Semarang, 7 Oktober 2015
246 forecasting yang di dapat dan hubungannya dengan terjaditidak terjadinya inventory cost dan opportunity
cost untuk keperluan manajemen persediaan.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperlukan untuk analisa merupakan data permintaan spare part 16 periode yang diperlihatkan pada Tabel 1:
Tabel 1. Data permintaan spare part 16 periode Periode
Spare part 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16
A001
1
48 32
24 40
32 24
16 56
20 24
20 48
16 8
12 8
A002 20
12 24
12 20
24 12
32 20
12 12
28 12
8 10
4 A003
10 12
7 5
7 5
5 12
8 6
5 10
8 6
8 2
A004 24
10 28
10 24
28 10
34 24
10 10
23 12
10 3
7 A005
10 8
6 10
6 9
4 8
7 10
4 10
2 4
2 4
A006 11
10 7
10 8
10 4
9 9
7 5
9 6
4 4
4 A007
3 1
2 5
4 1
3 1
1 1
A008 3
2 1
1 3
1 1
3 1
1 1
A009 1
1 2
3 1
1 1
A010 10
6 12
8 10
14 6
14 6
4 6
12 4
1 2
2
a Analisa pemilihan metode forecasting
Pengolahan data dimulai dengan perhitungan hasil forecast untuk ketiga metode terpilih persamaan 1, 2, dan 3 yang diaplikasikan pada sepuluh jenis spare part mobil yang diambil menjadi
objek penelitian dengan menggunakan α = 0,1, α = 0,2, dan α = 0,5 untuk tiap metode. Tabel 5.2, 5.3, dan 5.4 berikut memperlihatkan salah satu contoh hasil perhitungan untuk satu spare part A001,
selanjutnya, dengan cara yang sama, dilakukan juga perhitungan forecasting untuk spare part lainnya.
Tabel 2 Perhitungan hasil forecasting A001 menggunakan metode SES
Periode Data
Aktual Hasil
Forecasting Error
α = 0,1 α = 0,2
α = 0,5 α = 0,1
α = 0,2 α = 0,5
1 48
48 48
48 2
32 48
48 48
16 16
16 3
24 47
45 40
23 21
16 4
40 45
41 32
5 1
8 5
32 44
41 36
12 9
4 6
24 43
39 34
19 15
10 Total
275 262
238 75
62 54
Tabel 3 Perhitungan Hasil Forecasting A001 menggunakan metode Croston
Periode Data Aktual
Hasil Forecasting
Error α = 0,1
α = 0,2 α = 0,5
α = 0,1 α = 0,2
α = 0,5
1 48
48 48
48 2
32 40
40 38
8 8
6 3
24 34
33 30
10 9
6 4
40 36
36 36
-4 4
4 5
32 35
35 34
3 3
2 6
24 33
32 29
9 8
5 Total
226 224
215 75
26 32
Tabel 4 Perhitungan Hasil Forecasting A001 menggunakan metode SBA
Periode Data
Aktual Hasil
Forecasting Error
α = 0,1 α = 0,2
α = 0,5 α = 0,1
α = 0,2 α = 0,5
1 48
46 44
36 2
4 12
2 32
38 36
28 6
4 4
3 24
33 30
23 9
6 1
4 40
34 32
27 6
8 13
5 32
34 31
26 2
1 6
1
Pengkodean jenis spare part dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk menyamarkan nama spare part yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk kepentingan kode etik penelitian.
Semarang, 7 Oktober 2015
247
Periode Data
Aktual Hasil
Forecasting Error
α = 0,1 α = 0,2
α = 0,5 α = 0,1
α = 0,2 α = 0,5
6 24
31 29
22 7
5 2
Total 216
202 162
75 32
28
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap forecasting error dengan menggunakan delapan metode. Hasil perhitungan yang ditampilkan pada table 5 berikut merupakan perhitungan forecasting error untuk
spare part A001. Perhitungan yang sama dilakukan untuk sembilan spare part lainnya.
