Semarang, 7 Oktober 2015
117 penyebaran kuisioner tertutup dan terbuka yang bertujuan untuk merumuskan startegi-strategi yang
memungkinkan untuk dapat diterapkan pada UKM Batik Kota Pekalongan guna tercapainya GM.
b. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah usaha batik skala kecil dan menengah yang berlokasi di Kota Pekalongan. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekalongan tahun 2012,
jumlah UKM batik di Kota Pekalongan mencapai 632 unit Wahyu, 2015. Selanjutnya, berdasarkan jumlah populasi yang ada, sampel untuk penelitian ini dihitung dengan mengggunakan rumus dari Slovin
dengan α=10, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 86,33 UKM atau dibulatkan menjadi λ0 UKM. Oleh karena perbandingan jumlah unit usaha batik skala kecil dan menengah adalah 80 : 20
Wahyu, 2015, maka sampel yang diambil untuk usaha batik skala kecil berjumlah 72 unit dan usaha batik skala menengah berjumlah 18 unit. Secara rinci, jumlah sampel dari usaha batik skala kecil dan
menengah yang telah diklasifikasikan berdasarkan lokasi usaha ditunjukkan pada Tabel 4 berikut. Rincian jumlah sampel perlu diklasifikasi berdasarkan lokasi usaha karena teknik penarikan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penarikan sampel acak startifikasi stratified random sampling
. Dalam teknik penarikan sampel acak startifikasi, sebelum sampel diambil dari populasi, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan startifikasi populasi terlebih dahulu berdasarkan karakteristik
tertentu dan dalam penelitian ini, karakteristik yang digunakan adalah lokasi usaha dari UKM.
Tabel 4 Jumlah Sampel Masing-masing Kecamatan
Kecamatan Jumlah Sampel UKM
Jumlah Skala Kecil
80 Skala Menengah
20
Pekalongan Utara populasi 71 UKM; sampel 10 UKM 8
2 10
Pekalongan Timurpopulasi 110 UKM; sampel 16 UKM 13
3 16
Pekalongan Baratpopulasi 263 UKM; sampel 37 UKM 30
7 37
Pekalongan Selatan populasi 188 UKM; sampel 27 UKM 22
5 27
Jumlahpopulasi 632 UKM; sampel 90 UKM
72 18
90
4. HASIL
a. Hasil Indentifikasi dan Pembobotan atas Faktor-faktor Pendorong untuk Memfasilitasi
Terwujudnya GM
Hasil identifikasi faktor-faktor pendorong untuk memfasilitasi terwujudnya GM untuk skala usaha kecil dan skala usaha menengah dapat dilihat pada Tabel 5 berikut
Tabel 5 Hasil Identifikasi Faktor-faktor Pendorong utnuk Terwujudnya GM di Skala Usaha Kecil dan Menengah
No Faktor-faktor pendorong
Rata-rata nilai yang diperoleh dari
skala kecil Rata-rata nilai yang
diperoleh dari skala menengah
1 Keuntungan Finansial F1
4,78 4,47
2 Nama Baik UKM Batik F2
3,01 3,24
3 Konservasi Lingkungan F3
1,59 2,24
4 Kepatuhan Terhadap Peraturan F4
4,41 4,29
5 Inovasi “Hijau” F5
2,70 2,47
6 Kebutuhan Rantai Pasok F6
4,12 4,24
7 Konsumen F7
1,71 1,88
8 Permintaan Pekerja F8
2,03 2,35
9 Motivasi Internal F9
3,14 3,71
10 Tren Pasar F10
2,88 2,82
11 Pesaing F11
3,01 3,12
Faktor yang memiliki nilai rata-rata nilai antara 3 sampai dengan 5 adalah faktor-faktor pendorong yang disetujui sebagai faktor-faktor pendorong untuk terwujudnnya GM melalui penerapan teknologi bersih.
Pemilihan rentang nilai rata-rata antara 3 sampai dengan 5 dapat dijelaskan sebagai berikut. Arti dari
angka 3 pada skala Likert yang digunakan adalah “Cukup Setuju” dan angka 5 memiliki arti “Sangat Setuju”; sehingga, kondisi ini mengindikasikan bahwa UKM Batik cenderung setuju untuk mamasukkan
faktor tersebut sebagai faktor yang mendorong UKM untuk untuk menerapkan teknologi bersih. Adapun
Semarang, 7 Oktober 2015
118 arti dari angka 1 dan 2 adalah“Sangat Tidak Setuju” dan “Tidak Setuju”; sehingga, kondisi ini
mengindikasikan bahwa UKM cenderung untuk tidak setuju jika faktor tersebut dimasukkan sebagai faktor pendorong untuk penerapan teknologi bersih. Berdasrkan nlai rata-rata yang ditujukkan oleh setiap
faktor pendorong untuk skala usaha kecil dan skala usaha menengah, dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan adalah sama antara industri
batik skala kecil maupun industri batik skala menengah yaitu keuntungan finansial F1, nama baik UKM Batik F2, kepatuhan terhadap peraturan F4, kebutuhan rantai pasok F6, motivasi
internal F9 dan pesaing F11.
