi tiga karakteristik, yaitu cacat kritis adalah cacat yang tidak dapat diperbaiki dan mengurangi fungsi dari produk, cacat mayor adalah cacat yang tidak dapat diperbaiki tapi masih
ditoleransi oleh konsumen dan cacat minor yaitu cacat yang bisa diperbaiki, masih ditolerir oleh konsumen dan terkait dengan penampilan produk. Daftar stratifikasi dapat dilihat pada tabel 2.
.
Tabel 1. Critical To Quality
Sumber : Hasil wawancara dan observasi didampingi bagian Processing, 2014
Semarang, 7 Oktober 2015
48
Tabel 2. Stratifikasi
Sumber : Hasil wawancara dengan Bagian Produksi, 2014
4.2.2. Diagram Pareto
Diagram Pareto dibentuk untuk menentukan cacat yang menjadi prioritas dan memerlukan penanganan terlebih dahulu. Pada penelitian ini, cacat kritis dibobot 9, cacat mayor dibobot 3 dan cacat
minor dibobot 1 Besterfield, 1994. Diagram pareto adalah seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Diagram Pareto
Berdasarkan Diagram Pareto, diperoleh urutan jumlah cacat dari yang terbesar sampai jumlah cacat terkecil untuk prioritas penanganan cacat. Dengan penggunaan Diagram Pareto maka yang akan
menjadi bahasan minimal 75 cacat. Pada kasus ini yang dibahas yaitu cacat Piece Kecil dengan persentase cacat 27,52, cacat Stain dengan persentase cacat sebesar 23,80, cacat Jarum Ke tengah
sebesar 16,04, cacat Benang Kecabut sebesar 12,56, dengan total 79.91.
4.2.3. Peta Kendali
Peta kendali dibuat untuk mengetahui apakah cacat yang menjadi prioritas utama untuk dilakukan perbaikan masih dalam batas kendali atau tidak. Berikut peta kendali untuk cacat yang terjadi pada kain
jenis A di perusahaan untuk ke-4 jenis cacat yang menjadi prioritas, seperti pada gambar 4 sampai 7. Dari gambar peta kendali dapat dilihat bahwa proses yang berlangsung masih belum normal,
sehingga memang perlu dilakukan perbaikan kualitas pada proses produksi untuk mengurangi cacat.
4.3. Tahap Analyze
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui akar dari permasalahan yang terjadi dari masing-masing jenis cacat dengan membuat FTA Fault Tree Analysis dan untuk mengetahui potensi-potensi dari
kegagalan yang dapat terjadi, juga untuk mengetahui prioritas penanganan dengan membuat FMEA Failure Mode and Effect Analysis.
Semarang, 7 Oktober 2015
49
Gambar 4. Peta Kendali U Cacat Piece Kecil Gambar 5. Peta Kendali U Cacat Stain
Gambar 6. Peta Kendali U Cacat Jarum Ke tengah Gambar 7. Peta Kendali U Cacat Benang Kecabut
4.3.1. Fault Tree Analysis
FTA dipergunakan untuk mencari akar penyebab terjadinya cacat. Pembentukan FTA dilakukan
dengan penelusuran proses dengan melakukan wawancara dengan bagian produksi, termasuk operator dan juga dengan melaksanakan observasi langsung saat proses dikerjakan, untuk mengetahui apa yang
menjadi potensi penyebab cacat. Hasil dari penelusuran berupa FTA dapat dilihat pada gambar 8 sampai 11.
4.3.2. Failure Mode Effect Analysis
FMEA menggunakan sistem analisis pendekatan bottom-up approach yang dimana alat ini juga
mengidentifikasikan desain signifikan atau karakteristik proses yang memerlukan pengendalian khusus yang bertujuan untuk mencegah kegagalan. Tabel FMEA adalah seperti pada tabel 3. Dari tabel ini
kemudian dapat diketahui prioritas penanganan dengan melihat nilai Risk Priority Number RPN seperti pada tabel 4.
4.4.