Tabel 5 Hasil Rekapitulasi Forecasting Error A001
Forecasting Error ME
MAE MSE
SDE MPE
MAPE SMAPE
GRMSE SES
α = 0,1 -12,5
12,5 219,16
16,21 -44,63
44,63 34,14
1,81 α = 0,2
-10,33 10,33
640,66 27,72
-38,43 30,43
29,20 1,98
α = 0,3 -6,33
9 115,33
11,76 -25,03
25,13 26,41
1,72 Croston
α = 0,1 -4,33
4,33 45
7,34 -17,25
20,59 17,96
1,59 α = 0,2
-4 5,33
96 10,73
-15,86 19,20
13,46 1,69
α = 0,3 -25
3,83 19,5
4,83 -10,13
10,13 12,46
1,48 SBA
α = 0,1 -2,66
5,33 35
6,48 -12,08
18,47 16,78
1,56 α = 0,2
-0,33 4,66
0,66 0,89
1,83 14,27
26,51 1,12
α = 0,3 6,33
6,33 61,66
8,60 16,87
16,87 36,62
1,35
Selain perhitungan mengenai hasil forecast dan forecasting error, perlu dianalisa juga mengenai karakteristik data permintaan. Hal ini bertujuan untuk mendefinisikan secara matematis bahwa time series
yang digunakan berpola intermittent atau tidak fast moving. Pola data dianalisa dengan melihat rata-rata demand interval p masing-masing data series. Apabila p 1,32 merupakan pola data intermittent dan
apabila p ≥ 1,32 merupakan pola data fast moving Syntetos 2001. Hasil akhir analisa pemilihan metode
forecasting dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Rekapitulasi hasil analisa pemilihan metode forecasting
No Spare Part
Pola Data Forecasting
Method terpilih Forecasting Error
Method Error
1 A001
Intermittent SBA
MSE α = 0,2 0,66
2 A002
Intermittent Croston
MAE α = 0,5 0,83
3 A003
Intermittent SES
ME α = 0,5 0,33
4 A004
Intermittent Croston
MSE α = 0,5 0,16
5 A005
Intermittent Croston
MAE α = 0,5 0,66
6 A006
Intermittent Croston
MAE α = 0,5 0,67
7 A007
Fast Moving SBA
MAE α = 0,1 1,16
8 A008
Fast Moving SBA
MAE α = 0,5 1,16
9 A009
Fast Moving SBA
MAE α = 0,1 0,66
10 A010
Intermittent SBA
MSE α = 0,5 0,67
Hasil analisa diatas menggambarkan bahwa pola data fast moving dapat dimiliki oleh data time series spare part walaupun, sesuai dengan literatur yang ada, data spare part pada umumnya berpola
permintaan yang intermittent. Dari sepuluh data time series yang dianalisa, terdapat delapan jenis spare part
yang memiliki pola permintaan yang intermittent. Selanjutnya, SBA merupakan metode forecasting yang paling banyak dipilih, dibandingkan dengan Croston dan SES. Hal ini sesuai dengan penelitian-
penelitian sebelumya di area ini yang mengatakan bahwa SBA merupakan metode yang tepat untuk data intermittent
. Selain itu, metode forecasting error yang paling sering menghasilkan error terkecil dibandingkan dengan tujuh metode lainnya yaitu metode Mean Average Error MAE dengan
α yang bervariasi untuk tiap spare part.
b. Analisa hubungan hasil forecasting dengan biaya-biaya inventori Analisa ini dilakukan untuk menunjukkan relevansi antara forecasting error yang didapat pada
analisa di atas dengan biaya-biaya inventori yang terjadi opportunity dan inventory cost. Untuk analisa ini diperlukan data mengenai biaya-biaya terkait untuk tiap spare part. Tabel 7 berikut memperlihatkan
besar biaya inventori untuk tiap spare part dalam Rupiah.