Semarang, 7 Oktober 2015
106
Builderific Reference A Builderific Reference B
Builderific Kombinasi A Builderific Kombinasi B
Builderific Human 1 A Builderific Human 1 B
Builderific Human 2 A Builderific Human 2 B
Gambar 5. Strategi perakitan builderific untuk semua model
Semarang, 7 Oktober 2015
107
Tabel 1. Perbandingan berpasangan antar model perilaku robot
R ef
K ombi
H uman1
H uman2
R ef
0. 036
0. 261
0. 028
K ombi
0. 036
0. 001
0. 000
H uman1
0. 261
0. 036
0. 312
H uman2
0. 028
0. 000
0. 312
Analisis statistik untuk pengaruh usia terhadap pengenalan strategi dengan mempertimbangkan model perilaku robot tidak mengindikasikan perbedaa
n yang signifikan χ
2
7 = 10.576, p = 0.158.
c Rekapitulasi Keakuratan Prediksi
Dalam aktivitas prediksi perakitan, operator bertugas untuk memprediksi urutan perakitan keenam. Untuk setiap model perakitan kecuali model Reference, setiap aktivitas prediksi yang sesuai mendapat
nilai 100 dan apabila tidak sesuai maka mendapat nilai 0. Pada model reference operator bebas menentukan apapun aktivitas perakitan keenam dari sebuah produk sehingga nilainya mutlak 100.
Untuk mengukur proporsi keakuratan prediksi operator terhadap empat model perilaku robot yang diterapkan pada penelitian ini maka dapat dilihat perbedaan antara posisi yang diharapkan
Expected dan hasil observasi Observed. Dari hasil perngukuran proporsi prediksi tersebut maka dapat diukur nilai akurasi prediksinya. Nilai Akurasi Prediksi didapatkan dari hasil pengolahan data keakuratan
prediksi menggunakan rumus Akurasi Prediksi sebagai berikut:
3.1 Berikut adalah diagram hasil pengukuran Distribusi posisi Gambar 6 dan Gambar 7 dan nilai
akurasi prediksi berdasarkan model perilaku robot Gambar 8 dan Gambar 9 untuk masing-masing jenis produk:
Gambar 6 Distribusi Posisi Berdasarkan Model Perilaku Robot Builderific
Semarang, 7 Oktober 2015
108
Gambar 7 Akurasi Prediksi Berdasarkan Model Perilaku Robot Builderific
Gambar 8 Distribusi Posisi Berdasarkan Model Perilaku Robot Pulley
Gambar 9 Akurasi Prediksi Berdasarkan Model Perilaku Robot Pulley
Semarang, 7 Oktober 2015
109 Pada penelitian ini kemampuan prediksi seorang operator diukur berdasarkan keakuratannya
dalam melakukan aktivitas prediksi urutan perakitan pada suatu produk, dalam penelitian ini adalah produk Builderific dan Pulley. Untuk menyelesaikan urutan perakitan produk dibutuhkan 5 urutan
perakitan, dan tugas operator hanya untuk memprediksi urutan langkah kerja yang keenam, karena lima langkah awal perakitan telah dilakukan oleh robot dalam penelitian ini adalah robot virtual. Jadi dalam
penelitian ini seorang operator dikatan berhasil memprediksi ketika mampu memprediksi urutan langkah kerja keenam dan memperoleh hasil 100 untuk keakuratannya dan jika salah mendapat nilai 0. Namun
untuk model Reference tidak mengenal kesalahan prediksi, semua urutan kerja dianggap benar, sehingga nilai keakuratannya tetap 100 meskipun ternyata operator tidak melakukan urutan keenam.
Berdasarkan model perilaku robot, terdapat tiga kemungkinan dalam memprediksi posisi perakitan. Hasil masing-masing model perilaku robot memungkinkan posisi yang berbeda. Misalnya,
model Reference, tidak berpola, jadi operator bebas mengisi posisi yang mana saja karena setiap posisi memiliki kesempatan yang sama. Sementara model Human Behavior 1, sebagai model berorientasi
manusia, mengharapkan hanya satu posisi dari urutan kerja yang diprediksi. Dengan demikian dalam penelitian ini dapat dilihat model mana yang mampu direspon dengan baik oleh operator sehingga dapat
memprediksi urutan kerja model tersebut secara akurat.
Untuk mengukur proporsi keakuratan prediksi operator terhadap empat model perilaku robot yang diterapkan pada penelitian ini maka dapat dilihat perbedaan antara posisi yang diharapkan Expected dan
hasil observasi Observed. Pada model Reference setiap posisi memiliki probabilitas yang sama, oleh karena itu nilai proporsi expected untuk model ini adalah 0.33 untuk setiap posisinya. Sedangkan untuk
model lainnya nilai proporsi expected untuk posisi keenam adalah 1 dan posisi ketujuh dan kedelapan adalah 0, hal ini karena posisi yang yang diharapkan adalah hanya satu posisi berdasarkan aturan pola
yaitu posisi keenam.