Tahapan Improvement dan Control
Kedua tahap ini diserahkan kepada perusahaan karena sudah sangat terkait dengan teknis pelaksanaan di perusahaan, dan sudah dalam kewenangan yang lebih luas dari perusahaan. Untuk
improvent diusulkan untuk menggunakan 5W + 1H yaitu siapa who, mengapa why, kapan when, di mana where dan what apa + bagaimana how. Dalam tahap ini, perusahaan secara teknis dan dibawah
kendali supervisor yang harus menentukan. Tahap control akan mengamati apa yang terjadi, sesuai target perusahaan dan mengadakan langkah rencana baru, dimulai lagi dari tahap define.
Semarang, 7 Oktober 2015
50
Gambar 8. FTA Cacat Piece Kecil
Ujung kain antar piece tidak sama saat kain akan
disambung di mesin Unrolling
Operator tidak memperhatikan saat posisi
pinggir kain masuk ke mesin Stenter
Cacat Jarum Ketengah
Pinggiran kain tidak sama saat akan memasuki proses penstabilan
dimensi di mesin stenter Bagian pinggir kain melipat pada
saat masuk ke mesin Stenter Sensor pinggir
kain rusak
Operator tidak mengikuti prosedur
untuk memeriksa posisi kain saat akan
masuk ke mesin stenter
Operator ceroboh
Tidak dilakukan pemeriksaan lebar
kain terlebih dahulu saat masuk ke lantai
produksi Lebar kain greige tidak
sama antar piecenya
Gambar 9. FTA Cacat Jarum Ke Tengah
2
nd
Ann u
a l Co
n fer
en ce in Ind
u str
ia l an
d Sys
tem E n
g in
eerin g
IS B
N: 97 8
-979 -9
7 5
7 1
-6 -6
S ema
ra n
g ,
7 Okto
b er
2015
51
Gambar 10. FTA Cacat Stain
Cacat Stain
Permukaan kain terkena stampat seperti oli untuk
melumasi roll di mesin Kerak oli meleleh dan
menetes pada permukaan kain saat
kain di mesin stenter Kain bergeser ke roll di
mesin unrolling, dimana roll di mesin terdapat
stampat Di dinding cerobong
mesin stenter terdapat kerak oli sisa dari uap
oli yang dipanaskan Pemosisian tempat untuk kain
greige masuk ke mesin
Unrolling terlalu mepet ke salah satu sisi samping mesin
Unrolling
Kain greige kotor
Kain greige membentur benda yang mengandung
oli Kain greige terjatuh
di tanah yang ada ceceran olibensin
forklift Operator kurang
berhati-hati saat mengirim kain greige
menggunakan forklift ke lantai produksi
Tidak ada prosedur untuk dilakukan pengikatan kain
greige pada saat dikirim ke
lantai produksi menggunakan forklift
Operator tidak tahu prosedur kerja di
mesin Unrolling Saat operator akan menurunkan
kain dari mesin Jet Dyeing, sisa potongan kain sampel terjatuh
ke keranjang dari kantung baju operator
Sisa potongan kain sampel dimasukan ke kantong baju
setelah operator membawa kain sampel ke laboratorium
Di keranjang masih ada sisa zat warna
Operator tidak memeriksa
kebersihan keranjang saat akan digunakan
Sirkulasi pembuangan uap panas di mesin
melalui cerobong terganggu
Mesin mati ketika suhu dalam keadaan
tinggi
Mati listrik Permukaan kain terkena
lunturan dari potongan sisa kain sampel yang terjatuh di
keranjang
Operator mengejar target produksi
Operator tidak mengikuti prosedur untuk membuang
sisa potongan kain sampel ke tempat sampah
Operator tidak bersih saat membersihkan keranjang
untuk menampung output di mesin Jet Dyeing
Operator terburu-buru saat membersihkan
keranjang saat akan digunakan
Operator ceroboh saat bekerja
Operator malas memeriksa
keranjang sebelum digunakan
Di sekitar mesin Jet Dyeing tidak tersedia
tempat untuk menampung sisa
potongan kain sampel
Semarang, 7 Oktober 2015
52
Cacat Benang Kecabut
Benang tersangkut di permukaan mesin yang cacat
Permukaan mesin ada yang cacat Pada saat kain di proses di mesin Unrolling penyambungan
