STUDI KASUS PROSIDING 2nd ACISE 2015

Semarang, 7 Oktober 2015 296 Dimension Harapan Persepsi Gap 5 Empathy Q18 3.868 4.010 0.142 Q19 3.828 3.949 0.121 Q20 5.293 3.989 –1.304 Q21 4.616 4.091 –0.525 Q22 4.745 4.343 –0.402 Rata-rata 5.697 4.291 –1.407 Gap yang bernilai negatif menunjukkan bahwa AYIA memiliki kemampuan yang sedikir kurang untuk menyediakan layanan “terbaik” bagi pelanggan dan harus melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan pelanggan. Teknik IPA dapat digunakan untuk membangun strategi berdasarkan kepentingan dan kinerja dari sudut pandang pelanggan. Rata-rata untuk setiap butir item diplot dalam ruang keadaan dua dimensi. Sumbu horisontal mengacu pada persepsi atau seberapa baik bandara sedang melakukan aktivitasnya, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan; sedangkan sumbu vertikal mengacu pada harapan atau pentingnya aktivitas. Martilla James 1977 menyarankan untuk menggunakan nilai median dari nilai rata-rata saat data terkonsentrasi pada nilai-nilai tertentu, sedangkan untuk data evaluasi relatif, itu lebih efektif untuk menggunakan nilai rata-rata. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, IPA dilakukan dengan menerapkan nilai rata-rata. IPA dari persepsi kualitas pelayanan AYIA digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1: Importance-Performance Analysis Grafik terbagi menjadi empat kuadran yang menunjukkan prioritas yang akan diberikan kepada masing-masing atribut. Empat kuadran tersebut adalah: concentrate here sebagai kuadran pertama, keep up the good work sebagai kuadran kedua, low priority sebagai kuadran ketiga, dan possible overkill sebagai kuadran keempat. Beberapa item yang tergabung pada kuadran pertama adalah Q1, Q2, dan Q4. Atribut ini dianggap penting tetapi mengindikasikan kepuasan rendah dengan kinerja bandara. Q3, Q5, Q6, Q7, Q8, Q9, Q12, Q15, Q16, dan Q17 adalah milik kuadran kedua, menunjukkan bahwa bandara menyediakan layanan yang ramah, menghargai pelanggan dengan sopan, dan merasa senang dengan kinerja bandara. Item pada kuadran ketiga adalah Q11, Q13, Q18, Q19, Q20, dan Q21. Bandara ini dinilai rendah dalam hal memberikan layanan kepada pelanggan, tetapi mereka tidak menganggap fitur ini menjadi penting. Yang terakhir atau kuadran keempat terdiri dari Q10, Q14, dan Q22, kuadran ini menunjukkan bahwa bandara dinilai akan melakukan pekerjaan yang baik, tapi pelanggan merasa sedikit tidak penting. Semarang, 7 Oktober 2015 297

4. PEMBAHASAN

4.1. Model SERVQUAL

Konsep dalam mengukur gap perbedaan antara harapan dan persepsi pada metode SERVQUAL terbukti sangat praktis untuk menilai kualitas pelayanan yang dirasakan. Dengan sedikit modifikasi, Model SERVQUAL dapat digunakan oleh setiap organisasi jasa Parasuraman et al. 1985. Hampir di semua penelitian, termasuk pada penelitian ini, model SERVQUAL yang telah digunakan adalah hanya untuk gap 5 yaitu mengukur perbedaan antara harapan pelanggan dan persepsi. Adapun alasan mengapa layanan gagal adalah semakin besar kesenjangan, semakin sulit untuk memuaskan pelanggan. Gap 5 adalah seperti black box, karena pelanggan tidak memberitahu penyedia layanan apa yang mereka harapkan atau bagaimana mereka merasakan pelayanan. Pelanggan sering tidak ditanyai atau penyedia layanan tidak tahu bagaimana cara untuk bertanya. Namun, penerapan model SEVQUAL bisa juga diperluas untuk analisis perbedaan lain. Ini bisa menjadi motivasi yang baik untuk penelitian selanjutnya. Informasi yang ditampilkan pada skor gap dapat membantu