Analisis Waktu Siklus Aktual Tiap Operasi Kerja

Semarang, 7 Oktober 2015 288 No. Operasi Kerja Waktu s Kapasitas Aktual unit No. Operasi Kerja Waktu s Kapasitas Aktual unit 7 IR Raceway Honing 7,21 3.739 21 Radial Clearance Test 2,25 6.847 8 IR Raceway Honing 7,45 3.593 22 Marking Bearing 1,90 6.833 9 OR Raceway Grinding 7,19 4.038 23 Final Washing 3,83 6.833 10 OR Raceway Grinding 6,22 3.722 24 Missing Component Check 2,45 6.833 11 OR Raceway Honing 7,11 3.997 25 Seal Shielding Pressing 2,53 6.809 12 OR Raceway Honing 9,44 3.763 26 Final Inspection 13,33 6.809 13 Outside Diameter Check 4,51 506 27 Preservation 2,79 6.785 14 Outside Diameter Check 4,61 6.864 28 Packing 6,11 6.785 Gambar 3 Process Mapping Channel 11 Dari tabel 2 dan gambar 3 terlilhat operasi kerja yang pertama kali mengalami bottleneck adalah operasi kerja outsside diameter check mesin 2. Dari hasil observasi di chanel 11, produk dari kedua mesin Izumi KN – 532 dialirkan ke mesin 2 pengecek diameter OR. Mesin 1 pengecek diameter OR jarang sekali bekerja. Berdasarkan wawancara dengan operator yang bertugas untuk mengawasi mesin pengecek tersebut, diketahui bahwa mesin 1 pengecek diameter OR akan berjalan ketika bottleneck pada mesin 2 pengecek diameter OR sudah sangat banyak. Bottleneck kedua terjadi pada operasi kerja pairing ball firing. Operasi kerja tersebut merupakan operasi kerja pertama dalam bagian assembly. Pada operasi ini, produk setengah jadi dari kedua mesin Izumi KN – 533 IR Raceway Honing sebanyak 7332 produk setengah jadi dan dari kedua mesin Auidmea RS sebagai pengecek diameter OR sebanyak 7370. Kedua produk tersebut akan di-assembly pada operasi ini. Namun, setiap mesin 1 Izumi KN – 533, mesin 2 Izumi KN – 533, mesin 1 Auidmea RS, dan mesin 2 Auidmea RS memiliki waktu siklus yang berbeda-beda. Sehingga mesin HMC – Semarang, 7 Oktober 2015 289 52 DCD harus menunggu komponen IR dan OR berada dalam mesin agar proses assembly dapat dilakukan. Bottleneck ketiga terjadi pada operasi kerja ausensitive free running check. Operasi kerja ini membutuhkan waktu siklus yang lebih lama dibandingkan operasi kerja noise fibration test sehingga terjadi bottleneck pada operasi kerja ini. Hal ini terjadi karena bearing yang diinspeksi pada operasi kerja ini melewati dua proses inspeksi. Pertama pada sisi atas dan kedua pada sisi bawah. Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama. Bottleneck keempat terjadi pada operasi kerja final inspection. Bottleneck terjadi pada operasi kerja ini karena operasi kerja ini dilakukan oleh operator sehingga terdapat banyak kelonggaran. Operasi kerja ini juga membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi karena harus mendeteksi cacat fisik dari bearing. Selain itu, operator juga memiliki kebiasaan menunggu sampai bearing yang terkumpul pada meja kerja inspeksi sudah cukup banyak lalu mulai melakukan proses inspeksi. Berdasarkan metode drum-buffer-rope, operasi-operasi kerja yang mengalami bottleneck dianggap sebagai drum yang menyebabkan terhambatnya proses produksi. Selanjutnya, buffer yang berupa time buffer akan diletakkan di depan operasi-operasi kerja yang mengalami bottleneck. Pada channel 11, time buffer terutama diletakkan di depan operasi kerja pairing ball firing. Hal ini karena pada operasi kerja tersebut terjadi perakitan antara IR dan OR yang awalnya diproduksi di mesin yang berbeda, sehingga mesin harus menunggu kedua komponen tersebut berada pada mesin operasi kerja pairing ball firing pada waktu yang sama. Namun, karena berbedanya waktu siklus operasi-operasi sebelum operasi tersebut mengakibatkan kedua komponen tidak sampai ke operasi kerja tersebut pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, time buffer diletakkan di depan operasi kerja ini agar menyangga proses produksi operasi kerja tersebut. Selanjutnya adalah menentukan rope pada aliran produksi Channel 11. Rope berguna untuk mengatur agar operasi-operasi kerja yang diikat dengan rope dapat bekerja dengan seimbang. Rope dapat diletakkan dari operasi kerja pairing ball firing sampai ke operasi kerja IR raceway grinding dan sampai ke operasi kerja OR raceway grinding. Dengan adanya kedua rope yang menuju operasi kerja pairing ball firing, maka proses produksi di antara operasi-operasi kerja yang terikat dapat diseimbangkan dengan cara mengatur kapasitas aktual yang dihasilkan oleh tiap operasi kerja.