antar piece dan saat di mesin Stenter, jarum-jarum dari kedua mesin tersebut menempel pada kain dan terbawa pada
saat kain masuk ke mesin lainnya untuk diproses lebih lanjut. Permukaan mesin cacat karena terjadi gesekan antara
jarum-jarum tersebut dengan dinding mesin Operator mesin Unrolling dan mesin
Stenter tidak melakukan pemeriksaan kondisi kain setelah
proses selesai di mesin tersebut Operator tidak
mengikuti prosedur untuk melakukan pemeriksaan
terhadap kondisi kain setelah proses Unrolling dan
proses penstabilan dimensi kain di mesin Stenter
Rajutan kain greige tidak rapat, sehingga terdapat jarak antar benang
Kualitas kain greige jelek yang dibeli dari
dari luar Saat pemeriksaan kain
greige di weaving
Gistex ada yang lolos
Gambar 11. FTA Cacat Benang Kecabut
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa perusahaan masih memiliki masalah kualitas, dapat dilihat dari tingginya persentase cacat, dan juga kondisi proses yang tidak normal yang
ditunjukkan oleh peta kendali. Dari hasil Diagram Pareto, ternyata 79.91 cacat dapat dieliminasi bila 4 jenis cacat dieliminasi, yaitu cacat piece kecil, cacat stain, cacat jarum ke tengah dan cacat benang
kecabut. Cacat piece kecil dan jarum ke tengah termasuk cacat mayor, cacat stain dan benang kecabut termasuk cacat minor.
Usulan yang diberikan adalah sesuai dengan akar penyebab yang ditelusuri melalui FTA, dan urutan RPN yang diidentifikasi dari FMEA yang disusun, dengan prioritas tertinggi adalah membuat
prosedur pemeriksaan kondisi kain greige. Dari penelitian ini juga dapat dilihat bahwa permasalah kualitas masih menjadi masalah bagi
sebagian besar perusahaan di Indonesia, bahkan perusahaan besar sekalipun. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena kualitas adalah salah satu daya saing yang perlu dimiliki oleh perusahaan di era
persaingan yang ketat dan menuju globalisasi seperti saat ini. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilanjutkan dengan berbagai metoda seperti penerapan Quality
Function Deployment QFD, Theory of Inventive Problem Solving TRIZ dan lain-lain, dan penelitian
untuk jenis-jenis kain yang lain.
Tabel 3. FMEA
Semarang, 7 Oktober 2015
53
Nama :Kain Jenis A Mode
Kegagalan Potensial
Akibat Potensial
Sev Penyebab Kegagalan Potensial Occ Pengendalian
Sekarang Det RPN Tindakan yang Direkomendasikan
Instruksi di kartu proses dicetak tidak jelas
210 Cek tinta untuk print kartu Tidak ada pemeriksaan kartu proses
setelah mencetak instruksi order di kartu proses
210 Pembuatan SOP pemeriksaan kartu proses 210 Memperketat sistem QC in line di bagian tenun
210 Membuat dan menerapkan prosedur untuk
pemeriksaan panjang kain greige saat masuk lantai produksi
Banyak cacat pada dyeing 210 Memperketat sistem QC in line di bagian dyeing
Operator kurang berhati-hati saat mengirim kain greige dengan forklift ke
lantai produksi 112 Membuat prosedur pemeriksaan kondisi kain greige
Tidak ada prosedur untuk melakukan pengikatan kain greige saat pengiriman
112 Membuat dan menerapkan prosedur penutupan kain graige dengan plastik saat pengiriman
Operator ceroboh 112 Merancang sistem kerja
Operator mengejar target produksi 112 Mengatur jadwal produksi
Di sekitar mesin jet dyeing tidak ada tempat untuk menampung sisa
potongan kain sampel 112 Menyediakan tempat untuk menampung sisa potongan
kain sampel di sekitar mesin jet dyeing Operator tidak tahu prosedur kerja di
mesin unrolling 112
Menempel prosedur kerja di dekat tiap mesin Dinding cerobong mesin stenter ada