Selanjutnya, hasil pembobotan atas keenam faktor pendorong tersebut dengan menggunakan Fuzzy AHP dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
Tabel 6 Hasil Pembobotan Faktor-faktor Pendorong utnuk Terwujudnya GM di Skala Usaha Kecil dan Menengah dengan menggunakan Fuzzy AHP
Faktor Bobot
Peringkat
Keuntungan Finansial F1 0,1796
3 Nama Baik UKM Batik F2
0,1842 2
Kepatuhan Terhadap Peraturan F4 0,0881
4
Kebutuhan Rantai Pasok F6 0,4182
1
Motivasi Internal F9 0,0691
5
Pesaing F11 0,0609
6 Berdasarkan hasil perhitungan bobot menggunakan Metode Fuzzy AHP, maka didapatkan hasil
bobot tertinggi pada Faktor Kebutuhan Rantai Pasok F6 dengan bobot sebesar 0,4182. Sedangkan untuk faktor keuntungan finansial, nama baik UKM Batik, kepatuhan terhadap peraturan, motivasi internal dan
pesaing masing-masing adalah 0,1796; 0,1842; 0,0881; 0,0691 dan 0,0609. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang menjadi prioritas adalah faktor kebutuhan rantai
pasok dan peringkat selanjutnya adalah faktor nama baik UKM Batik, keuntungan finansial, kepatuhan terhadap peraturan, motivasi internal dan peringkat terakhir adalah faktor pesaing.
b. Hasil Penyusunan Strategi untuk Memfasilitasi Terwujudnya GM
Berdasarkan hasil perhitungan bobot terhadap enam faktor pendorong terwujudnya GM pada UKM Batik Kota Pekalongan, diketahui bahwa faktor yang menjadi prioritas adalah faktor kebutuhan
rantai pasok. Rantai pasok yang terbentuk pada industri batik adalah aliran material atau Non Product Output
NPO ke industri lainnya seperti industri konveksi dan irigrasi sawah. Menurut Pelaksana Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Pekalongan, bahwa faktor kebutuhan rantai
pasok sangat membantu dalam mewujudkan GM pada industri batik, dengan adanya pengepul kain perca seperti industri konveksi dapat membantu industri batik dalam mengatur dan mengurangi NPO berupa
kain perca. Selain itu dengan adanya aliran rantai pasok kain perca, dapat mengurangi adanya polusi udara yang berasal dari pembakaran kain perca serta dapat menghasilkan keuntungan bagi UKM Batik itu
sendiri yang berasal dari penjualan kain perca kepada industri konveksi. Batik Faaro merupakan salah satu UKM Batik yang telah menjalin hubungan rantai pasok dengan pengepul kain perca, menurut
pemilik Batik Faaro, dengan adanya jalinan rantai pasok dapat mengurangi limbah kain yang mengendap di workshop dan mengurangi pembakaran kain perca setiap minggunya. Kain perca yang dilimpahkan
pada industri konveksi dapat diolah menjadi aksesoris atau hiasan pada sprei atau sarung bantal, tas, celemek dan sebagainya. Selain itu air sisa pencucian batik dapat dialirkan ke sawah yang dapat
digunakan sebagai proses perairan. Salah satu contoh industri batik yang telah menerapkan rantai pasok air limbah adalah Batik Nulaba, dimana pemilik Batik Nulaba berinovasi dalam air limbah yang
dihasilkan dari proses produksi batik. Air limbah akan ditampung pada IPAL sebagai proses awal dalam melakukan penjernihan air, dimana dalam IPAL air limbah sudah diberikan campuran urea, sehingga
ketika air dialirkan ke lahan sawah untuk irigasi, air tersebut sudah mengandung urea yang dapat menguntungkan juga bagi pihak kelompok tani sebagai proses pemupukan sawah.
Secara rinci, sejumlah usulan strategi yang dihasilkan dari Metoda Delphi yang berfokus pada terbentuknya jalinan rantai pasok antara UKM batik dengan industri lainnya dapat diuraikan sebagai
berikut: 1. Mengadakan sosialisasi kepada industri batik mengenai pentingnya rantai pasok yang dapat
mendorong terwujudnya Green Manufacturing melalui adopsi teknologi bersih. Sosialisasi mengenai Green Manufacturing pada industri batik merupakan strategi awal yang
dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menambah wawasan dan informasi kepada pemilik