Setelah mengetahui perbedaan proporsi prediksi yang diharapkan dengan hasil observasi maka maka dapat diukur nilai akurasi prediksinya. Berdasarkan Gambar 7 model yang memiliki tingkat
keakurasian paling tinggi untuk produk Builderific adalah Human Behavior 2 yaitu sebesar 0.76 atau 76. Hal ini dikarenakan model Human Behavior 2 dibuat berdasarkan hasil small scale experiments
terhadap tujuh orang untuk mengetahui gambaran pola perakitan manusia pekerja Indonesia dalam merakit produk Pulley dan Builderific ini. Sedangkan untuk produk Pulley model yang memiliki tingkat
keakurasian paling tinggi adalah model Human Behavior 1 yaitu sebesar 0,85 atau 85 Gambar 9. Untuk model Reference meskipun tingkat keakurasiannya paling tinggi namun dalam hal ini tidak berlaku
karena dalam model reference semua posisi bernilai benar.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkodean tahapan kerja diaplikasikan pada robot virtual berdasarkan 4 model perakitan, yaitu model Reference, Kombinasi, Human Behavior 1, dan Human Behavior 2. Operator dibagi menjadi
dua klasifikasi usia yaitu Muda 16-34 Tahun dan Tua 34 Tahun yang bertugas untuk memprediksi urutan atau langkah kerja keenam dari perakitan benda tersebut.
2. Evaluasi strategi perakitan dilakukan melalui penilaian subjektif responden terhadap model perilaku perakitan robot virtual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model manusia Indonesia memiliki
mode perakitan yang lebih strategik dibanding model-model lainnya. Pengukuran kemampuan prediksi operator dalam melakukan aktivitas prediksi perakitan ini ditunjukan dari data keakuratan
prediksi posisi perakitan, dimana untuk setiap model perakitan kecuali model Reference, setiap aktivitas prediksi yang sesuai mendapat nilai 100 dan apabila tidak sesuai maka mendapat nilai 0.
Pada model Reference operator bebas menentukan apapun aktivitas perakitan keenam dari sebuah produk sehingga nilainya mutlak 100.
3. Variabel model perilaku robot memiliki pengaruh signifikan terhadap evaluasi strategi perakitan dan kemampuan prediksi. Dari segi kemampuan prediksi produk yang memiliki tingkat keakuratan
paling tinggi adalah Pulley A dan produk Builderific A memiliki tingkat keakuratan paling rendah. Variabel usia berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan prediksi. Usia mud serta tingkat
beban mental yang lebih rendah dibanding dengan operator yang termasuk dalam usia tua.
Topik studi mendatang terkait penelitian ini adalah penambahan variabel jenis kelamin, sehingga dapat diketahui perbedaan tingkat beban mental, performansi, dan kemampuan prediksi untuk pria dan
wanita.
Semarang, 7 Oktober 2015
110
DAFTAR PUSTAKA Gazzola, V., Rizzolatti, G., Wicker, B., dan Keysers, C. 2007. The anthropomorphic brain: the mirror
neuron system responds to human and robotic actions. NeuroImage 35, pp. 1674 –1684.
Herjanto, E. 2008. Manajemen Operasi. Edisi ketiga. Jakarta: Grasindo. Klocke, F. 2009. Production Technology in High
‐Wage Countries – From Ideas of Today to Product of Tomorrow. In: C. Schlick Ed, Industrial Engineering and Ergonomics in Engineering Design,
Manufacturing and Service – trend, visions and perspectives. Springer, Berlin.
Mayer, M., Odenthal, B., Faber, M., Winkelholz, C., dan Schlick, C. 2012. Cognitive Engineering of Automated Assembly Processes, Human Factors and Ergonomics in Manufacturing and
Service Industries. pp 1 ‐21 online Wiley Periodical, Inc.
Mayer, M.P., dan Schlick, C. 2012. Improving operator’s conformity with expectations in a
cognitively automated assembly cell using human heuristics. In: Conference Proceeding of the 4th International Conference on Applied Human Factors and Ergonomics AHFE, USA
Publishing, pp.1263 ‐1272.
Mayer, M.P. 2012. Entwicklung eines kognitions ‐ergonomischen Konzeptes und eines
Simulationssystems für die robotergestützte Montage. Dissertation in German. Shaker Verlag. Aachen.
Reid,Y., Johnson, S., Morant, N., Kuipers, E., Szmukler,G., Thornicroft, G.,Bebbington,P. Prosser, D.1999. Explanations for stress and satisfaction in mental health professionals: A qualitative
study.Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology,34, 301 –308.