kerak oli 112
Membuat jadwal rutin pembersihan cerobong mesin stenter
Aliran listrik terhenti 112 Menggunakan gen set
Sensor pinggir kain rusak 105 Membuat jadwal pemeriksan sensor mesin stenter
Lebar kain antar piece tidak sama 105 Membuat prosedur pemeriksaan kondisi kain greige
Operator tidak mengikuti prosedur memeriksa kondisi kain greige sebelum
masuk stenter 105 Sistem reward and punishment
Operator ceroboh 105 Merancang sistem kerja
Ada lolos inspeksi di bagian tenun 96
Membuat prosedur pemeriksaan kondisi kain greige 96
Memilih supplier yang lebih baik 96
Membeli kain dengan kualitas lebih baik Operator tidak mengikuti prosedur
pemeriksaan terhadap kondisi kain 96
Sistem reward and punishment 4
6 4
Kualitas kain greige beli dari luar jelek Benang
Kecabut Mengurangi
penampilan Jarum
Ketengah Mengurangi
penampilan
Pemeriksan 100 di akhir
proses 6
7
7 5
3 Pemeriksan
100 di akhir proses
Pemeriksan 100 di akhir
proses 4
Stain Mengurangi
penampilan Pemeriksan
100 di akhir proses
6 5
Piece Kecil Kain
berkurang fungsi
7 Hasil proses kain greige banyak cacat
Tabel 4. Prioritas Usulan Perbaikan
No Tindakan yang direkomendasikan
RPN RPN
1 Membuat prosedur pemeriksaan kondisi kain greige 313 11.381818
2 Merancang sistem kerja 217 7.8909091
3 Cek tinta untuk print kartu 210 7.6363636
4 Membuat dan menerapkan prosedur untuk pemeriksaan 210 7.6363636
5 Memperketat sistem QC in line di bagian dyeing 210 7.6363636
6 Memperketat sistem QC in line di bagian tenun 210 7.6363636
7 Pembuatan SOP pemeriksaan kartu proses 210 7.6363636
8 Sistem reward and punishment 201 7.3090909
9 Membuat dan menerapkan prosedur penutupan kain gra 112 4.0727273
10 Membuat jadwal rutin pembersihan cerobong mesin ste 112 4.0727273
11 Menempel prosedur kerja di dekat tiap mesin 112 4.0727273
12 Mengatur jadwal produksi 112 4.0727273
13 Menggunakan gen set 112 4.0727273
14 Menyediakan tempat untuk menampung sisa potongan k 112 4.0727273
15 Membuat jadwal pemeriksan sensor mesin stenter 105 3.8181818
16 Membeli kain dengan kualitas lebih baik 96 3.4909091
17 Memilih supplier yang lebih baik 96 3.4909091
DAFTAR PUSTAKA Besterfield, E.H., 1994. Quality Control, United State of America : Prentice Hall, Inc.
Feigenbaum A. V. 2004. Total Quality Control, New York : Mc Graw-Hill Professional.
Semarang, 7 Oktober 2015
54 Gazperz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO
9001:2000 , MBNQA dan HACCP, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Lestari M. 2014. Analisis dan Usulan Perbaikan Kualitas Menggunakan Metode DMAIC di PT ‘X’.
Skripsi. Program Studi Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Pande, P., Neuman R.P., Cavanagh, R.R. 2000. The Six Sigma Way, How GE, Motorola and Ohter Top
Companies are Honing Their Performance , New York : Mc Graw-Hill Education.
Pyzdek, T., Keller, P. 2009., New York : The Six Sigma Handbook Mc Graw-Hill Education. Yang, K, El-Haik, B.S. 2009. Design for Six Sigma, A Roadmap for Product Development, United
States : Mc Graw Hill Companies, Inc.
Semarang, 7 Oktober 2015
55
ANALISIS SKALA PRIORITAS INDIKATOR KINERJA ASPEK MANAJEMEN DAN KURIKULUM PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN
TINGGI SWASTA
Lamatinulu, Muhammad Dahlan
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia Jl. Urip Sumoharjo Km.05, Makassar, 90231
Email: lamatinulugmail.com
ABSTRAK Jumlah program studi pada perguruan tinggi swasta di Indonesia saat ini tercatat lebih 11.000 prodi.