4.3. Analisis Penyebab Bottleneck

Penyebab utama terjadinya bottleneck adalah terjadinya breakdown di beberapa mesin dan berbedanya waktu siklus yang dibutuhkan oleh tiap stasiun kerja. Mesin yang mengalami breakdown akan segera ditangani oleh operator yang bertugas untuk mengawasi mesin tersebut. Berdasarkan wawancara dengan beberapa operator pada channel 11, dijelaskan bahwa dalam chanel tersebut terdapat empat operator dengan satu foreman. Keempat operator tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengawasi mesin-mesin yang sudah dibagi. Di lapangan, beberapa mesin dapat mengalami breakdown pada saat yang bersamaan dan mesin-mesin tersebut dapat berada pada tanggung-jawab seorang operator. Sehingga, operator tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki mesin-mesin yang mengalami breakdown. Hal ini tentunya mengakibatkan terjadinya bottleneck pada mesin-mesin yang rusak tersebut. Penyebab bottleneck yang lain adalah terjadinya idle time. Idle time terjadi ketika mesin sebelum operasi kerja tersebut mengalami breakdown sehingga tidak terdapat produk setengah jadi yang masuk ke operasi kerja tersebut. Selain itu, perbedaan waktu siklus tiap stasiun kerja menyebabkan terjadinya penumpukan WIP di beberapa stasiun kerja yang memiliki waktu siklus lebih lama dibandingkan waktu siklus stasiun kerja sebelumnya.

4.4. Analisis Mesin Bottleneck di Channel 11

Berdasarkan gambar 4, terlihat bahwa stasiun kerja yang paling sering mengalami breakdown adalah stasiun kerja Cage Press yaitu mesin HIT – 52 DCD. Kesalahan yang sering terjadi pada mesin ini adalah kesalahan menempatkan bearing yang telah berisi ball ke wadah press. Pada tahap ini, sering kali peletakan bearing oleh mesin pengait salah, dimana posisi bearing pada wadah menjadi tidak sesuai. Jika pada proses ini telah mengalami kesalahan, maka bearing yang dihasilkan pada stasiun kerja ini akan menjadi scrap semua. Umumnya, mesin HIT – 52 DCD baru akan membunyikan alarm breakdown ketika beberapa bearing yang dihasilkan dari mesin tersebut menjadi scrap secara berurutan. Pada gambar 5, terlihat stasiun kerja yang paling sering mengalami idle pada Channel 11 adalah stasiun kerja Pairing Ball Firing yang menggunakan mesin HMC -52 DCD. Terjadinya idle pada mesin ini dikarenakan waktu siklus yang dibutuhkan pada stasiun kerja ini jauh lebih cepat dibandingkan waktu siklus yang dibutuhkan stasiun-stasiun kerja sebelumnya. Selain itu, mesin ini merupakan tempat