manajer untuk mengidentifikasi di mana peningkatan performa terbaik dapat ditargetkan. Peningkatan kinerja di beberapa atribut akan ditujukan untuk gap yang bernilai negatif terbesar yaitu harapan tinggi tetapi persepsi rendah. Sebaliknya, jika nilai gap di beberapa atribut positif, harapan tidak hanya bertemu dengan persepsi, tapi dapat melebihi, hal ini memungkinkan manajer untuk meninjau apakah mereka mungkin over-supply terhadap fitur tertentu. Misalnya, kesenjangan individu terbesar adalah -2,718 yang diperoleh dari pernyataan item pertama atau Q1. Hal ini menunjukkan bahwa bandara harus memiliki peralatan up-to-date. Pelanggan merasa bahwa fasilitas fisik di AYIA tidak memenuhi harapan mereka, atau dengan kata lain, pengelolaan bandara tidak menyediakan peralatan terbaru dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Selain itu, rata-rata kesenjangan terbesar pada dimensi adalah tangible, yaitu -2,207. Hal ini konsisten dengan informasi sebelumnya bahwa bandara memiliki kemampuan yang kurang dalam menyediakan fasilitas fisik, seperti misalnya fasilitas parkir mobil, ruang duduk menunggu, check-in counter, klaim bagasi, dan penampilan karyawan, yang memenuhi harapan pelanggan . Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa setiap dimensi model SERVQUAL diperlakukan sama, berarti bobot yang sama diberikan masing-masing untuk setiap dimensi. Namun, pentingnya dimensi ini dapat membedakan berbagai jenis layanan dan pelanggan Parasuraman et al. 1991. Misalnya, bagian keamanan dalam dimensi assurance mungkin menjadi penentu kunci atribut layanan untuk nasabah bank tapi mungkin tidak berarti banyak untuk pelanggan dari salon kecantikan. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan dalam penelitian berikutnya adalah bahwa bobot seharusnya dimasukkan ke dalam model SERVQUAL. Model SERVQUAL telah dikritik pada kedua dasar teoritis dan operasional, lihat misalnya Cronin Taylor 1992 dan Asubonteng dkk. 1996. Salah satu isu yang utama adalah memperhatikan penggunaan model diskonfirmasi atau skor gap. Meskipun penggunaan nilai gap adalah intuitif menarik dan memiliki konseptual yang masuk akal, kemampuan skor tersebut untuk memberikan informasi tambahan di luar yang sudah terkandung dalam komponen persepsi skala kualitas pelayanan diragukan. Sementara, persepsi telah didefinisikan dan terukur secara langsung sebagai keyakinan pelanggan tentang pengalaman pelayanan, harapan adalah subyek yang multitafsir dan dengan demikian penelitian telah dioperasionalkan secara berbeda oleh para peneliti yang berbeda misalnya Teas, 1993; 1994; Dabholkar et al 2000. Cronin Taylor 1992 mengemukakan konsep dasar skala SERVQUAL membingungkan pada kepuasan layanan. Mereka menyarankan untuk meninggalkan persepsi saja, membuang bagian harapan. Mereka memperkenalkan model SERVPERF dan memberikan bukti empiris di empat industri: bank, pengendalian hama, dry cleaning, dan makanan cepat saji untuk menguatkan keunggulan mereka performance-only sebagai skala SERVQUAL berbasis disconfirmation. Meskipun kelemahan dibahas, adapun keuntungan SERVQUAL adalah bahwa instrumen yang dicoba dan diuji dapat digunakan untuk membandingkan tujuan benchmarking Brysland Curry, 2001. Disamping itu, terlepas dari kelemahan yang dimiliki, SERVQUAL juga memiliki keuntungan lain sementara SERVPERF tidak, ketika dikombinasikan dengan teknik IPA, seperti yang diterapkan dalam makalah ini, untuk membuat strategi dalam mencapai kepuasan pelanggan, seperti yang akan dibahas pada bagian berikut.