Perkembangan dunia pendidikan tinggi cukup kompetitif sehingga mengharuskan program studi untuk melakukan evaluasi diri, pengukuran dan perbaikan kinerja. Tahap awal persiapan rancangan
pengukuran dan perbaikan kinerja prodi adalah penetapan aspek-aspek penting yang akan diukur dalam proses penyelenggaraan prodi melalui identifikasi, validasi, spesifikasi dan pembobotan skala prioritas
Key Performance Indikators KPIs. Penelitian dilaksanakan di provisnsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang disebarkan pada 35 ketua program studi. Metode yang
digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process
AHP melalui aplikasi software Expert Choice Versi 9,0. Berdasarkan hasil pengolahan data aspek yang memiliki nilai bobot skala prioritas untuk
perbaikan kinerja program studi adalah aspek manajemen A9 dengan nilai rerata tingkat kepentingan 4,49 dan nilai bobot 0,230. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa KPIs yang menjadi skala prioritas
pada aspek manajemen program studi adalah upaya menjamin keberlanjutan melalui peningkatan mutu manajemen A9.6 dan peningkatan mutu lulusan A9.7 dengan nilai bobot skala prioritas 0,176. Pada
aspek kurikulum KPIs yang menjadi skala prioritas adalah ketersediaan SAP, Silabus, penilaian kompetensi dan rencana pembelajaran A2.6 dengan nilai bobot 0,238.
Kata kunci: indikator, kinerja, KPIs, program, study
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan jasa pendidikan tinggi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan kapasitas jasa pendidikan tinggi yang diselenggarakan pemerintah tidak lagi mampu menampung seluruh
calon peserta didik. Hal ini mendapat respon kelompok masyarakat yang lain melalui penawaran jasa pendidikan dengan beragam atribut dan kepentingan. Peraturan mengenai pendirian perguruan tinggi ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1998 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1990. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis global turut memicu meningkatnya intensitas
persaingan antar penyedia jasa pendidikan tinggi, sehingga masing-masing penyedia jasa pendidikan tinggi akan berusaha menawarkan jasa pendidikan tinggi yang berkinerja tinggi.
Perguruan tinggi di Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat khususnya perguruan tinggi swasta PTS. Berdasarkan data Direkotrat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Jumlah perguruan tinggi swasta saat ini 3.124 PTS yang menyelenggarakan 11.000 program studi. Beradasarkan data tersebut menunjukkan bahwa dunia pendidikan saat ini memang cukup
kompetitif sehingga mengharuskan lembaga pendidikan untuk terus-menerus melakukan evaluasi diri, pengukuran dan perbaikan kinerja.
Berdasarkan regulasi pemerintah yang mengharuskan sebuah program studi di perguruan tinggi swasta untuk melakukan proses akreditasi program studi sesuai yang dipersyaratkan oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi BAN-PT, maka setiap program studi dituntut untuk semakin meningkatkan kinerjanya melalui pencapaian target berdasarkan visi dan misi program studi prodi.
Untuk merealisasikan target kinerja pada sebuah program studi, maka perlu ditetapkan adanya indikator-indikator kinerja kunci Key Perfomance Indicators untuk memudahkan melakukan proses
pengukuran dan perbaikan kinerja pada program studi secara berkelanjutan, sebagiamana yang dikemukakan oleh Parmenter 2010 bahwa Key Performance Indicators KPIs memiliki peranan
penting untuk memberitahukan tentang apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja. Melalui perumusan Key Perfomance Indicators KPIs pada sebuah prodi akan memudahkan untuk
mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapat fokus perhatian dalam pengukuran dan perbaikan kinerja pada sebuah program studi.