Susanto,N., Mayer, M., Djaloeis, R, Bützler, J, dan Schlick, C. 2014. Human-oriented Design of a
Cognitive Control Unit for Self-Optimizing Robotic Assembly Cells. Proceedings of the 5th International Conference on Applied Human Factors and Ergonomics AHFE 2014, Kraków,
Poland 19-23 July 2014. Edited by T. Ahram, W. Karwowski and T. Marek.
Semarang, 7 Oktober 2015
111
PENYUSUNAN STRATEGI UNTUK TERWUJUDNYA GREEN
MANUFACTURING ATAS DASAR FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PRIORITAS
Aries Susanty, Susatyo Nugroho WP, Wenny Dwi Hapsari
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239
Telp. 024 7460052 E-mail:
ariessusantygmail.com ;
nwp.susatyogmail.com ;
wennydhgmail.com
ABSTRAK Perwujudan green manufacturing GM melalui adopsi teknologi bersih tidak mudah bagi UKM karena
adanya isu-isu yang tekait keterbatasan finansial dan sumber daya, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Berdasarkan kondisi ini, dalam rangka mewujudkan GM melalui adopsi teknologi bersih di
UKM batik khususnya di UKM batik Pekalongan, penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama, menyusun priortasisasi dari faktor-faktor yang merupakan pendorong untuk memfasilitasi terwujudnya
GM di UKM batik Pekalongan melalui adopsi teknologi bersih dengan menggunakan metoda Fuzzy AHP; sedangkan, tujuan kedua adalah menyusun strategi dari pemerintah Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Tengah untuk mengoptimalkan terwujudnya GM di UKM batik Pekalongan atas dasar faktor yang menjadi prioritas dengan menggunaan metoda Delphi. Hasil pembobotan dengan
menggunakan Fuzzy AHP menunjukkan bahwa faktor yang menjadi prioritas utama untuk terwujudnya GM di UKM batik Pekalongan adalah faktor kebutuhan rantai pasok. Selanjutnya, hasil penyusunan
stategi dengan menggunakan Metoda Delphi menunjukkan bahwa terdapat sejumlah sejumlah strategi yang terkait dengan prioritas utama tersebut, antara lain: melakukan pendataan industri konveksi atau
industri rumah tangga yang membutuhkan bahan atau kain perca dari industri batik, melakukan sosialisasi terhadap industri batik dan industri konveksi yang bertemakan rantai pasok; membantu UKM
dalam menjalin kemitraan antara industri batik dan industri konveksi; serta melakukan pemetaan industri konveksi dan industri batik sehingga rantai pasok antara keduanya dapat berjalan secara
optimal Kata Kunci:
teknologi bersih; UKM batik Pekalongan; Fuzzy AHP; Metoda Delphi
1. PENDAHULUAN
Batik merupakan wujud hasil cipta karya seni yang diekspresikan pada motif kain untuk pakaian, sarung, kain panjang dan kain dekoratif lainnya. Sejalan dengan perkembangan nilai sosial dan budaya
bangsa Indonesia, batik hasil karya seni tumbuh dan berkembang menjadi kekayaan nasional yang bernilai tinggi. Wilayah Indonesia yang terkenal akan sebutan pusat kebudayaan batik adalah Pulau Jawa,
khususnya di Kota Solo, Yogyakarta dan Pekalongan Wulandari, 2011. Dalam hal ini, 60 persebaran UKM Batik di Jawa Tengah berada di Kota Pekalongan. Di Kota Pekalongan, industri batik memberikan
sumbangan yang besar terhadap kemajuan perekonomian di kota tersebut, dengan mayoritas berasal dari home industri. Pada tahun 2011, Kota Pekalongan memiliki 634 industri batik yang tersebar di
17 kelurahan sentra batik dari 47 kelurahan dengan daya serap sebanyak 9.944 tenaga kerja dari total 276.158 penduduk. Data-data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk
Pekalongan berpangku pada batik untuk pemenuhan kebutuhannya dibandingkan dengan jenis industri yang lainnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh para UKM di industri batik Kota Pekalongan saat ini dapat dikatakan sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh UKM di industri lainnya di Indonesia.
Permasalahan tersebut antara lain, harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk serupa yang dihasilkan negara lain, padahal kualitas produk yang dihasilkan negara pesaing lebih
baik dibanding produk pengusaha Indonesia . Namun demikian, jika mengacu kepada pengertian ‘batik’
yang sebenarnya, produk serupa yang dihasilkan oleh negara lain belum tentu dapat dinyatakan sebagai batik; karena, batik merupakan hasil dari pelukisan kain oleh malam dengan menggunakan bahan canting.
Permasalahan lainnya yang dihadapai oleh para UKM di industri batik adalah masalah pencemaran lingkungan dan ketidakefisienan dalam penggunaan bahan baku.Pencemaran lingkungan yang terjadi
disebabkan oleh limbah cair yang berasal dari proses perwarnaan, dimana kandungan zat warna dan bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan, setelah proses pewarnaan selesai akan