4.2. Teknik IPA

Penelitian ini telah mengidentifikasi kepentingan dan kinerja atribut bandara. Sebagai hasil dari analisis gap dengan menggunakan model SERVQUAL, ada perbedaan yang signifikan antara kepentingan dan kinerja dalam atribut pemilihan bandara. Teknik IPA lihat Gambar 2 menunjukkan bahwa pada terdapat empat kuadran, beberapa item bergabung menjadi kuadran yang sama, sementara ada beberapa yang tergabung dikuadran lain. Semarang, 7 Oktober 2015 298 Beberpa item yang bergabung pada kuadran pertama, yaitu, concentrate here, adalah hal-hal dengan kinerja rendah tetapi penting dirasakan oleh pelanggan. Oleh karena itu, atribut ini harus menerima investasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Hal ini dilakukan untuk membawa efek maksimum dengan investasi minimal. Item yang tergabung dalam kuadran ini adalah Q1, Q2, dan Q4, semua milik dimensi tangibles. Maka pengelolaan bandara dianjurkan untuk meningkatkan penampilan fisik dengan peralatan terbaru dan menghapus gangguan yang dapat mengganggu perhatian pelanggan terhadap fasilitas fisik. Beberapa item yang tergabung dalam kuadran kedua, yaitu keep up the good work, berarti atribut dianggap penting dan pelanggan yang suka dengan kinerja manajemen bandara. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan AYIA memiliki berpakaian rapi dan tampil rapi serta bersedia untuk membantu pelanggan; pelanggan merasa aman dalam bertransaksi di bandara. Semua item yang berada pada kuadran initersebut milik dimensi reliability, yaitu bahwa bandara dapat memberikan layanan dengan cepat dan akurat. Singkatnya, bandara harus mempertahankan aspek-aspek ini untuk menjaga dan memelihara kepuasan pelanggan. Kuadran ketiga, low priority, mengidentifikasi bahwa item yang tergabung disini telah berkerja dengan memadai tetapi pelanggan menganggap mereka sebagai kurang penting jika dibandingkan dengan atribut bandara lainnya. Kuadran ini terdiri dari item yang ada pada dimensi responsiveness dan empathy. Meskipun hasilnya menunjukkan bahwa kedua dimensi tidak dirasakan penting, hal ini tidak berarti bahwa pengelola bandara harus mengurangi upaya mereka untuk meningkatkan layanan. Pengelola bandara bisa memberikan reward kepada karyawan yang mampu mempertahankan keterampilan responsiveness dan empathy mereka kepada pelanggan. Jika pelanggan puas dengan kualitas atribut, kepuasan tersebut akan memimpin mereka untuk menyebarkan berita dan informasi yang baik sebagai sarana publikasi bandara. Atribut pada kuadran possible overkill dianggap kurang penting oleh pelanggan dan merasa terlalu berlebihan, sehingga perlu dikurangi karena investasi yang berlebihan. Jika atribut ini diterapkan ke area yang lain, maka diduga dapat membawa hasil yang lebih baik. 5. KESIMPULAN Penelitian telah menunjukkan bahwa sangat memunginkan untuk mengukur kualitas pelayanan, bahkan dalam bentuk perusahaan padat modal seperti bandara. Model SERVQUAL yang terdiri dari aspek harapan dan persepsi yang digunakan ini, telah ditemukan bahwa dapat menyediakan cara sederhana dan murah relatif melakukan penilaian kualitas layanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian kualitas pelayanan memiliki banyak manfaat potensial bagi manajer bandara. Mengidentifikasi harapan pelanggan dan persepsi kualitas layanan untuk perusahaan tertentu memungkinkan manajemen untuk lebih menyesuaikan upaya pemasaran dan untuk memastikan pelanggan agar harapan terpenuhi. Ini termasuk mengidentifikasi, memprioritaskan dan meningkatkan bidang kelemahan pelayanan dan memastikan bahwa sumber daya berharga dialokasikan di daerah yang paling efektif. Selain itu, pesan promosi dapat disempurnakan sehingga pelanggan memiliki harapan yang realistis dari layanan yang ditawarkan. Berdasarkan skor kesenjangan, ditemukan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan secara keseluruhan cukup rendah. Pelanggan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada apa yang sebenarnya mereka dipersepsikan dari bandara dan keinginan pelanggan lebih dari apa yang ditawarkan kepada mereka. Menggabungkan skor kesenjangan dan hasil dari teknik IPA, peneliti menyarankan pengelola bandara untuk segera meningkatkan kualitas layanan. Semua aspek kualitas