Semarang, 7 Oktober 2015
56 Indikator kinerja utama KPIs membantu organisasi menentukan dan mengukur kemajuan menuju
tujuan organisasi. KPIs adalah pengukuran kuantitatif untuk menguji perbaikan dalam melakukan suatu kegiatan inovasi yang sangat penting diterapkan untuk keberhasilan bisnis Cox et al., 2003. Ada
beberapa interpretasi tentang KPIs. Kerr 2000 menganggap KPIs sebagai fitur penting dari sistem pengendalian manajemen untuk mendapatkan umpan balik yang berharga untuk tujuan perencanaan dan
evaluasi. KPIs juga dipandang sebagai sebuah metode untuk administrasi kebijakan dengan membantu menentukan perumusan dan implementasi kebijakan. Wang 2004 percaya bahwa dalam perencanaan
dan penilaian manajemen, KPIs merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari penilaian yang menjadi dasar untuk mengevaluasi kinerja. Wu dan Lin 2008 mendefinisikan KPIs sebagai analisis,
rangkuman dan pemilihan faktor yang sangat penting untuk keberhasilan operasi sebuah organisasi atau departemen
.
Dengan memperhatikan pengertian dan peranan KPIs bagi organisasi, maka program studi sebagai ujung tombak perbaikan kinerja sebuah organisasi perguruan tinggi swasta dipandang perlu untuk
melakukan analisis skala prioritas indikator-indikator kinerja yang akan menjadi dasar pengukuran dan perbaikan kinerja prodi yang merujuk pada aspek-aspek yang menjadi standar penilaian dan pengukuran
yang dipersyaratkan oleh sistem penjaminan mutu internal dan sistem penjaminan mutu eksternal yang telah dipersyaratkan oleh BAN-PT. Pada kajian artikel ilmiah ini secara khusus membahas tentang aspek
indikator-indikator kinerja manajemen dan kurikulum penyelenggaraan prodi di PTS melalui kajian literatur, identifikasi faktor-faktor penting yang berpotensi untuk menjadi indikator-indikator kinerja
yang akan menjadi skala prioritas. Menurut Stobie 2007, konsep kurikulum mengacu pada keragaman elemen yang dapat diidentifikasi secara terpisah sebagai kontribusi terhadap proses pembelajaran.
Elemen-elemen penting yang dapat memberikan kontribusi pada proses kegiatan belajar mengajar akan dirumuskan menjadi sebuah indikator kinerja. Dalam hal manajemen prodi terkait dengan
tata pamong governance yang merupakan sistem untuk memelihara efektifitas peran para konstituen dalam
pengambilan keputusan, pengembangan kebijakan, dan penyelenggaraan prodi. Tata pamong yang baik jelas terlihat dari lima kriteria yaitu transparansi, kredibilitas, akuntabilitas, tanggungjawab dan fairness.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan dengan Populasi penelitian adalah program studi pada Perguruan Tinggi Swasta PTS, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah beberapa responden
yang diwakili masing-masing ketua program studi pada PTS. Tahapan penelitian ini dimulai dari tahap pengumpulan informasi, tahap perumusan masalah, studi literatur, perumusan dan penetapan tujuan
pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Pada instrumen kuesioner digunakan 5 skala yang terkait dengan validasi tingkat kepentingan KPIs yakni: 1=sangat tidak penting; 2= tidak
penting; 3=kurang penting; 4=penting; dan 5=sangat penting.
Berdasarkan ruang lingkup pembahasan yang menyangkut aspek indikator-indikator kinerja pada aspek manajemen dan kurikulum maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi faktor-faktor penting yang
berkontribusi terhadap manajemen dan kurikulum prodi melalui instrumen kuesioner. Faktor-faktor tersebut dielaborasi menjadi indikator-indikator kinerja kunci, kemudian dilakukan validasi dan
spesifikasi KPIs. Selanjutnya hasil indentifikasi, validasai dan spesifikasi KPIs pada aspek manajemen dan kurikulum prodi dijadikan dasar untuk menentukan bobot skala prioritas Key Performance Indicators
KPIs dengan menggunakan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process AHP melalui aplikasi software Expert Choice Versi 9,0
.Saaty T.L.,1993
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis skala prioritas KPIs aspek manajemen program studi
Aspek manajemen yang penting untuk mendapat perhatian dalam tata kelolah program studi adalah tata pamong. Tata pamong governance adalah sistem untuk memelihara efektifitas peran para
konstituen dalam pengambilan keputusan, pengembangan kebijakan, dan penyelenggaraan prodi. Tata pamong yang baik jelas terlihat dari lima kriteria yaitu transparansi, kredibilitas, akuntabilitas,
tanggungjawab dan fairness. Untuk menjamin integritas lembaga dalam pengembangan sumber daya dan kebijakan program studi, maka perlu didukung oleh struktur tata pamong yang mencakup badan pengatur
dengan otonomi yang cukup.
Manajemen prodi idealnya memiliki tata pamong yang didukung oleh penetapan dan penegakan norma dan sistem nilai, serta dukungan institusi, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan dan
pemangku kepentingan. Sistem manajemen prodi yang baik dapat diwujudkan melalui pelaksanaan dan penegakan nilai dan norma institusi yang didukung oleh mekanisme pemberian penghargaan dan sanksi
secara konsisten dan konsekuen
.
Semarang, 7 Oktober 2015
57 Kinerja prodi pada manajemen dapat dikelolah dengan baik jika memilki indikator -indikator
kunci yang jelas. Adapun hasil identifikasi indikator kinerja pada aspek ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1: Hasil identifikasi indikator kinerja aspek manajemen program studi A9
No. Uraian Indikator
Kode 1
2 3
1 Tingkat perwujudan kepemimpinan PS yan efektif yang meliputi kepeimpinan
organisasi, kepemimpinan operasional dan kepemimpinan publik, dengan tata pamong PS, yang menjamin penyelenggaraan program studi yang kredibel,
transparan, akuntabel, bertanggung jawab, adil A9.1
2 Tingkat konsistensi impelementasi planning, organizing, staffing, leading,
controlling dalam pengelolahan PS
A9.2 3
Tingkat realisasi pelaksanaan penjaminan mutu di program studi A9.3
4 Tingkat pelaksanaan perbaikan kurikulum, proses pembelajaran, dan kegiatan
program studi melalui penjaringan umpan balik dari stakeholder A9.4
5 Tingkat upaya untuk menjamin keberlanjutan sustainability program studi melalui
usaha peningkatan animo calon mahasiswa A9.5
6 Tingkat upaya untuk menjamin keberlanjutan sustainability program studi melalui
usaha peningkatan mutu manajemen. A9.6
7 Tingkat upaya untuk menjamin keberlanjutan sustainability program studi melalui
usaha peningkatan mutu lulusan A9.7
8 Tingkat upaya untuk menjamin keberlanjutan sustainability program studi melalui
usaha pelaksanaan dan hasil kerjasama kemitraan A9.8
9 Tingkat upaya untuk menjamin keberlanjutan sustainability program studi melalui
usaha peningkatan prestasi dalam memperoleh dana hibah kompetitif.
A9.9
Melalui pengumpulan data dengan instrumen kuesioner maka diperoleh hasil tingkat kepentingan prodi terhadap indikator-indikator kinerja yang dibutuhkan pada aspek manajemen program studi A9,
telah teridentifikasi ada sembilan indikator-indikator kinerja kunci. Penetapan ini dilakukan melalui proses validasi dan spesifikasi KPIs. Gambaran tentang tingkat kepentingan KPIs pada aspek manajemen
penyelenggaraan prodi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Grafik nilai rerata kepentingan indikator kinerja aspek manajemen A9
Berdasarkan gambar grafik 1 memperlihatkan hasil validasi bahwa nilai rerata spesifikasi KPIs lebih besar dari nilai 4, sehingga dapat dinyatakan semua indikator kinerja pada aspek A9 tersebut
semuanya dianggap penting untuk digunakan sebagai indikator kinerja program studi di PTS pada aspek program program studi A2. Berdasarkan nilai rerata tersebut, maka dapat dilakukan analisis penentuan
bobot indikator kinerja, karena dapat dijadikan dasar dalam menentukan tingkat perbandingan kepentingan antara indikator-indikator kinerja pada aspek manajemen program studi. Dengan
mempertimbangkan perbandingan nilai rerata tingkat kepentingan, maka dapat disusun sebuah matriks perbandingan tingkat kepentingan dan kuesioner pairwise yang akan dianalisis melalui pendekatan
metode Analytical Hierarchy Process AHP dengan menggunakan aplikasi software Expert Choice