layanan, termasuk efisiensi pelayanan, kesopanan dan keramahan, serta jaminan harus dipertahankan dan ulasan yang konsisten untuk melihat apakah ada perbaikan yang diperlukan. Fasilitas fisik harus ditingkatkan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Misalnya, diadakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan, saling menolong, saling pengertian, kemampuan berbahasa, penampilan dan keterampilan pelayanan. Selanjutnya, pengelola bandara harus memastikan bahwa semua karyawan diminta untuk terlibat dalam menetapkan standar kualitas, dan harus menyadari bahwa mempertahankan kualitas pelayanan merupakan bagian dari pekerjaan mereka DAFTAR PUSTAKA A. Brysland and A. Curry. 2001. Service improvements in public services using SERVQUAL, Managing Service Quality, vol. 11, pp. 389 –401. A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. 1985. A conceptual model of service quality and its implications for future research, Journal of Marketing, vol. 49, pp. 41 –50. A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. 1988. SERVQUAL: a multiple item scale for measuring consumer perceptions of service quality, Journal of Retailing, vol. 64, pp. 12 –40. A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. 1991. Refinement and reassessment of the SERVQUAL scale, Journal of Retailing, vol. 67, pp. 420 –450. Semarang, 7 Oktober 2015 299 C.H. Yehand Y. L. Kuo. 2003. Evaluating passenger services of Asia-Pacific international airports, Transportation Research Part E, vol. 39, pp. 35 –48. D. Fodness and B. Murray. 2007. Passengers’ expectations of airport service quality, Journal of Services Marketing, vol. 21, pp. 492 –506. D. Rhoades, B. Waguespack, and S. Young. 2000. Developing a quality index for US airports, Managing Service Quality, vol. 10, pp. 257 –262. G. R. Gilbert and C. Veloutsou. 2006. A cross-industry comparison of customer satisfaction, Journal of Services Marketing, vol. 20, pp. 298 –308. H. L. Chen. 2002. Benchmarking and quality improvement: a quality benchmarking deployment approach, International Journal of Quality Reliability Management, vol. 19, pp. 757 –773. I. H. Chow, V. P. Lau, T. W. Lo, Z. Sha, and H. Yun. 2007. Service quality in restaurant operations in China: decision- and experiential-oriented perspectives , Hospitality Management, vol. 26, pp. 698 –710. J. A. Martilla and J. C. James. 1977. Importance –performance analysis, Journal of Marketing, vol. 41, pp. 77–79. J. C. Nunnally. 1951. Psychometric Theory, 3rd ed., New York: Mc.Graw-Hill. J. Cronin and S. A. Taylor. 1992. Measuring service quality: a reexamination and extension, Journal of Marketing, vol. 56, pp. 55 –67. K. R. Teas. 1993. Expectations, performance evaluation, and consumer’s perceptions of quality, Journal of Marketing, vol. 57, pp. 18 –34. K. R. Teas. 1994. Expectations as a comparison standard in measuring service quality: an assessment of reassessment , Journal of Marketing, vol. 58, pp. 132 –139. L. J. Cronbach. 1951. Coefficient alpha and the internal structure of tests, Psychometrika, vol. 16, pp. 297 –334. M. S. Sohail and A. S. Al-Gahtani. 2005. Measuring service quality at King Fahd International Airport, International Journal of Service and Standards, vol. 1, pp. 482 –493. P. A. Dabholkar, D. C. Shepherd, and D. I. Thorpe. 2000. A comprehensive framework for service quality: an investigation of critical, conceptual and measurement issues through a longitudinal study , Journal of Retailing, vol. 76, pp. 139 –173. P. Asubonteng, K. J. McCleary, and J. E. Swan. 1996. SERVQUAL revisited: a critical review of service quality, Journal of Services Marketing, vol. 10, pp. 62 –81. R. Ladhari, I. Brun, and M. Morales. 2008. Determinants of dining satisfaction and post-dining behavioral intentions , International Journal of Hospitality Management, vol. 27, pp. 563 –573. S. C. Mehta, A. K. Lalwani, and S. L. Han. 2000. Service quality in retailing: relative efficiency of alternative measurement scales for different product-service environments , International Journal of Retail Distribution Management, vol. 28, pp. 62 –72,. X. Luo and C. Homburg. 2007. Neglected outcomes of customer satisfaction, Journal of Marketing, vol. 71, pp. 133 –149.